15

2.1K 202 61
                                    

Jungkook berjalan kecil menghampiri presensi wanita yang sedang menatap nanar pada dirinya, tentu setelah melepaskan tangan Jisoo darinya.

Wanita itu kini berdiri mematung dihadapan Jungkook, lelaki yang ingin ia temui sejak beberapa hari lalu sebab terlalu rindu.

Tangan wanita itu terlihat meremat ujung jaket berwarna hitam yang ia kenakan. "Kau? Sedang apa disini?" Pertanyaan itu total membuat sang wanita merah padam. Lantas matanya berkaca-kaca. Penglihatannya buram, sehingga membuat wajah tampan yang ada dihadapannya tidak terlihat dengan jelas.

"A-aku.. aku hanya—" sambil memainkan kedua tangannya, wanita itu tidak mau menatap Jungkook. Takut lepas kendali. Ia takut jika tangisnya akan meledak. "Ayo, kita masuk kedalam. Kau harus istirahat dulu." Jungkook menggiring Hani, wanita yang notabene adalah istrinya itu kedalam apartemen.

Sedang Jisoo, dia hanya melihat kejadian yang begitu mengiris hati didepan kedua matanya. Seperti kembali ke masa lalu, beberapa kejadian pilu menghantam otaknya. Teringat kembali kala Jungkook mencampakannya dan memilih wanita itu.

Apa yang sebenarnya Jungkook inginkan? Bukankah semalam dia bilang kalau dia tidak mencintai istrinya dan masih mencintai Jisoo? Lalu apa yang sekarang sedang terjadi?

Jungkook dan Hani melewati Jisoo begitu saja. Lelaki itu melirik Jisoo, netranya seakan ingin menjelaskan sesuatu, tapi gadis itu hanya menundukkan kepalanya. Merasa bahwa dirinya sedang dipermainkan. Tubuhnya limbung, nyaris saja kaki mungil itu tersungkur. Tapi bergegas dia menahan tubuhnya agar tidak jatuh.

Matanya beralih pada pasangan yang kini masuk kedalam sebuah apartemen. Apartemen yang semalam dijadikan tempat memadu kasih olehnya dan lelaki yang dicintainya, Jungkook.

Dengan berat hati, Jisoo berjalan gontai meninggalkan tempat itu. Gadis itu menahan air mata yang nyaris saja meluncur dan merutuki kebodohan dirinya. Bibirnya bergetar menahan tangis. Dadanya naik turun, mengatur napas yang terasa sesak.

•••••••

"Kau dengan siapa kesini? Kenapa tidak mengabariku terlebih dahulu?" Jungkook mendudukkan Hani di tepi ranjang. Membuka kembali jas kerjanya, lalu menyimpan tas diatas nakas. "Tunggu sebentar, aku akan mengambilkan minum." Jungkook lantas berlari kecil kearah dapur, kemudian tidak lama lelaki itu kembali dengan segelas air mineral dan memberikannya pada sang istri.

Jungkook memposisikan tubuhnya dihadapan Hani. Berjongkok guna menatap wajah putih pucat milik Hani. Cantik. Satu kata yang dapat menggambarkan wajah itu.

Sejenak lelaki Jeon itu merasa bersalah pada sang istri. Bagaimana tidak? Dihadapan sang istri, Jungkook terlihat berjalan beriringan dengan seorang wanita, keluar dari apartemennya.

Tapi kenapa ia harus merasa seperti itu? Padahal gadis yang tadi bersamanya adalah seseorang yang begitu ia cintai.

"Kau lelah? Sebaiknya kau istirahat. Aku tidak akan pergi bekerja dan—" belum sempat Jungkook menyelesaikan kalimatnya, tetapi Hani langsung memotong pembicaraan itu. "Tidak, Jung.. kau sebaiknya pergi saja bekerja. Aku akan menunggumu disini. Aku akan beristirahat."

Hani mengangkat kepalanya, mencoba menatap manik legam milik sang suami. Menatapnya dalam, penuh rasa rindu. Ingin memeluk tubuh tegap sang suami yang dilengkapi dengan kemeja dan dasi yang menggantung rapi itu, tetapi kembali ia mengurungkan niatnya. Hati dan otaknya tidak sejalan saat ini.

"Baiklah, kalau begitu kau istirahat saja dulu. Hari ini aku akan pulang cepat." Jungkook berdiri kemudian mengacak rambut Hani dengan lembut. Tubuh tegap itu berjalan menjauh dari Hani dan menghilang dibalik pintu.

Hembusan napas terdengar jelas, Hani menenggelamkan wajah pada kedua telapak tangannya. Sepertinya ia butuh istirahat.

Hani kemudian menyingkap selimut yang dilipat rapi diatas ranjang. Mungkin sedikit rebahan akan mengobati rasa lelah dirinya. Tetapi niat itu segera dia urungkan, ketika melihat bercak diatas sprei.

Hani bukan wanita bodoh, dia tahu bercak apa itu. Bekas cairan sperma yang meleleh tak terbendung. Kedua sudut bibirnya tertarik, menampilkan senyum keputus asaan.

