🌈| 18 - KEPUTUSAN ANGGA

382 33 7
                                    


b

ab kali ini agak panjang, ramein ya ^^






18. keputusan Angga












Rafka : minggu depan, di lapangan deket komplek Rexana

Rafka : can't wait


























Angga menghela napasnya berat, tangannya meremat ponsel begitu kuat sampai urat di tangannya terlihat. Gimana bisa Rafka bilang minggu depan? bahkan sampai hari ini saja Moza belum memulai latihan basket sama sekali.

Angga rasanya ingin membumi-hanguskan Moza detik ini juga. Jika saja gadis itu tidak menerima tantangan Nasya, pasti sekarang dia tidak perlu pusing-pusing seperti sekarang ini. Mana perjanjiannya tidak bisa dibatalkan.

Sebenarnya, Angga bisa saja membatalkan perjanjian yang Moza dan Nasya buat. Tapi ... risikonya sangat bahaya, Moza bisa dijadikan target bejat oleh adik sialannya itu.

Ya ... ada baiknya juga sih dari tantangan ini. Jika Moza menang, maka Rafka beserta kawan-kawannya tidak akan mengganggunya lagi. Maka dari itu, Bundanya akan aman. Harus digaris bawahi, JIKA.

Nasya itu pandai sekali bermain basket. Sedangkan Moza .... kalian tahu sendirikan. Ah, Angga jadi menghela napasnya lagi.








Mata tajamnya menyelusup ke seluruh sudut Andelius setelah memasukkan ponselnya ke dalam tas. Mau tidak mau, mulai hari ini Angga akan mengajari Moza cara bermain basket.

Tapi, di mana gadis berbando merah itu sekarang? Giliran tidak dicari, Moza akan muncul. Sekarang, lagi dicari, tak muncul juga batang hidungnya.








"ANGGA!"











Tanpa Angga harus bertanya siapa sang pemilik suara pun ia sudah bisa menebaknya. Benar-benar seperti jalangkung.








Di sana, Moza terlihat kesusahan saat menghampirinya. Kemarin, jalannya terseok-seok, dan sekarang lebih parah. Bahkan terlihat diseret saat berjalan. Apa ... lukanya semakin parah?










Moza melempar senyum lebar ke arah Angga. Baru sadar dirinya berdiri sangat dekat dengan Angga, ia langsung memundurkan langkah.

"Hehehe, selamat pagi!" Seperti biasa, senyum hangat dan suara antusiasnya menyapa gendang telinga Angga. Ah, jangan lupakan senyum manis nan lebar milik Moza yang selalu terukir dengan cantik.

Angga sedikit tertegun kala memandangnya. Bukan, bukan karena senyuman gadis itu, melainkan luka yang ada di area kening dan pelipisnya semakin banyak. Ditambah, bagian pipi kiri Moza terlihat sedikit lebam. Mata gadis itu juga sangat sembab, hidungnya pun memerah.

Moza yang mendapat tatapan tajam seperti itu jadi menunduk, susah payah menelan salivanya. Ia menganggap bahwa Angga pasti marah karena tadi ia tak sengaja menatapnya. Padahal, alasan lain menyertai tatapan tajam milik Angga itu.

Napas Moza mulai tak beraturan. Dia meremat kuat tangannya. "Angga, maaf Moza enggak sengaja natap Angga. Angga mau ... pukul Moza ya?"

Mendengar itu, Angga langsung menerjab berulang kali sambil membuang pandangannya. Baru sadar jika ia terlalu lama mengamati luka-luka di wajah Moza.

3 WISHESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang