17.0 : Kacau

92 22 14
                                    



You broke up.
so don't say that
you've lost me.
Say that you were
the one who let me go...



•••



Atha meletakan sendok dan garpu terbalik di mangkuk mie ayam yang sudah kosong. Hanya bersisa sedikit kuah. Ia meraih gelas berisi es teh manis, di minumnya sebelum mengerjapkan mata. Di kantin sekarang ini masih terlihat ramai, walau bel masuk sebentar lagi akan terdengar. Atha meletakan gelas yang kini hanya bersisa es batu, menatap lurus Mars.

"Kenapa lo?" tanya Atha sembari iseng memainkan sedotan di gelasnya. Mars tidak langsung menjawab, ia mendengus. Merapihkan sedikit rambutnya sebelum dagu gadis itu terangkat.

Atha mengikuti arah tunjuk Mars, disana mata tajamnya tertuju.

"Tha—"

"Wah, abis ini kalo gue gak balik bilang ke Pak Galak gue di uks ya magh kambuh," potong Atha cepat. Gadis itu menyentakan kaki kala berdiri, menghela nafas kasar. Ia berjalan menuju arah tunjuk Mars tadi dimana ada Arvin disana bersama dengan Kania. Entah kebetulan bertemu atau bagaimana, yang jelas emosi Atha tersulut.

"Aduh kalo sampe nangis lagi itu anak, abis kayaknya muka si jamet ama Iki," gumam Mars, ia menggeleng-gelengkan kepalanya.

Atha berjalan secara cepat dan kesal, sengaja berhenti tepat di hadapan Arvin sebelum tersenyum sinis. Ia segera pergi dari situ meninggalkan Arvin tanpa sepatah katapun. Pemuda itu membasahkan bibir mendesah lelah, ia memundurkan langkah.

Menatap Kania, gadis itu menatap polos dengan alis keduanya yang terangkat. Bibirnya menyungging senyum.

Arvin menyusul gadisnya yang tengah menggerai rambutnya, meletakan karet berwarna hitam di lengan kirinya. Atha menyisir rambut sambil berdecih. Ini random, tapi Atha ingin segera pulang ke rumah. Mau mengurung diri tidak ingin di ganggu oleh siapapun.

Love is bangsat. Arvin masternya bangsat. Gitu kalau kata Atha.

Namun sekeras apapun ia menghindar, Arvin tetap bisa meraih lengan kirinya. Membuat badan gadis itu berputar menghadap Arvin, matanya berubah sayu. Arvin menarik Atha menepi, gadis itu masih tidak menolak tangannya yang di genggam Arvin.

Atha mengatur nafasnya, meredam semua emosi yang bisa saja keluar saat ini. Detik ini. Ia melepas pelan tangannya, memberi jarak antara ia dan Arvin.

"Tha, itu kebetulan," mulai menjelaskan lagi, Atha mendengus keras. Ia mulai malas mendengar segala alasan Arvin kini. Sebab selalu pemuda itu ulangi lagi.

"Explain, anything," suaranya tegas, sorot matanya berubah tajam. Atha menggigit bibir, ia memalingkan wajah ke arah lain.

"Iya gue jelasin, di kelas," Arvin membujuk Atha dengan suara lembut.

Atha menurut saja. Gak enak juga ngobrol di koridor kayak gini apalagi Atha bisa menafsir kalau ada keributan besar nanti. Ia bisa pastikan kalau segela penjelasan Arvin akan menyakiti dirinya. Atha sudah tau, Atha sudah bisa menebak.

Dengan suasana tegang hingga masuk ke kelas, Atha memilih duduk memberi jarak dari Arvin. Ia paham bahwasannya Atha sedang tidak ingin berdekatan dengan dirinya.

Rina sempat ingin memisahkan keduanya karena merasa suasana sangat tegang dan Atha sudah siap mengomel. Tapi melihat Arvin bisa membalik situasi, Rina mengurungkan diri. Disana Rea tidak ingin ikut campur tapi bersiap jika ada ribut besar ia sudah bisa menarik Atha di posisi ini. Echa di keluar lagi pergi ke koprasi bersama Aira. Mars belum balik dari kantin. Sementara Ara duduk di pojokan hanya memandangi.

Eglantine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang