Selamat membaca
___mohon maaf jika ada typo ___
🍁
"Kay? Ng-ngapain di sini?" Janu berdiri kikuk.Kayana berjalan menghampiri Janu. Gadis itu kini terlihat anggun dengan gamis warna peach yang di padu dengan kerudung warna senada. Janu di buat tidak fokus sekarang, mengingat akhir-akhir ini gadis di hadapannya seperti ikut menjauhinya.
"Mama kamu sakit? Aku... gak sengaja denger obrolan kamu tadi, maaf," ucap Kayana, seperti biasa lebih banyak menunduk.
"Kenapa lo harus repot-repot buat nyamperin gue?" Alih-alih menjawab, kalimat itu meluncur dari mulut Janu membuat Kayana terdiam di tempat.
"Setelah lo ikut ngejauhin gue, sekarang lo dateng buat ngasihanin gue, gitu?" lanjut Janu membuat Kayana makin membeku.
"En-nggak gitu, aku...." Bibir Kayana terasa kelu.
Benar. Ia memang menjauhi Janu, tapi bukan karena masalah yang menimpa laki-laki itu sekarang. Tak sengaja tadi mendengar obrolan mengenai mamanya Janu, kakinya menuntun untuk melangkah mendekat.
Sungguh Janu tidak berniat apapun. Perasaan kesal yang bercokol di hatinya karena Kayana yang tiba-tiba menjauh, lalu masalah yang menimpanya membuat emosinya jadi labil akhir-akhir ini.
Atau, karena Janu rindu dengan Kayana?
Janu jadi bingung sendiri.
"Aku... kesini karena sekalian untuk menjen--
"Kay." Suara berat muncul memotong ucapan Kayana.
Janu menatap ke belakang tubuh Kayana. Di sana muncul laki-laki dewasa yang di balut dengan jas putih. Di tilik dari pakaiannya sepertinya laki-laki adalah dokter yang kebetulan bekerja di rumah sakit ini. Tapi, apa hubungan laki-laki ini dengan Kayana?
Rasa penasaran memenuhi hati Janu sekarang.
Kayana ikut berbalik, "Eh, Kak Fathur."
"Kenapa gak langsung ke ruangan?" ucap laki-laki yang di panggil Fathur ini, matanya melirik ke arah Janu, seperti meminta penjelasan.
"Ini... em ini Janu temen Kay, mamanya sakit, Kay sekalian jenguk dulu," jawab Kayana.
Fathur mengangguk, lalu tersenyum sambil mengulurkan tangannya. "Fathur, salah satu dokter disini dan... calon suami Kayana."
Demi mendengar akhir kalimat itu, Janu yang kini membeku di tempat. Denyutan tak enak kini di rasakannya.
Apa tadi? Calon suami?
Janu menatap ke arah Kayana. Gadis itu menunduk, entah memikirkan apa.
"O-oh, Janu." Janu membalas uluran tangan Fathur.
Sungguh, saat ini seperti seperti ada sesuatu yang menghimpit dada Janu, terasa sangat sesak sekali.
"Papa udah nunggu ya, Kak?"
"Saya cari kamu karena di suruh papa kamu."
"Ya udah," Kayana melirik ke arah Janu. "aku duluan ya, Jan."
"Duluan ya, Janu."
Kini, Janu hanya menatap kosong punggung Kayana yang berjalan menjauh.
Gadis itu tidak menjelaskan apapun. Denyutan itu makin terasa, sakit sekali.
Jadi, berakhir sudah semuanya. Janu tidak punya harapan apapun lagi.
Cintanya benar-benar bertepuk sebelah tangan.
Tiiittt....
Suara ngiung panjang yang di dengar langsung menyadarkan Janu dari lamunannya. Tidak butuh dua kali untuk mengerti suara apa itu, kakinya langsung berlari masuk ke dalam ruangan mamanya dimana suara itu berasal.
Tuhan, tolong jangan sekarang.
"Mama!" Mendekat ke arah bangsal, tangannya langsung memencet tombol darurat melihat alat yang menunjukkan detak jantung mamanya menunjukkan garis lurus panjang.
Beralih menatap wajah ayu mamanya yang kini terlihat pucat dengan beberapa luka di sana. Janu menggenggam tangan yang kini juga terasa begitu dingin.
"Ma, please, bertahan." Suara Janu bergetar.
Dokter Virza dan beberapa suster masuk ke dalam ruangan.
"Maaf, sebaiknya mas tunggu di luar," ucap suster.
Dokter Virza mengangguk, matanya menatap ke arah Janu. "Saya akan berusaha sebaik mungkin, Janu."
Seolah mengerti, Janu akhirnya terpaksa melepas genggamannya. Kakinya melangkah gontai keluar dari ruangan, dengan pikiran tidak karuan.
Tuhan, tolong jangan sekarang.
Janu menunggu dengan gelisah, matanya menatap lewat kaca dimana Dokter Virza yang sedang berusaha menyelamatkan mamanya sekarang.
Lima belas menit berlalu, Dokter Virza menatap ke arah kaca dengan sebuah gelengan pelan.
Tidak. Janu langsung berlari masuk ke dalam ruangan, mendekat ke bangsal dan menggenggam tangan mamanya.
"Ma...." Suara Janu tertahan, terisak pelan.
"Ja-jangan tinggalin Janu, Ma"
"Janu... janji bakal jadi anak baik."
"Ma... please." Suara Janu hilang di ujung, bergetar. Ia sudah tidak sanggup berbicara sekarang. Kakinya jatuh, bertumpu pada lantai.
"Saya sudah berusaha semaksimal mungkin, Janu. Tapi, Tuhan berkehendak lain, saya harap kamu tabah." Dokter Virza menepuk pelan bahu Janu.
"Kalau mama pergi, nanti Janu sama siapa, Ma?"
"Mama tega ninggalin Janu?"
"Janu janji bakal ngelakuin apapun, asal mama bangun...."
Runtuh sudah sekarang. Isakan itu keluar dengan air mata yang mulai basah di pipi. Perasaan bersalah itu kini bermetamorfosa menjadi sebuah penyesalan teramat dalam yang begitu sakit menghujam.
"Tolong jangan hukum Janu seperti ini, Ma...."
Takdir mempermainkannya. Kesempatan itu hilang sekarang.
Mamanya pergi sebelum Janu memperbaiki semuanya.
Janu makin menunduk dalam, dengan isakan yang makin terdengar.
Kenyataan begitu menamparnya.
Apa lagi ini, Tuhan?
🍁
Saya berharap feelnya dapet ya. Ini sudah semaksimal mungkin :v
Siapa yang kangen Kayana muncul? :v
Jadi, gimana untuk part ini?
Jangan lupa untuk vote dan komennya ya.
Oh iya, terimakasih untuk 2knya
Aku cinta kalian ❤️Merkubear ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Fakboy Alim
Teen Fiction[ Sudah terbit ] [ PART TIDAK LENGKAP ] Cerita ini pernah di ikutkan dalam event #35 part challenge ramadan series Best cover by eci_graphic [ Teenfiction - spiritual ] "Gue maunya jadi imam di hidup lo aja, gimana? _________ Si trouble maker dan fa...