Jungkook menghentikan mobilnya tepat didepan gedung apartemen miliknya. Jisoo mendengus ketika mengetahui dirinya dibawa ke apartemen Jungkook.
Gadis yang penampilannya sudah berantakan itu bergegas turun dari mobil, kemudian mengambil langkah seribu untuk pergi dari jeratan Jungkook. Tidak menunggu lama, Jungkook pun bergegas mencegat Jisoo. Berlari menyusul tubuh mungil itu, kemudian menggenggam tangannya.
"Jisoo, kita perlu bicara sebentar."
"Lepas, tidak ada yang perlu dibicarakan lagi Jung! Semuanya sudah jelas."
Perlahan tubuh mungil itu bergetar, manik Jisoo penuh dengan air mata yang setia meluncur pada pipi mulus yang memerah.
"Apa kau marah?"
Tanpa sedikitpun mengurangi air matanya, tatapan Jisoo mendadak menyalang. Melihat sosok lelaki yang kini berdiri dihadapannya. Lelaki yang ia cintai sepenuh hati.
"Apa aku tidak berhak untuk marah, Jung?"
"Tidak.. bukan begitu. Dengar, aku sungguh mencintaimu Jisoo. Hanya saja—"
"Hanya apa Jung?"
"Tidak, kau jangan salah paham—"
"Jelaskan padaku apa yang kau maksud salah paham?"
Jungkook bergeming. Tidak membalas ucapan Jisoo sedikitpun.
"Kau bilang padaku bahwa kau akan menikah dengan wanita yang dipilihkan orangtuamu. Itu berarti kau mengakhiri hubungan kita kan? Kau ingin aku mundur dari posisiku kan?"
Jungkook menatap wajah Jisoo. Wajah cantik yang biasanya ceria, kini terlihat sangat kacau. Kim Jisoo begitu berantakan.
Jungkook merasa bersalah dengan keputusan yang ia ambil. Walau bagaimanapun, hatinya hanya untuk Jisoo seorang. Tidak ada yang lain, dan itu tidak bisa di ganggu gugat.
"Kalau begitu, aku pergi. Jangan hiraukan aku. Semoga pernikahanmu berjalan dengan lancar."
Dengan langkah yang gontai, akhirnya Jisoo beranjak dari posisinya. Meninggalkan Jungkook yang masih terdiam di posisinya dengan pikiran yang kusut dan wajah yang lesu. Lebih terlihat seperti orang dungu.
Jisoo berharap lelaki pujaannya datang menghampirinya, menghentikan langkahnya dan merengkuh tubuh mungil itu. Tetapi semua itu hanya impiannya saja. Jungkook terlalu pengecut untuk melakukan hal tersebut.
•••••••
Pagi ini Jisoo berangkat kerja menggunakan mobil miliknya sendiri. Dia memang memiliki mobil, hanya saja terlalu malas untuk mengendarainya.
Hari ini cerah, seperti biasanya. Tapi tidak dengan wajah dan hati Jisoo. Terlihat lemas dan kusut. Ditambah dengan kantung mata yang hitam dan matanya yang sembab akibat tangisnya semalam tadi.
Sesampainya di kantor, Jisoo masuk kedalam ruangannya tanpa gairah. Manik hitamnya berpaling begitu saja ketika bertatapan dengan Yuna. Sontak membuat Yuna mengerutkan dahinya. Jisoo terus menerus menghindari kontak mata dengan Yuna.
"Jisoo.." yang dipanggil hanya menggerakkan kepalanya singkat tanpa menoleh pada sumber suara. Melihat sikap yang aneh dari sahabat, membuat Yuna mendekatkan wajahnya pada Jisoo. Menatap dengan intens terhadap wajah cantik yang terlihat berantakan saat ini.
"Habis menangis?" Tanya Yuna tanpa basa-basi. Jisoo hanya menggigit bibir bawahnya. Merasa pertanyaannya diacuhkan, Yuna kembali memanggil sang sahabatnya. "Jisoo.." Yuna mulai jengah dengan kebungkaman Jisoo.
"Aku jelaskan saat makan siang nanti." Jawab Jisoo dengan singkat. Membuat Yuna semakin bertanya dengan sikap Jisoo yang mendadak aneh. Kembali pada meja kerjanya, kemudian Yuna teringat akan sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost in lust [M]
Fiksi Penggemar[COMPLETED] Dalam hidupnya, baru kali ini Jungkook dihadapkan dengan pilihan yang sangat sulit. Perasaannya seolah diobrak abrik. Takdir dengan seenaknya menertawakan kehidupan seorang Jeon Jungkook.