10. Martabak Manis

39.2K 3.4K 185
                                    

WARNING!!!⚠️⚠️

TOLONG COMMENT,KALAU ADA KESALAHAN PENULISAN/TYPO!!!⚠️⚠️⚠️

ENJOY!!

ENJOY!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Kita sudah beri tau orang tua Lina,tinggal orang tua kamu saja Edo,"

Leo menyilangkan kakinya dihadapan dua orang tersangka ini.

Edo menunduk malu. "Saya sudah memberi tau ayah saya kak,kalau saya mau menikahi Lina,"

Lina yang mendengarnya terkejut lalu menoleh kearah Edo. "Kapan?" Tanyanya.

"Kemarin malam," jawab Edo.

Leo mengangguk-anggukan kepalanya. "Saya dan Karin setelah ini akan mempersiapkan keperluan pernikahan kalian,jadi kalian tidak perlu repot-repot mempersiapkannya lagi"

"Tapi,siapa yang ngebiayain ini semua,Kak?" tanya Lina.

"Papamu,"

"Gimana kalau saya patungan sama papa Lina,kak? Saya juga harus bertanggung jawab," ujar Edo

"Papa Lina hanya ingin kamu untuk menikahi Lina saja,itu sudah dia anggap sebagai tanda tanggung jawab kamu, terhadap apa yang kamu lakukan terhadap Lina," ujar Leo

"Tapi kak,Lina kasihan sama Karin. Karin cinta sama Edo,tapi Lina udah rusak semuanya!"

Leo menghela nafasnya. "Semua sudah terjadi," ujarnya.

"Saya boleh tanya,kak? Bagaimana keadaan Karin sekarang? Soalnya beberapa hari ini saya tidak pernah bertemu dengan Karin," tanya Edo

"Karin sedang tidak baik-baik saja. Itu juga karena kesalahan kalian! Saya menyuruhnya pulang hari ini,untuk istirahat,biar dia nggak terlalu kepikiran,"

Tiba-tiba,air mata Lina menetes dikedua pipinya. "Maafin Lina,Kak! Lina emang salah! Lina khilaf waktu itu!"

"Minta maaf sama Karin,dan orang tua kamu! Jangan ke kakak!" ujar Leo dingin.

"Udah,Lin! Nanti janinnya kenapa-kenapa, Ini semua udah diatur sama yang kuasa!" ujar Edo menenangkan Lina.

Leo menghela napasnya. "Saya pergi dulu. Edo jaga Lina,kata dokter usia kandungannya masih rentan," uajrnya kemudian,lalu pergi dari cafe tempat mereka bicara.

Leo mengendarai mobilnya menuju kearah rumah keduanya.

Rumah keduanya ini tampak lebih sederhana daripada rumah orang tuanya. Rumah ini adalah rumah yang ia beli dari hasil kerja kerasnya sendiri. Ya,walaupun tidak bagus-bagus banget,yang penting nyaman dihuni.

Setelah merebahkan dirinya di sofa,seketika pikiran Leo teringat kepada Karin yang menangis saat pulang dari rumah Om Herman. Tepatnya,ia menangis karena mengingat orang yang dicintainya akan menjadi suami orang. Sudah hamil pula yang mau dinikahi.

Sebetulnya,setelah pulang dari rumah Om Herman tadi,Karin ikut berunding bersamanya,Lina dan Edo. Namun,dia sudah terlanjur menangis terisak dan penampilannya pun sudah acak-acakan. Jadilah,Leo mengantar pulang gadis tersebut ke kos-kosannya,dan Leo berangkat sendiri.

Karena perasaan Leo tidak enak,akhirnya ia pun berniat menelfon Karin.

"Halo? Kamu tidak apa-apa kan?" ujar Leo kepada Karin,yang baru mengangkat teleponnya

"Ha-lo,pak. Iya lumayan hiks," ujar Karin diseberang sana,masih dengan suara seraknya.

"Kamu masih belum berhenti nangis?" tanya Leo

"Sedikit reda,pak. Namanya juga lagi patah hati pak," ujar Karin

"Apa perlu saya kesana? Saya temani?" tanya Leo

"Nggak,pak,nggak usah! Saya sudah nggak apa-apa,lagian besok pasti juga lupa!" Tolak Karin

"Oke, saya sampai di sana kurang lebih 10 menit lagi," ujar Leo lalu mematikan sambungan teleponnya.

Ia memakai jaketnya lagi lalu bergegas keluar rumah.

Kurang dari sepuluh menit,ternyata Leo sudah sampai didepan kos-kosan Karin.

Sebelum Leo mengetuk pintu kosan Karin,ternyata pintunya sudah terbuka duluan. Terlihat,gadis dengan muka yang lebih kusut daripada sebelumnya sedang berdiri dihadapannya sambil memeluk guling.

"Kenapa Pak Leo kesini? Saya sudah bilang kalau saya nggak---"

Ucapan Karin terpotong karena Leo menyodorkan sebungkus martabak manis kehadapan Karin. "Makan!"

"Kan jadinya ngerepotin,pak! Saya jadi sungkan!" ucapnya cemberut.

"Saya lebih repot lagi kalau kamu, nggak makan makanan ini," ujar Leo,sambil mendorong bahu Karin,agar ia masuk kedalam rumah.

"Ya udah deh,makasih pak!" jawab Karin,yang hanya diangguki Leo.

Karin membuka bungkusan Martabak manisnya. Seketika matanya berbinar melihat topping yang ada di martabak manis tersebut. "Wah,kacang? Darimana bapak tau saya suka topping kacang?"

Leo tersenyum tipis. "Hanya menebak,"

"Wah,ada coklatnya juga! Darimana bapak tau saya juga suka topping coklat?" tanyanya lagi,dengan antusias.

"Hanya menebak," jawab Leo.

"Pak Leo kalau nebak pas banget!" sahut Karin,lalu memakan potongan martabak manisnya.

Leo terkekeh kecil. "Leo memang cerdas," ucap Leo membanggakan diri.

"Pak Leo mau? Nih," Karin menyodorkan satu potongan martabak rasa coklat kepada Leo. Dengan refleks,Leo membuka mulutnya dan memakannya.

Leo mengusap sisa coklat di ujung bibirnya. "Eum.. enak!" ujarnya

Karin menyadari jika secara tidak langsung,ia menyuapi bosnya itu. Seketika ia jadi gelagapan sendiri.

"Eh,maaf pak. Saya nggak bermaksud--"

"Tidak apa-apa," jawab Leo.

"Jadi,tambah nggak enak,"

Leo menggelengkan kepalanya lalu tersenyum simpul. "Jadi,besok masih kuat kan,menghadapi fakta dan realita yang ada? Kan sudah saya belikan martabak manis?" tanya Leo,seraya tersenyum geli.

Karin tertawa karenanya. "Haha,iya pak,siap kok! Tenang saja!" jawab Karin,yang diikuti tawa Leo.

"Kok deg-degan ya?" Ujar Karin dalam hati.

***

Setan be like: Kacang mahal,kacang mahal. Gini ya,rasa nya jadi orang ketiga.

Terimakasih sudah sempatin waktu kalian buat baca karyaku,love buat kalian❤

Bos Leo Nyebelin! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang