7. teman pertama.
Moza mengendap-endap mengikuti pemuda itu dari belakang. Sesekali bersembunyi di balik dinding saat Angga menoleh ke belakang.
Saat ini, semua murid Andelius tengah memasuki jam istirahat. Setelah kejadian di kelas tadi, Moza memutuskan untuk mengekori Angga diam-diam sebab ia tidak tahu harus ke mana. Moza mempraduga bahwa berdiam diri di kelas akan membosankan terlebih ia tidak mempunyai teman.
"Keluar!"
Moza menahan kakinya di udara dengan tubuh sedikit tersentak kaget, tak lama menurunkan kakinya secara perlahan. Dia menggigit bibir kala melihat Angga berhenti di tengah koridor dengan posisi membelakanginya.
Sepertinya, pemuda itu sudah menyadari keberadaan Moza sejak tadi.
"Gue bilang keluar!"
Moza jadi meringis takut sambil mengencangkan gigitan pada bibir bawahnya. Perlahan menuruti perintah Angga sambil memilin jari telunjuk. Kemudian berhenti tepat di belakang pemuda itu.
Angga menatap Moza dengan raut datar namun kesal di lubuk hatinya. "Gak ada kerjaan lo?" Bentak pemuda itu. Moza langsung menunduk sambil mengepalkan tangan berusaha mengenyahkan rasa takut kendati tangannya sudah panas dingin.
"M-maaf ... Moza kan enggak kenal siapa-siapa di sini, Moza cuma tahu kamu doang," cicitnya sambil berusaha menguasai diri. Melihat keterdiaman Angga, Moza memberanikan diri untuk mendongak. "Kamu ... malu ya kalau deket-deket sama Moza?"
Kemudian menunduk sambil terkekeh, kekehan yang terkesan memilukan nan miris jika didengar. "Kamu juga pasti malu temenan sama Moza kayak yang lainnya," gumamnya sebelum kembali mendongak.
Paham dengan apa yang Angga rasakan juga ia tak mau nantinya ada anak murid yang melihat kedekatan mereka berdua dan berakhir merusak reputasi Angga di sekolah ini, Moza memilih untuk pergi saja.
"Yaudah, Moza pergi dulu ya!" Meninggalkan senyum amat lebar hingga matanya menyipit tak lupa ia melambaikan tangan berulang kali. Angga jadi terperangah seperkian detik karena senyuman gadis itu.
Menatap punggung mungil Moza sampai menghilang dengan sempurna, Angga mendengus setelahnya. Melanjutkan langkah yang sempat tertunda dengan pikiran melayang entah ke mana.
Jadi berdecak saat ponselnya berdering. Ingin tak menjawab panggilan telepon itu namun diurungkan setelah tahu siapa si penelpon. Mau tak mau, Angga mengangkatnya.
Di detik pertama, Angga hanya mendengar suara kekehan di sebrang sana. Keheningan terus terjadi hingga detik-detik menjelma menjadi menit. Karena tak tahan, Angga memilih untuk mematikannya namun si penelpon mampu mengurung niat Angga karena dia baru membuka suaranya.
Terkesan sengaja ingin menguji kesabaran seorang Anggara Sadewa.
"Santai-santai, buru-buru mau matiin aja."
"Gimana? Masih terus ngebelain pelacur itu? Gak mau ngakuin aja kesalahan yang dia perbuat?
"Btw, kata Nasya lo punya cewek ya? "
KAMU SEDANG MEMBACA
3 WISHES
Teen FictionTahu hal apa yang paling Angga benci di dunia ini? Melihat gadis gila bertubuh mungil yang selalu mengenakan gardigan dan bando merah datang menghampiri dengan senyum amat lebar sampai matanya itu menyipit. Gadis bersuara khas layaknya orang flu y...