🌈| 24 - WRONG DARK PAST

315 34 8
                                    

24. wrong dark past










"Papa ampun Pa. Jangan pukul lagi, sakit ..."












Pria tua di depan sana meluapkan amarahnya lewat cambukan yang ia gunakan. Setelah dirasa cukup puas, Gilang menarik putrinya--memaksa gadis malang itu untuk bangun padahal tubuhnya sudah lemah.

Moza memukul berulang kali tangannya saat Gilang mencekik lehernya dengan amat kuat. Moza merasa tubuhnya membentur dinding sangat keras. Tubuhnya benar-benar lemas tak berdaya, matanya meredup tatkala Papanya mulai mematikan lampu. Membiarkan dirinya dinaungi kegelapan dan rasa takut serta berteriak meminta pertolongan.














Gilang berjalan cepat menuju meja pantri yang ada di dapur. Menenggak hingga habis minuman beralkohol tinggi yang ada di sana.

"BANGSAT!" Umpatnya. Semua botol beralkohol di hadapannya sudah terhempas mengenaskan di lantai.

Matanya sudah memerah akibat terlalu banyak meminum alkohol juga pengaruh dari dia yang tengah menahan tangis serta amarah.

"Sayang ... kamu masih hidupkan?" Kemudian terkekeh sendiri bertepatan dengan air matanya turun. "Kamu masih hidup sayang. Kamu ... Kamu belum mati, kamu belum mati."

Pria tua itu terus menggelengkan kepalanya dengan raut sedih. "KAMU BELUM MATI!" Hingga berakhir memekik kencang.












Bayang-bayang malam itu kembali muncul. Malam di mana dia melihat sang istri meregang nyawa, dan bertepatan dengan itu ia melihat putrinya mencabut pisau dari perut Senja, istrinya.





"Sialan! Anak sialan!" Dia terus menangis di meja pantri. Menjatuhkan wajahnya di sana sambil terus menggeleng. Wajah Gilang kian memerah. Tak lama dia terkikik sendiri. Benar-benar seperti orang yang telah kehilangan akal sehat.

"Tenang sayang. Aku akan siksa pembunuh yang udah bunuh kamu." Kikikan pelan itu kini berubah menjadi tawaan menyeramkan.

"AKU AKAN SIKSA ANAK SIALAN ITU! AKU AKAN BUNUH! BIAR DIA NGERASAIN APA YANG KAMU RASAIN."

Gilang membanting semua benda yang ada di atas meja pantri secara brutal. Dia memukul dadanya berulang kali karena merasa sesak. Gilang kehilangan istrinya tepat dua tahun lalu, Gilang kehilangan Senjanya.







"Brengsek! Gue gak punya anak pembunuh! Anak gue cuma satu."





Lima belas menit menangis sambil menelungkupkan wajahnya di lipatan tangan. Isak tangis Pria tua itu masih terdengar. Perlahan Gilang mendongakkan pandangannya, wajah frustasi dan mata merah langsung tercetak jelas di sana.

Kehilangan sosok yang benar-benar ia sayangi itu menyakitka. Terlebih jika wanita yang ia cintai mati dalam keadaan mengenaskan, ditikam oleh putrinya sendiri.









_____________________

Malam itu, Gilang terbangun karena suara bising dari lantai bawah semakin menjadi-jadi. Dia merentangkan tangannya ke samping, sedikit terkejut karena Senja--Sang Istri--tidak ada di sana. Gilang langsung bergegas mencari keberadaan istri tercintanya itu.

Semula, Gilang merasa biasa saja karena mengira Senja berada di dapur untuk mengambil minum. Tapi dugaan itu goyah saat ia mulai melangkah menuju kamar putra dan putrinya. Di sana terdengar suara keributan. Langkah Gilang semakin gontai lantaran mendengar isak tangis sang Putra sambil menyebut Istrinya.

3 WISHESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang