2

8K 653 63
                                    

Ducati Hypermotard 939 berwarna merah melaju dengan kecepatan tinggi, supermotto seharga 480 juta-an tersebut terdengar garang dengan suara knalpot yang telah di modif. Rakana, si pengendara supermotto  dengan mesin berkapasitas 937 cc dengan power sebesar 81 Kw dan juga torsi sebesar 95 Nm merasa pemilik jalanan. Dirinya terus saja menarik gas. Tak peduli dengan klakson yang bersahutan dari pengendara lain. Dirinya terus saja menarik gas.

Kejadian di sekolah tadi membuatnya kesal. Bu Mayang yang sok perhatian, guru BK yang senang sekali menghukumnya dan Pak Usman yang selalu direpotkan, semuanya membuat muak. Terlebih Ayahnya yang tak peduli sama sekali. Ayah yang harusnya bertanggung jawab akan kehidupannya kini memilih menyibukkan diri dengan bekerja.

Supermotto itu berhenti di kelab malam yang memang sering dia datangi. Setiap malam tempat ini tidak pernah sepi oleh pengunjung. Rakana salah satu pelanggan tetap di sana yang tak pernah absen. Setiap malam pasti dia akan berkunjung ke sana untuk sekedar duduk santai dengan sebotol vodka.

"Bro, tumben datang jam segini?" tanya bartender bername tag Gory. Laki-laki di depannya hanya tersenyum culas lalu mengesap rokoknya. Bibir itu terbuka dan meniup asap rokok yang baru saja dihembuskannya.

"Biasa, Ri. Pak Usman masih kangen sama gue." Rakana mengambil gelas kecil berisi cairan bening dan meminumnya sekali teguk. Dirinya mengernyit sedikit ketika rasa nikmat vodka memenuhi mulutnya.

Gory hanya menggelengkan kepalanya. Bocah di bawah umur ini sudah lama di kenalnya. Bahkan Gory hapal betul apa yang terjadi pada diri Rakana. Kekurangan kasih sayang dan perhatian dari seorang Ayah membuatnya berontak.

"Ri, tambah." Rakana mendorong pelan gelas yang digenggamnya tadi. Kembali satu gelas vodka ditandaskan sampai kosong.

"Lagi," ucap Rakana. Gory hanya tersenyum kecil. Biasanya Rakana akan langsung mabuk jika dirinya meneguk kurang dari enam gelas.

Gelas ke enam, Rakana mulai mabuk. Dia merebut satu botol vodka dari tangan Gory dan meminumnya. Tak hanya itu, Rakana berjalan perlahan ke ruang tarian dengan ditemani para penari erotis berpakaian kekurangan bahan.

Menggerakan badannya mengikuti musik yang dimainkan oleh DJ. Biasanya di kelab malam disediakan jasa DJ untuk menghibur para pengunjung. Genre musik yang sering dimainkan biasanya heavy metal, hip hop, house, techno, garage, salsa, dancehall dan lainnya.

Musik menggema, lampu kerlap-kerlip di hidup matikan membuat ruangan remang-remang. Rakana masih saja menari mengikuti alunan musik, sesekali meneguk vodka dan mengecup leher si penari secara sembarangan. Tak ada akhlak memang, Rakana terus saja menempelkan badannya pada si penari yang menawarkan jasanya. Seketika surga duniawi Rakana dapatkan. Dia lupa jika malaikat pencatat amal selalu menemaninya.

"Ah ... nikmatnya." Rakana hanya berguman sendirian setelah ditarik paksa oleh Gory. Bagaimanapun Dia masih di bawah umur.

"Riiii, mau kemana sih?" tanya Rakana dengan suara yang serak dan lemah efek mabuk.

"Lo duduk aja situ, anak bayi sok dewasa. Gue antar pulang ya?" Rakana merenggut. Dia berdiri berpegangan pada meja disampingnya.

"Gak ahhh ... gue kesepiaaan. Di rumaah sendirian," ucap Rakana dengan kepala terkantuk-kantuk.

"Mauuuu." Rakana merebut satu botol brandy dari tangan bartender disamping Gory.

Dia meneguk sampai setengahnya namun, Gory menarik botol brandy yang di tangan Rakana. Bocah itu sudah mabuk berat. Dia tidak mau terjadi sesuatu sama bocah SMA ini.

Jam empat dini hari, Rakana sampai ke rumah dengan keadaan mabuk berat. Dia tak sendiri karena ada Gory. Rumah megah ini terasa dingin karena sedikit berpenghuni. Hanya ada satu asisten rumah tangga dan satu tukang kebun yang seperangkat dengan penjaga rumah. Gory membantu Rakana berjalan ke dalam rumah. Kondisinya setengah sadar pengaruh dari minuman keras membuat kakinya kesemutan.

Dear, Rakana ✔ (Cetak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang