Selamat membaca
___mohon maaf jika ada typo ___
🍁
"Den, mau makan dulu? Nanti bisa bibi masakin sebentar. Aden, mau makan apa?"
Janu menggeleng. "Gak usah, Bi, Janu mau keluar dulu sebentar."
"Tapi, Den--
Suara Bu Inu tertahan ketika ada suara lain yang menginterupsi percakapan mereka.
"Mau kemana kamu malem - malem kayak gini malah keluyuran."
Janu hanya diam, tidak berniat untuk menjawab ataupun sekedar berbalik.
"Janu, mama sedang bicara dengan kamu."
"Masih inget ternyata kalau mama punya anak," ucap Janu di sertai senyuman miring, badannya berbalik menatap perempuan paruh baya yang masih lengkap dengan stelan kerjanya.
"Jaga sopan santun kamu sama orang tua, Janu." Lavya berkata dingin.
Janu mengepalkan tangannya. "Terserah. Tapi yang jelas, Janu gak bisa diem di tempat yang bahkan sekarang gak bisa Janu sebut sebagai rumah lagi."
"Janu--
"Mama gak perlu khawatir soal apapun, Janu bisa jaga diri Janu sendiri." Janu memotong. "Mama urus aja pacar mama itu. "
Setelah mengatakan itu, kakinya melangkah luar. Tidak peduli pada suara teriakan mamanya yang memanggil.
Semuanya berubah; semenjak perceraian kedua orang tuanya, semenjak mama yang menjadi gila kerja, dan semenjak mama yang membawa penyebab dari kehancuran keluarga mereka.
Dan perubahan ini yang sama sekali tidak di inginkan oleh Janu.
Selesai memasang helm. Janu membawa ducati biru miliknya membelah jalanan kota dengan kecepatan lumayan tinggi.
🍁
Awan mendung memenuhi langit kota. Rintiknya mulai turun secara perlahan, lalu menjadi guyuran deras yang menyebabkan para pejalan kaki dan pengendara mulai mencari tempat untuk berteduh.Janu, laki-laki itu terpaksa menepikan motornya di samping sebuah Cafe. Menutupi mukanya agar tidak terkena tetesan air, ia lantas bergegas ke sisi Cafe untuk berteduh.
Daripada berdiri menunggu hujan yang entah kapan berhenti akhirnya Janu akhirnya melangkahkan kakinya masuk ke dalam Cafe. Setelah memesan coffe latte ia mendudukan dirinya di bangku pojok yang dekat dengan jendela.
Baru saja melepas jaket. Telinganya mendengar sebuah suara ribut yang berasal dari toilet perempuan. Kepalanya menoleh.
Dua orang perempuan sedang berdiri di depan toilet. Raut wajah mereka terlihat panik, terlebih perempuan bergamis pink yang terlihat menutupi bagian belakangnya.
Janu tidak asing dengan wajah kedua perempuan itu. Ia lantas beranjak dari duduk dan berjalan mendekat.
"Hai, ketemu lagi kita."
Dua perempuan itu menoleh kaget mendapati Janu berdiri di sana.
"Lo kok bisa di sini sih?" Alisa - gadis berkacamata itu bersuara.
"Ini tempat umum, kenapa enggak?" Em, kalian kayaknya ada masalah, perlu bantuan?"
"Gak usah ikut campur deh."
"Muka kalian yang nunjukin itu. Makanya gue nawarin bantuan." Janu menatap Kayana - gadis itu dari tadi hanya menunduk menutupi bagian belakang gamisnya. Ia sedikit bisa melihat noda merah yang cukup mencolok di sana.
Ah, Janu paham.
"Pake jaket gue dulu buat nutupin, bentar." Janu kembali menuju meja ya, lalu mengambil jaket abu - abu miliknya.
"Nih." Janu menyodorkan jaketnya. Kayanya terlihat enggan sekali mengambilnya.
"Buat sementara aja, gue ikhlas minjeminnya, sekalian balas budi karena waktu itu lo udah nolongin gue," ucap Janu.
Setelah beberapa saat akhirnya Kayana meraih jaketnya. "Makasih."
Janu tersenyum. "Gue kayaknya emang takdirin buat jadi penolong lo ya."
"Gak usah kegeeran lo, ini terpaksa." Alisa mendelik tidak suka.
"Sewot amat lo, bilang aja sirik."
"Najis gue, udah sana."
"Iya - iya," Janu menatap Kayana. "Lo bisa bebas balikinnya, Kay, gak di balikin juga gapapa, ikhlas."
Setelah mengatakan itu, Janu kembali ke mejanya.
🍁
Saat ini Janu sedang berada di rumah Dean. Sambil menunggu sahabatnya yang sedang mandi, ia memilih untuk bermain game online di ponselnya sambil menyandarkan punggungnya di sofa. Juna tidak bisa ikut karena katanya dia ada acara keluarga.Tak berapa lama, Dean keluar dari kamar mandi lengkap dengan bajunya.
"Tumben lo gak pake jaket, Jan?" tanya Dean karena ia hanya melihat Janu menggunakan kaos polos berwarna hitam dengan celana jins navy.
"Jaket gue lagi di pinjem sama bidadari," jawab Janu, fokusnya masih tetap pada ponsel yang di pegangnya.
"Seriusan, kampret!" Dean melempar handuknya.
"Anjing, gue lagi main, Dean!" umpat Janu.
Dan hanya tertawa. "Lagian gue tanya juga."
"Gue seriusan. Tadi pas neduh di cafe gue ketemu lagi sama Kayana." Janu akhirnya mengakhiri permainannya dan menyimpan ponselnya.
"Terus hubungannya sama jaket lo apa, bego? Ah, emosi gue."
"Gue belum selesai cerita. Si Kayana tuh lagi datang bulan nah ternyata nembus ke bajunya, karena temennya gak bawa jaket ya udah gue pinjemin aja," jelas Janu sambil tersenyum simpul.
"Sekalian modus kan lo," seru Dean.
"Elah, gue juga gak tau kalau si Kay sama temennya ada di situ. Ya sembilan puluh persen ikhlas nolongin, sisanya emang modus."
"Sialan!"
"Ini ketiga kalinya gue sama si Kay ketemu, An, bukan kebetulan lagi namanya, tapi takdir."
"Udahlah, Jan, gue saranin mending mundur aja. Lo bakal sia - sia nantinya."
"Belum juga di coba, kan? Siapa tau nanti Kay luluh," ucap Janu yakin.
"Terserah lo, kutil, cape gue ngomongnya."
Janu hanya mendengus. Apa salahnya mencoba, kan?
🍁
Hope enjoy this story :)
Vote dan komennya di tunggu ya.Merkubear ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Fakboy Alim
Genç Kurgu[ Sudah terbit ] [ PART TIDAK LENGKAP ] Cerita ini pernah di ikutkan dalam event #35 part challenge ramadan series Best cover by eci_graphic [ Teenfiction - spiritual ] "Gue maunya jadi imam di hidup lo aja, gimana? _________ Si trouble maker dan fa...