15

5.3K 581 58
                                    

Pagi ini, Rakana kesal karena sudah diseret ke perpustakaan. Pelakunya adalah Ustaz Taqy yang tak mau kalah dengan Rakana. Awalnya aksi tarik menarik terjadi, bahkan Rakana sampai berpegangan pada pilar di depan gedung C. Dia tak mau ikut, karena sedang enak-enaknya rebahan.

Jangan harap Ustaz Taqy luluh, dia semakin kencang menyeret anak itu ke perpustakaan. Bukan tanpa sebab, ini menyangkut pertanyaan Rakana kemarin.

"Aw!" Rakana menjerit kesakitan saat sikunya terbentur kursi kayu yang didudukinya. Kedua matanya menatap tajam Ustaz Taqy yang sedang mencari buku di rak depannya.

"Ngapain sih? Pagi-pagi lagi enaknya rebahan digangguin."

Ustaz Taqy tidak menjawab, dia terlalu fokus pada jajaran buku yang ada di depannya. Ketemu. Buku dengan seratus empat puluh empat halaman itu diletakkan di depan Rakana. Ustaz Taqy duduk di depan Rakana. Wajah Rakana sedikit bercahaya karena efek lampu. Bukan karena air wudu. Maklum saja, cara wudunya saja masih koreksian.

"Kamu baca soal ini. Proses berpikir tentang alam semesta, manusia dan kehidupan dengan cara berpikir akan menambah keyakinan kamu. Setiap santri harus memecahkan tiga pertanyaan yang sangat mendasar jika mereka ingin mencapai keimanan yang kokoh," jelas Ustaz Taqy.

Rakana memperhatikan buku dengan seksama. Dia meragukan apa yang diucapakan Ustaznya ini menyesatkan. Bukan sesuatu yang aneh, karena Ustaz Taqy dan dirinya tak beda jauh. Sebelas-dua belas tingkat keusilannya.

"Kalau gue berhasil? Lo mau ngasih apa?" tantang Rakana dengan menatap wajah Ustaz Taqy.

Bukannya jawaban melainkan sentilan kasih sayang mendarat di kening Rakana.

"Dasar gak ikhlas, ini juga buat kamu sendiri. Kelangsungan hidup kamu," kata Ustaz Taqy dengan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.

"Sama kayak lo, ngajarin gue kan gak ikhlas, Ayah pasti ngirim duit banyak kan buat lo!" Rakana berbicara dengan wajah arogannya.

"Anak kecil, otak kamu perlu dicuci pakai air dengan campuran daun kelor, daun bidara, daun sirih dan bacaan rukiah," sewot Ustaz Taqy.

Keduanya saling menatap tajam. Keduanya merasakan hal yang aneh. Ustaz Taqy mengernyitkan dahinya ketika menajamkan penglihatannya. Dia baru menyadari ada tahi lalat di ujung hidung Rakana.

"Naksir lo?" Ustaz Taqy terkekeh menyesal menatap wajah Rakana.

"Perempuan salehah masih banyak di luaran sana," kata Ustaz Taqy sambil berjalan menuju rak buku.

"Baca itu, baru kita diskusi. Karena percuma kita diskusi kalau kamu tidak tahu apa-apa."

Rakana berdecak kesal. Kedua bibirnya misuh-misuh tak jelas. Tangan kanannya mulai membuka buku dengan tak berminat. Satu kata, dua kata sampai kalimat dibacanya membuatnya tertarik.

Dia membaca kisah nabi Ibrahim yang sedang mencari tuhannya. Ketika dewasa, nabi Ibrahim bertanya pada kedua orang tuanya, siapa yang menciptakan alam.

Nabi Ibrahim juga bertanya soal siapa yang menjadikan dirinya. Kedua orang tuanya menjawab jika merekalah yang menciptakan nabi Ibrahim. Kemudian nabi Ibrahim bertanya kembali, siapa yang menjadikan ayah dan ibu? Lalu orang tuanya menjawab jika mereka dilahirkan kakek dan nenek. Terus saja seperti itu.

Ustaz Taqy melihat Rakana yang sedang membaca. Ternyata anak itu terlihat serius sekali dengan bacaannya. Sampai mereka lupa akan ada kelas sebentar lagi. Tetapi Ustaz Taqy mengurungkan niatnya untuk meninggalkan perpustakaan.

"Bagimana? Apa yang kamu temukan?" Rakana menatap wajah Ustaz Taqy. Dia menelan ludah sebentar lalu kembali mencari jawaban yang diminta Ustaz Taqy.

Dear, Rakana ✔ (Cetak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang