Selamat membaca
___mohon maaf jika ada typo ___
🍁
"Kamu tau kesalahan kamu pagi ini, Janu?!" Suara Bu Elin menggema di lorong kelas, matanya menatap tajam dari balik kacamata.
"Telat, rambut acak - acakan, seragam tidak lengkap, dan muka babak belur begini. Kamu mau jadi preman di sekolah?! lanjutnya.
"Sebentar, Bu, biarin saya menjelaskan kronologi yang sebenarnya. Gak boleh suuzhon, dosa."
"Alah, berantem lagi kamu kan?! Kamu tuh bisanya cuma buat onar aja, bikin repot semua orang, kapan kamu ini benernya." Bu Elin memijit keningnya pelan.
"Saya belum ngomong apa - apa loh, Bu."
"Gak terima alasan apapun. Sekarang lari keliling lapangan dua puluh putaran. Jangan berani kabur, atau saya tambah hukumannya," ucap Bu Elin lalu melangkahkan kakinya masuk ke ruang piket.
Janu yang hendak protes, langsung mengatupkan kembali rahangnya dan menghela nafas pelan.
Selalu, Janu sudah terbiasa. Mendapatkan pandangan buruk dari orang lain bahkan guru sekalipun sudah makanan sehari - harinya.
Pembuat masalah, merepotkan orang lain, biang ribut, nakal, bisanya bikin malu orang tua.
Namanya manusia ya begitu, satu kebaikan pasti akan lenyap jika ketauan satu keburukannya.
Menyimpan tasnya di pinggir lapangan, Janu mulai berlari, memulai hukumannya pagi ini dengan rasa sakit yang kembali terasa di bagian perut dan dadanya.
🍁
Setengah jam berlalu, akhirnya Janu menyelesaikan hukumannya. Kini ia sedang duduk lesehan di sebuah pohon. Tangannya mengibas di depan wajah, berusaha menghilangkan hawa panas. Seragamnya sudah ia buka sejak tadi. Sekarang ia hanya mengenakan kaos polos berwarna hitam.
Jam istirahat sekitar satu jam lagi. Sudah kepalang tanggung, jadi mending bolos saja sekalian.
Janu meraba pelipisnya, plester beruang ini masih menempel di sana. Dan memang Janu tidak berniat melepasnya.
Masih sedikit menyesal kenapa kemarin ia sampai lupa menanyakan nama gadis itu.
Debaran aneh itu datang lagi, Janu jadi tersenyum sendiri.
Dari sekian banyak perempuan yang di dekatinya, baru kali ini ia merasakan hal seperti ini.
"Gue pikir lo udah jadi mayat."
Janu di kagetkan dengan suara Juna yang tiba-tiba sudah duduk anteng di sebelahnya dengan tangan yang memegang botol minuman.
"Sialan, Junaedi," Janu langsung merebut botol minuman itu dan menghabiskannya. "Thanks ya, tau aja lo gue lagi haus."
"Kampret emang, itu minuman gue," seru Juna tidak terima melihat botol minumnya kini hanya berisi udara kosong. "Mana masih ngutang lagi."
"Enggak boleh pelit sama orang ganteng, dosa."
"Gik bilih pilit simi iring ginting, disi. Bacot, gantiin pokoknya," seru Juna masih tak terima.
"Iya - iya, berisik banget lo, ah." Janu memejamkan mata, semilir angin menerpa wajahnya. "Btw, gue jadi imut kan pake plester beruang ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Fakboy Alim
Teen Fiction[ Sudah terbit ] [ PART TIDAK LENGKAP ] Cerita ini pernah di ikutkan dalam event #35 part challenge ramadan series Best cover by eci_graphic [ Teenfiction - spiritual ] "Gue maunya jadi imam di hidup lo aja, gimana? _________ Si trouble maker dan fa...