Sebuah rasa

29.1K 1.3K 10
                                    

Setelah mandi dan mengistirahatkan diri sejenak dari rasa marah dan emosi yang terus menyelimutinya. Marcel kembali kedalam kamar tempat Bella terkurung. Disana dia mendapati Bella yang masih belum sadarkan diri.

Dengan perlahan Marcel mendekati Bella yang meringkuk di balik selimut. Ia singkap selimut itu lalu mengamati semua luka yang dia berikan pada Bella. Marcel juga bisa melihat leher Bella yang mulai lecet karena rantai yang dia pakaikan.

Marcel menjauhi Bella sejenak untuk mencari kotak obat dari dalam lemari lalu kembali mendekati tubuh Bella.
Dan bersuara Marcel mulai mengoleskan obat luka kepada tubuh Bella secara perlahan agar empunya tidak terbangun.

Beberapa kali Bella kelihatan meringis sakit ketika obat mengenai luka di kulitnya. Tapi mungkin karena sudah kehabisan banyak tenaga serta lelah menangis Bella tetap tidak sanggup membuka matanya.

Setelah selesai mengobati Bella, Marcel memanggil seorang pelayan.

"Mirna, tolong siapkan pakaian dan makanan untuknya. Kalau dia sudah bangun, bantu dia membersihkan diri. Mungkin nanti dokter juga akan datang memeriksanya," jelas Marcel.

Setelah menyelesaikan urusan Bella sekarang Marcel menghabiskan waktu menyendiri di balkon kamar. Seperti biasa dia akan mengingat segala hal tentang Inka selama berjam-jam. Hanya itu kegiatan Marcel yang membuatnya tenang.

Tempat itu selalu mengingatkan Marcel pada semua momen indah dan penuh kehangatan dia bersama Inka. Marcel adalah pria yang lembut dan penuh kasih sayang pada waktu itu. Sebelum Roby merusak semua dan merubah dirinya.

Yang tersisa sekarang hanya Marcel yang penuh amarah dan dendam. Dia membangun tembok yang begitu tinggi hingga tidak bisa merasakan ikhlas, cinta dan kasih sayang yang datang pada dirinya. Membuat Marcel selalu berperilaku kejam seperti orang tidak punya hati.

"Aku sangat mencintai mu Marcel."

"Aku ingin hidup bersama mu."

"Aku bahagia bersama mu Marcel."

"Kamu satu-satunya cinta dalam hidupku."

Suara Inka terdengar kembali dalam pikirannya.

Marcel merasa tidak tahan setiap kali dia mengingat Inka. Air mata selalu mengalir begitu saja tanpa mampu di tahan. Sakit yang begitu nyeri kembali dia rasakan ketika mengingat bahwa suara Inka sudah menjadi kenangan.

"Semua memang tidak pernah adil kepada aku dan Inka. Kenapa harus mengambil Inka dariku dan membiarkan aku hidup tersiksa selama ini!"

Marcel kembali hilang kendali, meremas kuat rambutnya sendiri. Suara Inka, tembakan dan juga teriakan pada hari pembantaian itu bercampur menjadi satu dan membuatnya frustasi.

"Aku tidak sanggup dengan semua ini, semua terlalu menyakitkan untukku," ucap Marcel diiringi tangis terisak menunjukkan sisi terlemahnya.

Marcel kembali masuk kedalam kamarnya lalu membuka laci. Dia meraih sebotol obat penenang yang selalu ia minum. Kali ini Marcel memilih menenggak habis sebotol obat itu tanpa mengikuti resep yang sudah tertulis.

Cukup lama Marcel berteriak dan meracau tidak menentu tentang Inka dan keluarganya. Lalu perlahan tubuh Marcel mendingin dari ujung kaki, pandangan mata Marcel juga mengabur dan akhirnya terjatuh ke tanah.

Lima belas menit kemudian Vero kembali ingin menemui Marcel setelah menyelesaikan semua tugas yang di berikan oleh Marcel. Betapa terkejutnya pria itu ketika melihat tuannya sudah terbujur dalam keadaan mulut berbusa.

"Pelayan!" Teriak Vero pada seisi rumah.

Lalu para pelayan bersama beberapa penjaga datang menghampiri Vero dan Marcel di dalam kamar. Mereka tampak terkejut melihat keadaan Marcel.

"Apa yang kalian lihat? Cepat panggil dokter sekarang!"

Di tengah kegaduhan itu rupanya Bella sudah tersadar. Perlahan dia mendudukkan tubuhnya di tepian ranjang. Berulang kali Bella menghela nafas merasakan sakit di hampir sekujur tubuhnya.

"Siapa yang melepaskan rantai menyakitkan itu?" Gumam Bella sambil meraba bagian lehernya yang lecet.

Cukup lama Bella terdiam sambil mengamati ke sekitar kamar. Dia sangat membutuhkan pakaian untuk menutupi tubuh polosnya setelah Marcel merobek gaun yang dia kenakan. Sedangkan pelayan belum juga mengantarkan pakaian pada Bella.

Pandangan mata Bella terhenti pada sebuah lemari pakaian. Perlahan Bella melangkah kearah lemari itu lalu membukanya. Benar saja disana adalah tempat pakaian-pakaian milik Marcel. Bella memilih satu kemeja putih yang cukup menutupi tubuhnya .

Setelah yakin pakaian Marcel cukup menutupi tubuhnya. Bella berniat untuk keluar kamar melihat ada suara berisik apa yang sejak tadi dia dengar. Terlebih lagi suara teriakan dan amarah Vero yang membuatnya semakin penasaran.

Bella keluar dari kamar menuju kamar lain yang berhadapan dengannya. Lewat celah pintu kamar yang terbuka Bella akhirnya melihat Marcel yang sedang sekarat.

"Marcel!" Teriak Bella.

Entah apa yang mendorong Bella sampai-sampai dia masuk ke dalam kamar dan mendekati Marcel. Saat itu wajah Bella tampak khawatir.

"Dia kenapa?" Tanya Bella.

"Tuan keracunan," jawab seorang pelayan.

"Astaga!"

Bella semakin mengkhawatirkan Marcel, tidak peduli meski apa yang sudah Marcel lakukan padanya. Apakah mungkin Bella terlalu naif atau dia telah benar menaruh hati kepada Marcel. Tapi yang jelas dia ingin berusaha menyelamatkan pria itu.

Tanpa pikir panjang Bella langsung membersihkan mulut Marcel, memberikan nafas buatan dan memiringkan tubuh Marcel. Segala cara Bella lalukan bahkan mengorek mulut Marcel berharap bisa mengeluarkan semua obat itu.

Hingga akhirnya Marcel memuntahkan semuanya dan tersadar dengan nafas yang tersengal dan kepala yang terasa sakit. Tidak berapa lama kemudian dokter datang dan segera memberikan Marcel pertolongan selanjutnya.

Vero dan para pelayan yang sempat mengabaikan Bella kini beralih menatap heran padanya. Sedangkan Bella hanya terdiam di samping Marcel. Membuat Vero langsung menariknya keluar dari kamar pribadi Marcel.

"Sedang apa kamu di sini nona Isabella? Lebih baik kembali ke kamarmu. Pelayan akan segera memberikan pakaian untukmu," titah Vero. Menarik tangan Bella.

"T-tapi aku masih mau lihat Marcel dan aku harus tau keadaannya. Biarkan aku di sana menemani dia sebentar saja," bantah Bella. Menahan tarikan tangan Vero.

"Dia tidak mengharapkan kehadiranmu nona. Lagi pula kamu tidak perlu mengkhawatirkannya!"

Vero memaksa Bella masuk kedalam kamar setelah itu menguncinya dari luar. Tapi Bella tetap berada di dekat pintu berharap mendengar sesuatu tentang keadaan Marcel. Walau yang dia dengar hanya suara langkah kaki berlalu lalang.

"Aku harap kamu baik-baik saja dan semoga kamu di berikan keselamatan." Doa tulus terucap dari bibir Isabella untuk orang yang sudah menyakitinya.

Berbeda dengan Bella, para gadis lain di ruangan mereka malah berharap agar kali ini Marcel mati saja. Mereka ingin segera terbebas dari kebiadaban Marcel. Tidak ada satu orangpun yang mendoakan keselamatannya selain Bella.

Semua orang selalu memandang Marcel sebagai orang gila yang kejam dan menyiksa siapa saja meskipun mereka tidak bersalah. Bahkan bila boleh jujur Marcel pun membenci dirinya yang sekarang yang penuh rasa dendam dan sakit.

"Aku yakin kamu pria yang baik Marcel. Aku juga tau kamu melakukan ini padaku sebagai bentuk rasa sakit atas kehilangan keluarga mu. Aku harap kamu bisa memaafkan semuanya nanti," ucap Bella lagi.

Setelah lama menangani Marcel akhirnya dokter berhasil memulihkan keadaan nya dan Marcel pun tersadar. Dia selamat sekali lagi dari percobaan bunuh diri yang sering dia lakukan untuk mengilangkan penderitaan nya.

=========================
Jangan lupa vote dan komen untuk membantu mengembangkan karya ini.

Isabella - "A" series #1[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang