FA 16 || Juna Kenapa?

1.4K 164 61
                                    

Selamat membaca

___mohon maaf jika ada typo ___

🍁


Pagi ini, lapangan SMA Merdeka sudah di hebohkan dengan kejadian perkelahian antara Janu dan Dodit. Para siswa sudah membentuk lingkaran, menonton perkelahian tersebut. Bukannya memisahkan, sebagian dari mereka malah menyemangati, bertaruh siapa yang akan menang.

"Anjing! Kalau laki gak usah banyak bacot!"

Janu meninju tepat di rahang kiri Dodit. Seragamnya sudah sangat kusut dan kotor. Tidak peduli pada bibirnya yang sudah sobek dan pelipisnya yang membiru. Emosi benar-benar menguasainya sekarang.

Dodit sudak terkapar, meringis memegang perutnya. Mukanya juga sudah luka di sana - sini.

"ASTAGFIRULLAH JANU!"

Suara itu menghentikan Janu yang akan menarik kerah seragam Dodit. Tanpa di perintah, para siswa yang membentuk lingkaran itu langsung membubarkan diri daripada ikut terkena semprot dari Bu Retha yang sudah berkacak pinggang dengan tangan yang memegang penggaris besi.

"Pagi - pagi kamu udah bikin ulah lagi ya?! Ayo ikut ke ruang BK sekarang! Dodit juga!" ucap Bu Retha tajam.

Janu menghela nafas. Menatap datar ke arah Dodit yang sedang tertatih bangun di bantu oleh temannya, lalu melangkah mengikuti Bu Retha.

Seperti biasa, Bu Retha akan berceramah panjang lebar dengan topik yang sama; berkelahi itu sangat merugikan, apalagi pihak sekolah. Persetan dengan itu, Janu mempunyai alasan sendiri.

"Ayo selesaikan hukumanmu, Dodit. Ketahuan kabur, ibu akan tambah lebih berat," ucap Bu Retha kepada Dodit yang sedang sibuk memegang pipinya.

"Sana cepetan!" Dodit mengangguk pasrah, berpamitan, lalu melangkah keluar dari Ruang BK.

Kini netra Bu Retha beralih pada Janu yang lebih memilih sibuk memperhatikan ruangan yang di masukinya sekarang.

"Bisa tidak Janu kalau ada masalah itu tidak pakai acara berkelahi seperti itu?"

Janu menoleh, menatap ke arah Bu Retha, "Dia emang pantes di kasih pelajaran, Bu. Laki, tapi mulutnya kayak cewek. Bisanya nyebar gosip gak bermutu."

"Janu."

"Saya melakukan apa yang menurut saya benar, Bu," tukas Janu.

"Tapi, tidak dengan berkelahi. Masalah kamu yang kemarin saja belum selesai."

Janu memilih diam. Percuma juga menjelaskan. Tetap saja Bu Retha tidak akan percaya kalau memang bukan ia yang mengambil dompet Valeri.

"Terpaksa ibu harus menskors kamu selama tiga hari. Point kamu sudah terlalu banyak karena ini," jelas Bu Retha sambil menghela nafas.

"Kamu bisa ke kelas sekarang," lanjutnya lagi.

Janu hanya mengangguk, menyalimi tangan Bu Retha lalu keluar dari ruangan.

___

"Kayaknya emang lagi ada yang main-main sama lo, Jan. Dia memanfaatkan kesempatan cctv kelas kita yang rusak buat fitnah lo," tukas Dean.

Saat ini Janu dan Dean sedang berada di rooftop sekolah. Jika biasanya ada Juna, kali ini laki-laki berlesung pipi itu tidak ada. Entah kenapa, sejak kejadian berita yang menghebohkan itu, Juna jadi seperti menjaga jarak dengan Janu. Setiap kali diajak untuk berkumpul, pasti ada saja alasannya.

"Jan! Eh malah ngelamun lo." Suara tepukan  dari Dean mengalihkan pikiran Janu.

"Si Juna kenapa sih, An. Keknya ngehindar mulu dari kita ya?" tanya Janu, mungkin saja Dean juga merasakan hal yang sama juga tentang Juna.

"Sibuk mulu sama pacarnya, Jan. Gak tau gue sama anak satu itu sekarang, aneh banget," jawab Dean.

"Apa gara-gara masalah gue ya?"

"Gak mungkin pemikiran Juna sesempit itu."

Janu menghela nafas, memijit keningnya. Akhir - akhir ini, pikirannya terkuras oleh banyak hal.

"Udah, Jan. Soal Juna sama masalah dompet itu gue bakal bantu, sekarang yang penting kesehatan mama lo dulu."

Janu mengangguk. "Thanks, An."

Setidaknya Dean masih bisa diandalkan. Janu bersyukur mempunyai sahabat sepertinya. Dean bisa mengerti dengan keadaannya.

"Santai, Bro, lo gak sendirian."

___

"Jun!" Janu berlari mengejar Juna yang sedang berjalan menuju parkiran. Bukannya berhenti, Juna makin
mempercepat langkahnya.

"Juna! Hei! Buru-buru banget kenapa sih!" Janu menepuk pundak sahabatnya itu.

"Gue mau ke rumah Jihan," jawab Juna tetap melanjutkan langkahnya.

"Lo sekarang Jihan mulu, Jun. Gak pernah kumpul lagi sama gue atau Dean," tukas Janu. "Lo ada masalah sama gue atau Dean?"

"Jun, cepetan!" Suara perempuan dari arah parkiran membuat Juna tidak jadi berucap.

"Sorry, gue duluan ya, Jan." Juna langsung melangkahkan kaki meninggalkan Janu.

Janu makin di buat bingung, ada apa dengan sahabatnya yang satu ini?

___

Semenjak Lavya masuk rumah sakit. Janu dan Kamal bergantian untuk menjaga. Kamal akan menjaga ketika waktu pagi sampai jam waktu pulang sekolah. Setelah itu bergantian Janu yang menjaga.

Namun, karena Janu mendapat skors tiga hari. Maka, Janu bisa full seharian menjaga Lavya.

"Besok om gak usah kesini juga gapapa. Janu dapet skors tiga hari, jadi bisa full jagain mama," ucap Janu sambil meletakkan tasnya di kursi tunggu.

"Berantem lagi kamu, Nu?" Kamal geleng - geleng.

"Biasalah, Om, manusia sekarang kalau di lembekin malah makin ngelunjak, jadi harus pake kekerasan mulu."

"Kalau mama mu tau, ngamuk tuh."

"Namanya juga cowok, Om."

"Oh iya," Kamal mengeluarkan sesuatu dari jasnya. "polisi menemukan ini di tas mama kamu."

Janu bisa melihat sebuah buku usang berukuran kecil dengan ornamen bunga sakura di bagian depannya.

Janu mengambilnya.

"Saya tidak berani baca. Tapi mungkin saja itu buku diary Lavya yang sering di bawanya."

Buku diary?

🍁

Juna Kenapa tuh?

Jangan lupa vote dan komennya ya.
Aku cinta kalian ❤️

Merkubear ❤️

Fakboy Alim Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang