Selamat membaca
___mohon maaf jika ada typo ___
🍁
"Maafkan sikap Alfi ya Janu. Kalau kamu mau, saya bisa memasukkan kamu ke sekolah lain," ucap Kamal."Enggak usah, Om." Janu menggeleng.
Setelah kepergian Lavya, Kamal yang akan bertanggung jawab atas kehidupan Janu. Ini semua permintaan Lavya, dan Kamal tidak mungkin menolaknya.
Semua kemungkinan buruk yang terjadi sekarang, Kamal tau Janu masih merasakan kehilangan. Apalagi dengan kejadian sekarang, emosi Janu akan menjadi tidak karuan jika tidak ada yang mengontrol.
"Tapi, kamu harus tetap melanjutkan sekolah Janu."
"Om...," Janu menatap Kamal. "saya belum kepikiran untuk melanjutkan sekolah, lagipula percuma. Mama dan papa udah gak ada, saya mau ngebanggain siapa?"
Kamal menghela nafas, "Kamu bisa banggain diri kamu sendiri. Kasian mama dan papa kamu kalau liat kamu seperti ini."
"Maaf, Om. Tapi saya gak bisa."
"Jan--
Suara tangisan dari arah tangga membuat Janu dan Kamal menoleh seketika. Di sana ada Bi Inu yang sedang menggendong si kecil Byan.
"Maaf tuan, den kecil kebangun tadi," ucap Bi Inu.
Janu menatap Byan yang sesegukan di pangkuan Bi Inu. Jujur saja ia merindukan laki-laki kecil ini datang ke rumah. Dan kehadirannya sekarang cukup mengangetkan Janu.
"Gapapa, Bi. Sini sayang, sama papa." Kamal berdiri, lalu mengulurkan tangannya. Namun, tak di sangka, Byan malah merentangkan tangannya ke arah Janu dengan muka bantal.
"By mu ndong ma maljan...," ucap Byan dengan suara serak.
"Sama papa aja ya? Mas Janunya mau istirahat, baru pulang sekolah," tukas Kamal.
"Nda mu!" Bibir Byan sudah melengkung ke bawah, bersiap menangis.
Janu langsung berdiri mendekat. "Gapapa, Om. Sini...."
Janu menggendong Byan, mendekap dalam pangkuannya. "Udahan nangisnya."
Byan kecil mengusap wajahnya, meta bulatnya menatap ke arah Janu. "By mu ain mbil."
"Sambil makan tapi ya?" Itu suara Kamal, Byan hanya mengangguk-angguk.
"Bi, siapin ya." Bi Inu mengangguk, lalu menuju dapur menyiapkan makanan untuk Byan.
"Saya titip Byan sebentar gapapa, Jan? Ada urusan yang harus saya selesaikan sekarang," ujar Kamal, setelah melihat notif dari ponselnya.
"Gapapa, Om. Saya gak keberatan."
"Saya pergi dulu kalau gitu. Byan anteng sama Mas Janu ya, jangan nakal, habisin makannya nanti." Kamal mengusap rambut Byan.
Setelah itu Kamal melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Janu dan Byan.
"Maljan kok iem ja?"
Byan sudah kehilangan ibunya di usia yang masih muda. Tidak jauh berbeda dengan keadaan yang sekarang di rasakannya, namun Janu belum bisa menerima kepergian mamanya.
Janu belum siap. Semua yang terjadi sekarang membuatnya sangat shock.
Kenapa Tuhan harus menghukumnya dengan cara seperti ini?
"Maljan ih!" Byan memberengut kesal karena Janu daritadi hanya diam saja.
"Bawel ih." Janu mencubit pipi chuby Byan.
"Ngan iem ja. By mu ain mbil Maljan, oleh?" Nada bicara Byan yang terdengar begitu menggemaskan membuat Janu sedikit tersenyum.
"Em, bayar ah. Ada harga sewanya," ucap Janu membuat Byan mengerutkan kening.
"By, nda ngelti ih."
Janu hanya terkekeh pelan. Lalu mendudukan Byan di sofa. "Tunggu di sini, di ambilin dulu mainannya."
"Yey!" Byan bersorak.
Janu melangkah ke lemari mainan miliknya, lalu mengambil beberapa mobil kecil di sana.
Bermain dengan Byan. Semoga Janu bisa sedikit menenangkan pikirannya sekarang.
___
Pukul sepuluh malam, Janu masih saja duduk di depan sebuah warung yang berada di pinggir jalan. Menghisap rokok yang berada di tangannya. Matanya menatap ke arah mobil yang lalu-lalang.
Pikiran-pikiran itu kembali muncul membuat Janu mendengus pelan.
Semua masalah datang bertubi, tidak membiarkan Janu untuk sekedar menghirup nafas. Cintanya yang harus bertepuk sebelah tangan, kepergian mamanya, lalu kini harus di keluarkan dari sekolah.
Entah bagaimana dengan masa depannya, Janu bahkan tidak tahun sekarang.
"Ma,sekarang Janu harus gimana?"
Matanya menatap ke arah langit yang kini terlihat indah karena tidak ada awan sama sekali membuat hamparan bintang begitu terlihat sekarang.
"Janu?"
Suara itu membuat Janu menoleh, ada dua orang laki-laki yang mendekat ke arahnya. Wajahnya tidak asing, Janu seperti mengenal salah satu dari dua orang itu.
"Kan bener si Janu. Jan, gue Hans, temen SMP lo." Laki-laki yang mengaku bernama Hans itu tersenyum lebar, menepuk bahu Janu.
Janu mengerutkan kening. Hans?
Ia mencoba mengingat-ingat wajah di hadapannya sekarang. Lalu, sekelebat bayangan muncul ketika dirinya yang pernah mencuri mangga tetangga bersama laki-laki seumurannya.
Ah, Janu ingat.
"Rambut pirang lo kemana sekarang?"
Hans terkekeh pelan, lalu duduk di samping Janu. "Model baru, Jan. Masa iya pirang mulu."
"Btw, ngapain lo di sini? Sendirian lagi? Merenung lo?"
"Bacot banget mulut lo, Hans. Ya suka-suka gue lah," ucap Janu sambil menghisap rokoknya.
"Udah lama gak ketemu, gimana nih kabar lo sekarang?" tanya Hans.
"Gue baru aja di drop out," jawab Janu sekenanya.
"Nganggur lo kalau gitu sekarang?"
"Ya begini, lo bisa liat."
Laki-laki yang datang bersama Hans menyenggol lengan Hans, mengisyaratkan sesuatu.
"Daripada merenung sendiri di sini. Mending lo ikut gue aja. Gue ada tempat bagus buat nenangin pikiran," ujar Hans.
"Sekalian gue mau nawarin sesuatu sama lo. Gue yakin lo bakal tertarik deh," lanjut Hans menepuk bahu Janu.
"Apa?"
"Masuk ke geng gue."
🍁
Gimana untuk part ini?
Jangan lupa vote dan komennya dari kalian.
Sayang banyak-banyak ❤️
Merkubear ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Fakboy Alim
Teen Fiction[ Sudah terbit ] [ PART TIDAK LENGKAP ] Cerita ini pernah di ikutkan dalam event #35 part challenge ramadan series Best cover by eci_graphic [ Teenfiction - spiritual ] "Gue maunya jadi imam di hidup lo aja, gimana? _________ Si trouble maker dan fa...