Selamat membaca
___mohon maaf jika ada typo ___
🍁
"Ma, istirahatnya jangan lama-lama."Janu menggenggam tangan mamanya. Menatap wajah ayu yang terlihat pias tanpa make up. Meskipun sudah hampir berumur, mamanya masih tetap menunjukkan aura kecantikan yang tak pudar sama sekali.
"Mama itu perempuan paling cantik di dunia kalau misal ngasih permen sama Janu." Pujian yang berasal dari mulut Janu kecil ini membuat Lavya terkekeh pelan.
"Jadi, kalau misal mama gak kasih. Berarti mama gak cantik gitu?"
"Em...," Janu kecil mengetukan jarinya di kening, berpikir. "ya tergantung."
"Aduh anak mama ini ada-ada aja." Lavya mengusak rambut Janu kecil.
Janu kecil menyengir seperti biasa menunjukkan deretan gigi putihnya. "Bercanda kok, Ma. Bagi Janu, sampai kapan pun, meskipun nanti Janu punya pacar, mama yang akan tetap jadi nomor satu."
Mengingat itu, Janu tersenyum tipis. Makin mengeratkan genggamannya.
Lalu, netranya tak sengaja melihat pada buku yang tergeletak di nakas. Semenjak Kamal memberikan buku itu, Janu belum kembali menyentuhnya lagi.
Haruskah ia membacanya?
Rasa penasaran yang di rasakan sejak tadi menuntun tangan Janu untuk mengambil buku itu.
Buku yang terlihat usang karena beberapa kertasnya sudah mulai ada yang sedikit robek; mungkin pernah terjatuh ke dalam air. Janu mengusapnya pelan, menatap wajah mamanya.
"Janu, minta izin untuk baca ya, Ma."
Menghela nafas, menyiapkan hatinya, perlahan tangannya mulai membuka pada lembaran pertama.
Membaca kata demi kata yang tertuang di sana.
Tidak banyak yang mamanya tulis di sana, namun sudah cukup untuk membuat Janu menahan gemuruh di hatinya.
Jika nanti kamu membaca tulisan dari buku ini.
Kamu harus tahu satu hal, bahwa Janu Mahendra akan selalu jadi anak tersayang dari Mama Lavya.
Maaf ya, Nak. Mama tahu kamu sedih, mama tahu kamu kecewa, mama juga tahu kamu terluka. Dan semua itu penyebabnya karena mama.
Maaf ya, Nak. Mama terpaksa melakukannya.
Mengetahui perusahaan papa yang akan bangkrut waktu itu, mama takut. Takut kalau nanti kamu akan kekurangan, dan tidak bisa mencapai kenginan kamu. Mama takut sekali Janu, mama gak mau kamu ikut merasa kesusahan juga.
Bertemu dengan Kamal, mama akhirnya membuat keputusan. Menjadikan laki-laki itu kekasih simpanan.
Mama tahu ini sangat salah, maka biar mama saja yang menanggung semuanya.
Biar mama yang menanggung perasaan bersalah karena sudah membuat papamu pergi.
Biar mama hidup dalam penyesalan ini.
Biar mama yang menanggung semua dosa ini.
Mama akan melakukan apapun demi kamu, Janu.
Meskipun karena itu, mama harus di benci oleh kamu.
Cukup. Janu tidak sanggup lagi membacanya. Tangannya bergetar menutup buku itu dengan kasar.
Perasaan marah, sedih, kecewa, itu berkumpul menjadi sebuah perasaan bersalah yang menyeruak membuat dadanya begitu sakit dan sesak.
Merasa menjadi orang yang paling terluka selama ini. Menyalahkan takdir dan mamanya atas apa yang terjadi pada keluarganya.
Dan bodohnya, rasa marah dan kecewa itu membuat ia lupa segalanya.
Mamanya melakukan ini karena dirinya juga.
Terlepas dari semua itu, mamanya juga berkorban banyak hal.
"Ma...." Suara Janu bergetar tertahan. Menatap wajah ayu milik mamanya lagi, menggenggam jemarinya dengan erat lagi.
"Kenapa mama gak cerita? Janu lebih baik hidup susah kalau gitu asal ada papa sama mama." Ucapan itu hanya di jawab oleh suara sunyi di ruangan ICU ini.
Janu menunduk. Mencium punggung tangan mamanya pelan. "Maaf, Janu sungguh minta maaf, Ma."
___
Satu jam berlalu dan selama itu Janu sudah menghabiskan sekitar empat bungkus es krim. Namun, pikirannya masih saja kalut. Perasaan bersalah, bingung, kesal, dan marah masih bercokol di hatinya.
Kebenaran dari mamanya, dan semua yang terjadi sekarang benar-benar membuat Janu kaget.
Kalau mamanya bisa jujur dari awal, mungkin tidak akan serumit ini.
Janu menghembuskan nafasnya. Sudah pukul setengah delapan malam. Seperti biasa duduk sendiri di depan ruang ICU, menatap suster dan orang yang berlalu lalang.
"Janu."
Janu langsung berdiri, ketika mendapati Dokter Virza datang menemuinya. Karena jika begitu, akan ada kabar mengenai kondisi mamanya.
Dokter Virza membuka masker yang menutupi wajahnya. Raut wajahnya tidak bisa Janu baca.
"Gimana, Dok? Ada perkembangan soal mama?" tanya Janu penasaran.
"Masih sama, tidak ada perkembangan." Terdengar helaan nafas dari mulut Dokter Virza.
"Banyak luka dalam yang terjadi karena kecelakaan ini. Saat ini, saya tidak bisa membantu banyak, kamu harus banyak berdoa ya."
Kini Janu yang menghela nafas. Sudah hampir lima hari dan mamanya belum menunjukan perkembangan apapun.
"Saya permisi dulu ya." Dokter Virza menepuk bahunya pelan, lalu melangkah meninggalkan Janu yang berdiri termenung.
Berdoa?
Melakukan rutinitas saja, Janu masih sering lupa mengerjakan.
Pantaskah ia sekarang mengadu meminta bantuan?
"Janu."
Suara yang amat familiar di telinga. Janu berbalik, dan langsung terdiam di tempat.
🍁
Mama Janu emang salah, tapi ia punya alasan untuk melakukan itu. Demi anaknya. Perjuangan ibu emang gak bisa gampang tergantikan.
Gimana untuk part ini?
Semoga suka ya
Jangan lupa vote dan komennya.
Aku cinta kalian ❤️Siap-siap untuk part selanjutnya.
Merkubear ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Fakboy Alim
Teen Fiction[ Sudah terbit ] [ PART TIDAK LENGKAP ] Cerita ini pernah di ikutkan dalam event #35 part challenge ramadan series Best cover by eci_graphic [ Teenfiction - spiritual ] "Gue maunya jadi imam di hidup lo aja, gimana? _________ Si trouble maker dan fa...