Hani kemudian mengeluarkan sebuah benda kecil yang ada di dalam tasnya. Menatapnya dengan lekat.

Sepertinya tidak akan ada tempat bagiku dihatimu, Jung..

•••••••

Jungkook sedang mencari sosok gadis yang dicinta sambil berlarian kecil di koridor kantor. Sudah beberapa kali dia menelepon sang gadis namun panggilannya tidak ada satupun yang dijawab.

Ketika langkah lebarnya menuju ke arah cafetaria, dia melihat sosok gadis yang dicintai sedang duduk manis sambil meminum sesuatu. Tanpa pikir panjang, Jungkook menghampiri gadis itu dengan langkahnya yang tergesa. "Ikut aku, atau kau akan kuseret didepan semua karyawan." Titah Jungkook tanpa menerima penolakan.

Jisoo, gadis yang sedang menyesap frappucino itu menghembuskan napasnya kasar. Mau tidak mau, dia harus mematuhi perintah Jungkook. Ia tidak mau seisi kantor menjadi heboh, sebab perintah Jungkook mutlak. Lelaki itu tidak pernah main-main dengan ucapannya.

Jungkook dan Jisoo saat ini sudah berada di atap kantor. Langit yang cerah dan tanaman yang begitu warna warni, tidak membuat keadaan kedua orang tersebut secerah suasana hari ini. "Kenapa kau tidak mengangkat teleponku?" Jungkook menatap Jisoo, matanya bergetar, rahangnya mengetat. Jungkook tidak suka diabaikan.

"Apa urusanmu?" Tanya Jisoo dengan sarkas. Jungkook dibuat geram oleh gadis itu saat ini. "Urusanku? Cih! Jangan bercanda, Jisoo!" Jungkook mulai lepas kendali. Nada bicaranya naik beberapa oktaf. Membuat sang lawan bicara tersentak.

"Bercanda? Disini siapa yang bercanda, Jung? Setelah semalaman tidur denganku, lalu pagi harinya kau mencampakanku karena istrimu yang jelas-jelas kau bilang kalau kau tidak mencintainya!"

Katakanlah Jisoo egois, tapi memang begitu kenyataannya. Setelah semalam menghabiskan waktu dengannya, pagi hari Jungkook terlihat mengabaikan gadisnya itu dan lebih memilih sang istri.

Jisoo seakan ditampar oleh kenyataan, bahwa dirinya bukan siapa-siapa. Hanya benalu.

"Dengarkan aku, Jisoo. Aku hanya.. kau tahu, setelah perjalanan panjang seseorang akan merasa lelah. Aku hanya membuatnya untuk tidak kelelahan dan sakit. Tidak lebih dari itu."

"Lalu, kenapa kau tidak menahanku untuk pergi, huh? Kau hanya fokus pada istrimu itu, Jung!"

"Ya ampun, kau cemburu eoh?"

"Kalau iya kau mau apa?"

Jisoo tersulut emosi, matanya sudah berair. Tidak dapat menahan lagi cairan bening yang kini membasahi pipi mulusnya. Jungkook mendekatkan diri pada Jisoo, berusaha meraih sang pujaan.

"Dengarkan aku, Jisoo. Aku hanya—"

"Jung, bolehkan aku egois untuk sekali ini saja?"

Langkah Jungkook terhenti sebelum dirinya sempat menggapai Jisoo. Matanya bersibobrok dengan manik milik Jisoo. "Katakan kau mencintaiku?" Pertanyaan yang lebih tepat seperti sebuah perintah. Jungkook menelan ludahnya kasar. "Aku mencintaimu, Jisoo." Matanya berubah sendu. Nada bicaranya melembut.

"Kalau begitu, aku ingin kau memilih antara aku atau Hani!" Jungkook tersentak dengan ucapan Jisoo. Tidak mungkin dia mengakhiri hubungannya dengan Hani begitu saja. Bahkan ini belum ada setahun lamanya sejak pernikahan mereka. Sesuai perjanjian, Jungkook dan Hani akan bercerai setelah usia pernikahan menginjak satu tahun.

"Aku t-tidak bisa, Jisoo.."

"Kenapa? Apa kau menyukainya?"

"B-bukan begitu, hanya saja perjanjian antara aku dan Hani—"

"Apakah perjanjian itu lebih penting dariku? Apa aku tidak berarti bagimu?"

"Tidak. Bukan seperti itu—"

"Kalau begitu aku ingin kau bercerai dengan Hani, Jung! Secepatnya."

TBC

Adakah yang ingin menghujat Jeon Jungkook?
Waktu dan tempat dipersilahkan
Ehehe
Jungkook plin plan sih jadi aja Jisoo marah:(
Perempuan itu butuh kepastian, bener gak sih gaes?
Jisoo udah mulai berani nyuruh Jungkook cepet-cepet cerai
Kira-kira mau gak yah si Jeon plin plan itu ngikutin kemauan Jisoo?
Jangan lupa vote dan komennya gaess
Tengkyuu buat supportnya💜🖤💖

Lost in lust [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang