Harapan

6 0 0
                                    

       Kila menceritakan segalanya dengan Via, dengan detail dan tidak ada yang ditutup-tutupi. Via hanya mengangguk mengiyakan di beberapa bagian cerita. Semakin Kila bercerita membuat Via yakin bahwa sahabatnya ini tidak bohong apalagi halu.

"Dari cerita lo, gue tau lo gak bohong" Via seakan berpikir "tapi la, lo bilang Natra selalu duduk disamping lo saat pelajaran?"

"Iya, dia duduk sebelah gue"

"Tapi bukannya kita cuekin Natra. Tapi kita emang gabisa liat Natra"

"Jadi ini alesan dia bilang dia dicuekin sama semua orang, termasuk mamah papahnya"

"Dan dari cerita lo, gue tau kalau Natra juga sebenernya nggak tau atau nggak sadar kalau dia tuh arwah, tubuhnya koma" Via mulai berspekulasi. Membuat Kila manggut-manggut setuju.

"Gimana Vi, gue harus gimana?"

"Besok gue bakal bawa Varo kerumah lo buat cerita. Dia sahabatnya Natra"

"Gak Vi, gue rasa lo gaperlu cerita ke siapapun kalau gue tau Natra"

"Maksud lo?"

"Gue pasti udah bikin mamah sama papahnya Natra nggak tenang. Mereka pasti kepikiran omongan gue. Dan gue gamau semua temen sekolah kita juga gitu"

"Tapi la, gue cuma pengen bantu cari tau"

"Gue bakal cari tau, tanpa anak-anak tau kalau gue kenal dan tau Natra". Kila berkata dengan nada datar. Dirinya seperti pasrah.

" Gue paham la, tapi lo tau kan. Gue gak akan ragu sama lo. Gue percaya sama lo"

Via tersenyum. Memeluk sahabat kecilnya dan berharap bisa menenangkan Kila.

       Dua hari setelah kepulangan Kila dari rumah sakit. Kini Kila sudah lebih baik. Walaupun Kila bersikeras untuk sekolah. Tapi mamahnya belum mengijinkan. Apalagi mamahnya takut Kila akan bertemu "Natra" disekolah dan membuat putrinya down.

"Kemarin yang nengok kamu siapa La?" Dita memotong puding coklat dan menyerahkannya pada Kila.

"Temen sekelas ma" Kila menjawab sekenanya.

"Yang cowok tinggi putih itu lo"

"Varo mah"

"Iya Varo. Ganteng ya?" Dita menyuap puding coklatnya. Manis.

"Hmm" Kila sudah tau arah pembicaraan mamahnya.

"La kamu kan udah baikan. Nanti sore temenin mamah yuk"

"Kemana mah?"

"Ke mall, kan mamah mau ambil pesenan la, orangnya bilang mamah suruh nyamper ke sana"

"Yaudah"

Kila masih memakan pudingnya sambil menonton televisi. Mamanya senang karena Kila tidak lagi diam seperti sebelumnya.

       Pukul 13.20 Kila dan mamahnya sudah berada di Mall. Mamanya menyuruh Kila menunggu di rumah makan tapi Kila menolak. Kila memilih untuk berjalan-jalan. Langkah Kila terhenti di sebuah galeri. Dia ingat. Dulu pada saat hari jadiannya. Kila melihat Natra di galeri itu. Kila melangkahkan kakinya masuk kedalam galeri. Kila masih tertarik dengan etalase kaca yang menampilkan kalung dengan berbagai bentuk. Dilihatnya beberapa dan matanya kembali menangkap kalung yang pernah diinginkannya.

"Kamu lagi ya?" Kila terlonjak kaget bahkan Kila memegangi dadanya.

"i i iya mbak" yang membuat Kila kaget ternyata adalah seorang wanita yang pernah ditemuinya. Wanita dengan aksesoris unik dan dandanannya yang terkesan aneh.

"Jangan panggil mbak, saya Fiona. Kamu tertarik dengan kalung itu?"

"Iya, kalung ini bagus". Kila tersenyum. Kalung ini mengingatkannya dengan Natra.

NATRA (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang