FA 14 || Fitnah

1.4K 181 85
                                    

Selamat membaca

___mohon maaf jika ada typo ___

🍁


Biasa tidak biasa, Janu harus menerima keadaannya sekarang bahwa semua orang kini memusuhinya. Tidak akan di temukan lagi tatapan memuja dari kaum hawa, yang ada hanya cibiran untuknya. Semua orang yang dulu memujanya kini berbalik memusuhinya padahal mereka hanya tau luarnya saja.

Kayana, gadis itu juga seperti ikut menjauhinya entah karena mendengar berita mengenai mamanya atau memang ada hal lain. Yang pasti Janu merasa tak nyaman, ada sesuatu yang hilang.

"Tumben balik lagi, biasanya langsung belok ke kantin," ucap Dean melihat Janu yang baru saja duduk di kursinya.

"Ngusir lo?"

"Ee santai aja si bos, ngegas mulu."

Free class. Teman - temannya yang lain sibuk dengan urusan masing - masing. Janu lebih baik memainkan ponselnya. Masih menunggu satu jam lagi menuju jam istirahat kedua.

"Woy gue di suruh nagih uang kas nih." Valeri - Bendahara kelas muncul dari pintu membuat semua langsung heboh seketika.

"Eh anjir duit gue tinggal goceng lagi."
"Gue besok deh, Val, gak punya duit."
"Ngutang uang kas dulu."
"Mana bisa, goblok!"

"Maaf ya teman-teman, gue hanya menjalankan amanat saja." Valeri berjalan menuju bangkunya, membuka tasnya mencari buku kas dan dompet yang sering di bawanya.

"Ih kok gak ada!" Valeri mengoabrak-abrik isi tasnya dua kali, tapi tidak menemukan benda yang ia cari.

"Gais, dompet kas hilang! Gimana ini?" Suara Valeri makin membuat kelas heboh.

"Tadi lo terakhir habis kemana, Val? Kali aja jatuh di jalan," ujar Keira - teman sebangku Valeri.

"Lo tau kan gue selalu simpen dompetnya di tas, Kei. Gak mungkin jatuh di jalan. Kayaknya hilang dari jam istirahat pertama deh."

"Seriusan?"
"Wah jangan-jangan ada maling di kelas kita nih."

"Periksa aja tasnya satu - satu coba," sahut Indah.

"Nah iya setuju."

Kini Valeri mulai mengecek setiap tas yang ada di kelas. Mulai dari barisan pertama di bangku terdepan. Terus berjalan sampai akhirnya Valeri berada di bangku Janu.

"Sini tas lo, Jan." Valeri baru saja selesai memeriksa tas Rudi.

Janu memberikan tasnya.

Valeri mulai memeriksa isi tas Janu mulai dari bagian depan. Tidak ada apa-apa, lalu beralih bagian kedua. Valeri mengeluarkan satu buku dan satu pulpen.

"Jan...." Valeri mengeluarkan benda berwarna pink dari dalam tas Janu. Semua yang ada melihat langsung kaget, terutama Janu.

"Tunggu dulu. Sumpah, gue gak ngambil dompet lo, Val."

"Terus ini apa?"

Bisik - bisik mulai terdengar.

"Mana ada maling ngaku!" celetuk Dodit.

"Bukan gue, Val. Pasti ada yang ngerjain gue."

Janu berani bersumpah sekarang, bukan ia yang mengambil dompet milik Valeri. Terlepas dari bukti yang ada di tasnya sekarang, pasti ada yang sedang bermain - main dengannya sekarang.

"Gue jam istirahat pertama gak ada di kelas, lagian kelas masih tetep rame. Gue gak mungkin ngambil dompet lo," ungkap Janu.

"Lo bisa tanyain Dean," lanjutnya.

"Lo gak bisa asal tuduh gitu aja, Val. Mungkin emang ada yang jail sama Janu," bela Dean.

"Gue tau. Tapi lo liat?" Valeri menunjuk dompetnya yang berada di tas Janu, "dompet gue ada di tasnya Janu."

"Ngaku aja sih, Jan. Orang buktinya ada di lo juga," timpal Dodit lagi.

"Diem! Lo gak usah jadi kompor anjing!" seru Dean tidak terima.

"Terserah. Tapi gue berani sumpah bukan gue yang ambil. Lo semua bisa cek cctv aja."

____

"Janu ibu kecewa dengan kamu," ucap Bu Irma.

"Bu, saya tidak mengambil dompet Valeri." Janu menekan di setiap kalimat yang di ucapkannya. Persetan dengan siapa sekarang ia berhadapan, Janu tidak terima di tuduh seperti ini.

"Kenapa ibu gak cek cctv aja?"

"Kebetulan cctv di kelas kamu sedang rusak Janu."

"Buat apa sekolah mahal gini kalau buat benerin cctv aja gak bisa?"

"Maaf, tapi bicara ibu yang seperti ini malah sama saja menuduh saya. Dimana peran ibu sebagai wali kelas?"

"Janu, jaga bicara kamu," sahut Bu Retha.

Janu hanya mendengus pelan. Ia tidak bisa lama lagi berada di ruangan laknat yang menguji kesabarannya.

"Kenyataannya seperti ini, Bu. Terserah, tapi saya benar-benar tidak seperti yang di tuduhkan. Permisi."

Janu berdiri, melangkahkan kakinya keluar. Menghela nafas pelan, ia memijit keningnya.

Siapa yang berani bermain-main dengannya sekarang dengan hal pengecut seperti ini?

___

"Argh!" Janu menendang tong sampah yang berada di dekatnya berharap kekesalannya akan hilang.

Tidak ada lagi Janu yang di puja, tidak ada lagi yang mengelu namanya seperti biasa. Tidak ada lagi yang bisa Janu harapkan.

Popularitasnya sekarang sudah hancur tanpa harapan.

Kini semua mengenalnya sebagai Janu anak dari perempuan perebut suami orang dan si pencuri.

Secepat itu keadaan berubah menjungkirbalikan semuanya.

"Argh! Anjing!"

Lagi. Janu mencoba melampiaskan kekesalannya.

Namun, semua terhenti ketikan terdengar suara panggilan masuk dari ponselnya. Janu mengabaikannya, kembali pada kegiatannya.

Suara panggilan masuk kembali terdengar. Janu akhirnya mengalah, mengambil ponselnya.

Nomor tidak di kenal. Menggeser layar hijau. Menempelkan di daun telinganya.

"Halo."

"Janu mama kamu mengalami kecelakaan!"

🍁

Biasanya kalau di kelas emang suka ada tipe yang suka kompor kek dodit. Siapa yang mau nampol tipe orang kek gitu? :v

Semoga suka ya, jangan lupa vote dan komennya.

Maafkan baru bisa up sekarang.
Cinta kalian pokoknya ❤️

Merkubear ❤️

Fakboy Alim Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang