Selama beberapa hari ini, Jisoo mati-matian menghindari Jungkook. Setelah percakapan dengan sang lelaki di ruangan kerjanya itu. Terlalu sakit mengingat Hani, istri Jungkook sedang mengandung anak dari lelaki yang dicintai olehnya.
Begitupun dengan Jungkook, lelaki itu tidak begitu gencar mendekati atau membujuk Jisoo. Lelaki Jeon itu terlalu sibuk dengan pekerjaan, dan juga sang istri.
Hani mulai mengidam. Menginginkan beberapa hal yang aneh, membuat dirinya kebingungan. Belum lagi jadwal cek ke dokter kandungan. Tapi semuanya Jungkook lakukan, karena bagaimanapun didalam perut Hani yang masih terlihat rata, ada kehidupan lain disana.
Ada benih yang ditanamkan oleh lelaki Jeon itu. Cikal bakal dirinya tumbuh didalam sana.
Begitu banyak perhatian yang diberikan oleh Jungkook pada Hani. Membuat sang istri begitu tersentuh. Rasa egonya mencuat kembali ke permukaan.
Rasa ingin memiliki Jungkook seutuhnya, tanpa bayang-bayang Jisoo.
"Aku akan kembali ke kantor. Kau harus jaga diri baik-baik ya. Jangan lupa makan dan minum vitamin, oke?" Jungkook mengantarkan Hani sampai kedepan gedung apartemennya setelah selesai dari dokter kandungan. Mencium kening sang istri dengan hangat.
Jungkook kemudian menjalankan mobilnya untuk kembali ke kantor. Berkutat dengan pekerjaan yang membuatnya begitu kewalahan.
Hani mengusap perutnya dengan sayang. Ketika kakinya hendak masuk kedalam apartemen, tiba-tiba sebuah ide muncul di kepalanya.
Mengeluarkan posel pintar miliknya dari dalam tas, mencari sebuah kontak yang berhasil dia curi dari sang suami beberapa hari yang lalu. Berniat menghubungi nomor tersebut.
Hani mengigit bibir bawahnya, ragu melanda dirinya. Apakah di harus menghubungi nomor tersebut atau tidak? Tapi naluri ibunya seakan menuntun sang ibu jari menekan tombol memanggil kontak tersebut.
Hanya menunggu beberapa kali nada sambung berdering, kemudian telepon itu dijawab dari seberang sana.
"Hallo.."
•••••••
Hampir lima belas menit Hani duduk di pojokan cafe. Mengaduk red velvet miliknya, tanpa meminumnya sedikitpun. Matanya mengedar, mencari sosok seseorang yang ditunggu-tunggu olehnya.
Suara ketukan heels terdengar nyaring di telinga Hani. Berbarengan dengan munculnya sesosok gadis mungil dengan blouse berwarna hitam dengan corak bunga kecil dan juga celana katun panjang. Rambut tergerai indah membuatnya terlihat begitu manis.
Hani kemudian berdiri, menyambut kedatangan seseorang yang sedari tadi ditunggu olehnya.
"Kau sudah lama menunggu? Maaf aku terlambat, karena aku hanya bisa keluar ketika istirahat makan siang." Gadis itu tersenyum sambil mendaratkan bokongnya dihadapan Hani.
"Tidak masalah, aku belum lama menunggu." Hani terlihat begitu canggung. Pikirannya seakan buyar, kata-kata yang sudah disusun sedemikian rupa hilang dari kepalanya.
"Kau mau pesan sesuatu?" Tawar Hani pada sang gadis yang sedang menatapnya diseberang sana. "Ah tidak usah, aku sedang tidak ingin apapun. Jadi ada apa kau ingin bertemu denganku, Hani?" Tidak ingin berlama-lama duduk berhadapan dengan lawan bicara. Karena akan membuatnya semakin sakit.
"Begini, aku ada sebuah permintaan untukmu. Kau mungkin sudah tahu dari Jungkook kalau aku sedang hamil. Aku.. eum.. bolehkah aku meminta padamu untuk tidak mendekati Jungkook lagi, Jisoo?"
Gadis yang tadinya bersandar pada kursi itu kini mencondongkan tubuhnya pada lawan bicara. Tertawa sinis, seperti meremehkan.
"Kenapa?" Tanya Jisoo dengan kepala yang sedikit miring. "Aku ingin anakku merasakan kasih sayang dari seorang ayah." Hani mulai tertunduk. Dadanya berdegup kencang, seolah sedang lari maraton.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost in lust [M]
Fanfic[COMPLETED] Dalam hidupnya, baru kali ini Jungkook dihadapkan dengan pilihan yang sangat sulit. Perasaannya seolah diobrak abrik. Takdir dengan seenaknya menertawakan kehidupan seorang Jeon Jungkook.