Toko perlengkapan alat-alat tulis sudah di depan mereka. Ustaz Taqy menyuruh Rakana turun dari mobilnya. Kedua laki-laki itu mulai berjalan memasuki area toko. Ustaz Taqy berjalan lebih dulu, di susul Rakana.
"Kamu tunggu di sini," perintah Ustaz Taqy. Rakana menurut saja , toh dirinya ingin menikmati udara segar.
Rakana duduk di kursi dekat jendela besar toko. Dia memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang. Kedua matanya tak henti memindai setiap gadis yang lewat di depannya. Ingatlah, jika dirinya termasuk laki-laki tengil.
Kedua matanya menyipit, perempuan berhijab hitam menarik perhatiannya. Dia melihat ke arah Ustaz Taqy. Dia sedang sibuk memilih-milih barang yang akan dibelinya. Tak ada salahnya jika Rakana pergi sebentar.
Dengan gerak cepat, Rakana keluar dari toko itu. Mengejar perempuan berhijab yang entah mengapa sangat menarik perhatiannya. Ketemu, perempuan itu tengah berada duduk disamping kedai es cendol.
"Hai, boleh duduk disini?" tanya Rakana basa basi. Perempuan itu menatapnya aneh dan penuh kewaspadaan. Perempuan berhijab itu tak menjawab. Dia pergi begitu saja tanpa menatap wajah Rakana.
"Yeh, malah pergi," gumam Rakana. Dia masih menatap perempuan itu dari belakang. Wajahnya yang manis, kulitnya putih dan bibirnya itu mirip seseorang yang pernah dilihatnya.
"Rakana Zidam!" seseorang merangkul pundak kurus Rakana. Orang itu seusianya. Awalnya Rakana cukup terkejut dengan orang yang menyapanya. Ternyata, Michael. Temannya dulu.
"Wah, Bro!" Rakana berjabat tangan dan berpelukan. Tidak di sangka mereka bisa bertemu lagi.
"Ngapain lo di sini?" tanya Rakana. Michael yang berwajah bule kampung itu hanya cengengesan. Dia juga tidak mengira akan bertemu dengan Rakana di sini.
"Liburan. Bokap beli vila baru daerah sini. Kalau lo? Bentar, gue tebak." Michael memperhatikan penampilan Rakana yang berbeda. Seragam pondok dan jas almamater pondok memang mencolok.
"Masuk pesantren?" goda Michael. Rakana hanya tersenyum masam.
"Jangan ngeledek, Lo," kesal Rakana. Dia memukul bahu Michael. Keduanya mengobrol bahkan bertukar kabar tanpa mengenal waktu.
Ustaz Taqy melihat semua yang Rakana lakukan. Di depan sana bocah itu kembali mengepulkan asap dari mulutnya. Sepertinya sejak tadi dia merokok lagi. Emosi, jelas. Ustaz Taqy menghampiri Rakana.
"Saya mengajak kamu untuk membantu, bukan untuk merokok!" geram Ustaz Taqy. Rakana terkejut. Cepat-cepat Rakana mematikan puntung rokok.
"Kan iseng, lo aja lama belanjanya. Ngalahin Tante-Tante hebring," bela Rakana. Ustaz Taqy tak menanggapi, dia memperhatikan penampilan Michael, anak itu berwajah bule dengan beberapa tindikan di telinga, tato kecil di leher dan lengan atasnya. Benar-benar pergaulan bebas.
"Siapa?" tanya Michael sambil berdiri. Michael dan Ustaz Taqy saling bertatap wajah bahkan mengirimkan sinyal-sinyal bahaya.
"Dia ...," ucapan Rakana terhenti ketika Ustaz Taqy menyelanya dengan cepat.
"Saya kakaknya, maaf, kami permisi," kata Ustaz Taqy bernada datar. Rakana ditarik paksa kembali. Dia hanya memandang kesal ke arah Ustaznya ini. Michael tersenyum lebar ketika Rakana memberikan isyarat lewat mulutnya tanpa suara. Setelah kepergian Rakana, senyuman lebar Michael berubah, tatapannya datar dan penuh tanda tanya.
🍀🍀🍀
Rakana kesal, kenapa mereka langsung pulang? Kenapa tidak pergi ke toko-toko untuk sekedar cuci mata? Kenapa mereka terdampar di warung nasi sederhana di pinggiran kebun teh?
"Kita mau makan, ya?" tanya Rakana sembari melihat menu makanan yang berjajar di etalase.
Bukan jawaban yang di terima Rakana, Ustaz Taqy berlalu meninggalkannya. Dia masuk ke area dapur, Rakana hanya bisa diam. Tidak berkata apapun. Dia tahu jika Ustaznya ini marah. Tapi masa bodoh. Dia tidak memikirkan itu.
Tidak lama, Ustaz Taqy keluar dengan seorang perempuan berkerudung putih dengan motif bunga-bunga kecil. Perempuan itu mirip sekali dengan Ustaz Taqy, Rakana yakin jika itu Ibunya sang Ustaz.
"Taqy pamit, Mi," Ustaz Taqy mencium tangan Uminya. Sejenak, Rakana terpaku. Kepalanya sedikit pening, bayangan hitam berserliweran di otaknya. Apa yang dilakukan Ustaznya ini seperti de javu? Rakana pernah ada di situasi seperti ini.
"Asalamu'alaikum," salam Taqy. Rakana menatap wajah perempuan di depan sana. Hatinya berdesir tak karuan.
"Kenapa senyum-senyum? Buang jauh-jauh keisenganmu itu." Rakana mengernyitkan dahinya, tak mengerti apa yang maksud Ustaznya ini.
"Apa nih?" Rakana mengejar Ustaz Taqy yang sudah keluar dari rumah makan itu. Meninggalkan perempuan yang masih terpaku melihat kepergian putranya.
Dia melihat bagaimana interaksi putra sulungnya dengan seorang santri ditempat putranya mengajar. Putranya selalu menjaga jarak dengan siapapun, tapi kali ini dirinya melihat, jika putranya sudah mengikis jarakanya itu.
"Apa dia yang kamu maksud, Nak?" lirih Umi dengan memandang sendu ke arah mobil yang mulai menjauh.
🍀🍀🍀
"Yang tadi siapanya lo?" tanya Rakana. Mereka sudah menjauh dari warung nasi tadi. Sungguh, Rakana penasaran siapa perempuan itu.
"Kenapa? Beliau Ibu saya," jawab Ustaz Taqy.
"Cantik, boleh gak gue ...," ucap Rakana kembali terhenti ketika dirinya membuang gas dengan suara keras.
"Alhamdulillah ... leganya." Senyuman lebar terpatri di wajahnya yang masih pucat.
"Ya Allah," ujar Ustaz Taqy yang langsung membuka kaca mobil. Kebiasaan Rakana selalu membuang gas dimanapun dan kapanpun. Tak tahu situasi.
"Kelepasan." Rakana menaikan kakinya dan duduk bersila. Dia menikmati pemandangan kebun teh yang luas, senyuman Uminya Ustaz Taqy membuatnya ikut tersenyum.
"Gue suka sama nyokap lo. Andainya gue tua dikit, pasti deh gue embat juga," gumam Rakana yang masih terdengar oleh Ustaz Taqy.
"Lo masih punya bokap gak? Siapa tahu nyokap lo cocok buat bokap gue. Lo berbagilah dikit punya nyokap cantik kayak gitu, jangan jadi konsumsi pribadi," kata Rakana dengan gembira.
Lagi, pukulan keras mengenai pundak kanan Rakana. Dia hanya tertawa mengejek ketika tatapan Ustaz Taqy seperti ingin memakannya.
"Enak aja, Saya masih punya Abi. Buang jauh-jauh pikiranmu itu," tekan Ustaz Taqy. Rakana hanya tertawa, sungguh, dia tak mengira jika leluconnya ditanggapi serius oleh Ustaz Taqy.
Rakana tertawa lepas, baru kali ini dia merasakan bahagianya. Lepas, bebas tertawa dan menjahili Ustaz tentunya. Tawanya terhenti ketika Ustaz Taqy menghentikan mobilnya.
"Kenapa berhenti?" tanya Rakana.
Ustaz Taqy menghadap ke arahnya dan bertanya, " bagaimana soal tiga pertanyaan saya waktu itu? Apa sudah ada jawabannya?" Rakana seolah berpikir, pertanyaan yang mana? Jujur saja, dia lupa jika ada tugas tambahan dari Ustaz Taqy.
Seolah mengerti, Ustaz Taqy tak bertanya lagi. Dia kembali fokus pada jalanan didepannya. Namun, pikirannya melayang saat melihat raut wajah Uminya tadi. Sudah diduga, raut wajahnya akan seperti itu. Sama seperti dirinya dulu. Saat pertemuan pertemuan dengan Rakana. Ada rasa yang berbeda yang menggelitiki hatinya.
"Ya Allah, kentut lagi!" kesal Ustaz Taqy saat bau tak sedap tercium oleh indera penciumannya. Rakana sebagai tersangka hanya ketawa lebar.
🍀🍀🍀
Jazakallah Kastiron, teman-teman yang sudah menyukai Rakana😘😘😘
Semangat puasanya💪💪

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Rakana ✔ (Cetak)
EspiritualPergaulan bebas adalah pola hidup Rakana. Hidup tanpa beban dan bebas sebebasnya. Selalu membuat onar sampai di keluarkan dari sekolah. Tingkah Rakana tidak baik membuat Ayahnya kesal dan berurusan dengan pihak sekolah. Berakhir pengusiran Rakana da...