3

7.1K 616 46
                                    

Pertengkaran yang terjadi pagi itu membuat Rakana kesal. Dia memaksakan diri pergi ke sekolah. Tak peduli dengan kondisi tubuhnya yang masih sempoyongan dan lemas. Jaket almamater dipakainya rapi, ia tak mungkin memakai jaket denimnya. Pasalnya jaket belel kesayangannya itu bau sekali. Bau sisa vodka semalam.

Langkahnya perlahan menuruni satu persatu anak tangga, tangan kanannya memegang satu batang rokok yang sudah tersulut api. Sesekali Rakana menghisapnya tanpa peduli paru-parunya tercemar nikotin.

Ruang makan dia lewati tanpa ragu, meskipun di sana ada Ayahnya yang sedang sibuk dengan laptop ultraportabel di depannya.

"Makan tuh laptop," gumam Rakana setelah meniupkan asap rokok dari mulutnya.

Sehari dirinya bisa menghabiskan dua bungkus rokok dan beberapa botol minuman keras. Keduanya menjadi teman sejati bagi Rakana, setiap dirinya gelisah maka rokok dan minuman keras sebagai temannya. Uang dari Ayahnya dimanfaatkan untuk membeli anggur merah, brandy, whisky, vodka dan champagne. Dari harga yang murah sampai termahal.

Motor Ducati yang menjadi kendaraannya masih terparkir di garasi. Rakana menghisap rokok dengan isapan yang kuat sebelum memakai bell motto-9 carbon flex helmet berwarna merah senada dengan motornya.

Suara knalpot sengaja digeber secara sengaja, ia berniat membuat Ayahnya tambah kesal. Biarlah dia jadi anak durhaka, toh jika ditanya malaikat dia akan menjawab semua karena Ayahnya. Rakana duduk angkuh di jok motornya, kedua matanya menatap ke arah kaca besar di mana tempat Ayahnya berada.

"Sialan, Gak peka banget sih?" Kesal Rakana yang masih menggeber gasnya.

Lama menunggu, sang Ayah yang diharapkan muncul dari balik jendela berujung kecewa. Ia hanya bisa tertawa menyedihkan di balik helmnya. Seharusnya dia tahu jika Ayahnya tidak akan melihatnya bahkan sekedar memberinya semangat.

Dengan rasa kecewa untuk kesekian kalinya Rakana mulai meninggalkan rumah. Rasa sesak dan kesal bersatu padu di dalam dadanya. Kenapa Tuhan begitu senang sekali mengacaukan hidupnya?

Rakana menarik gas dengan kecepatan tinggi. Dia tak peduli dengan yang lain. Yang dia inginkan saat ini pergi sejauh mungkin dari rumahnya. Jalan raya yang penuh kendaraan tak menjadikan alasan untuk tidak menarik sedikit gasnya. Dengan sedikit membungkukkan badannya, ia beraksi layaknya Marc Marquez dilintasan. Kedua matanya menatap tajam kedepan. Fokus kejalanan lurus di depan sana. Rakana tersenyum mengejek dibalik helmnya. Sensasi jalanan membuatnya bahagia, ia merasakan kepuasan tersendiri saat dia bisa menyalip sebuah truk besar, tak hanya itu, ada beberapa angkutan umum, busway, dan mobil di depannya langsung disalipnya. Rakana merasa melayang tanpa beban sampai dia menyenggol sebuah motor tanpa sengaja.

Untungnya dia mempunyai skill yang lumayan bagus, sehingga bisa menyeimbangkan motornya. Seolah tak terjadi apa-apa dia terus saja melaju lurus kembali menyalip sebuah ojek online.

Gerbang SMA terbuka lebar, suara khas knalpot Rakana membuat semua siswa minggir memberi jalan. Berjajar motor para siswa berbagai pabrikan dari mulai Yamaha, Honda, Ktm, dan yang lainnya. Tertata rapi sesuai batas parkiran. Rakana membuka helmnya sedikit mengacak-acak rambut hitamnya yang sedikit gondrong.

Tak ada yang menyapa, tak ada rangkulan teman, tak ada canda tawa dari teman sebayanya. Rakana tidak mempunyai teman kecuali teman berantem. Dia tipe anak yang ditandai, tidak boleh didekati, sekali dekat selamat tinggal hidup dengan tenang.

Rakana duduk sendirian di bangkunya. Rasa mual dan panas di perutnya kembali terasa. Dia menjadikan tangan kanannya sebagai bantal. Setidaknya tidur sebentar tak ada salahnya. Dengan menggumamkan nada dengan lirih Rakana mulai terombang-ambing kesadarannya.

Dear, Rakana ✔ (Cetak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang