Kebenaran Selanjutnya

5 0 0
                                    

Flasback On

Varo POV

       Hari ini panas, tapi ketiga remaja itu masih betah tiduran dibawah pohon rindang dekat sebuah pondok. Dua orang cowok dengan satu cewek cantik berambut hitam lurus.

"Lo beneran harus berangkat ntar malem ke sidney ya sa?" Varo mulai membuka pembicaraan.

"Iya, gue juga sedih si asli. Apalagi gue kan pengen tetep disini deket Natra" Gilsa mengencangkan pelukannya ditangan Natra. Ada rasa tidak rela dihati Varo.

"Yaelah, tenang Var. Gilsa juga bakal balik semester depan. Ya kan sa?"

"Lah gue kira dah mati lo, daritadi merem" Varo mencoba melawak.

"Lo ikut nganter gue kan Var?"

"Liat nanti aja ya, gue ada shooting soalnya"

"Matalo katarak, shooting apaan muka kaya kulit sapi begitu shooting"

Asem kulit sapi. Batin Varo. Varo tidak pernah bisa marah dengan Natra. Dia sahabat Varo dari kecil. Sebelum mereka lahir mungkin orangtua mereka sudah membiarkan mereka berteman.

"Yaudah yok lah buruan, udah sore. Nanti malah kemaleman Gilsanya" Varo bangkit berdiri dan disusul dua sahabatnya yang tetep gandengan.

Ya Allah selamatkan hamba yang jomblo ini. Gumam varo dalam hati.

       Mobil Natra melaju dengan kecepatan sedang. Sekarang sudah pukul 18.25. Varo duduk dijok belakang sambil menyenderkan tubuhnya. Varo merasa aneh karena dua sahabatnya diam tanpa berbicara sepatah katapun semenjak mereka menjemput Varo dirumahnya. Padahal sebelumnya mereka berdua tampak akrab.

"Nat". Gilsa masih menatap keluar jendela. Malam ini gerimis, padahal sore tadi sangat panas.

Natra hanya diam. Dia enggan menjawab Gilsa.

"Lo berdua kenapa?" Varo bingung. Natra seoerti sedang menghindar.

"NATRA!" Varo melihat bagaimana sekarang Gilsa berteriak kepada Natra. Varo diam. Dia tau ini diluar urusannya.

"Apa Sa? Gue udah tegasin tadi. Jangan kita bahas lagi ya. Gue mohon" Natra masih fokus menyetir.

"Emang gabisa ya lo terima gue, kita udah kenal lama dan dari dulu lo juga tau kalau gue sayang sama lo, LO JAHAT, LO JAHAT SAMA GUE" Varo mendengar bagaimana Gilsa berteriak dan menangis. Dia sangat hapal dengan sifat Gilsa yang bertemprament tinggi.

"Bisa nggak si Sa, lo jangan gini. Kita lagi dijalan" Natra mencoba menenangkan Gilsa.

Varo tau, dari dulu Gilsa sangat menyayangi Natra. Lebih dari sahabat. Tapi Natra hanya menganggapnya teman, sahabat. Tidak lebih.

"Gue enggak mau tau, intinya kita jadian. Dan kita bakal LDR. Kalau enggak gue bakal bunuh diri" Gilsa sudah mulai meracau. Varo sudah tidak tahan.

"Mendingan udah kita minggir dulu deh, beli minum buat Gilsa" Varo memberi solusi.

"Iya kita minggir aja dulu didepan, gue bakal telpon supir lo buat jemput lo" Natra masih melajukan mobilnya. Didepan memang ada sebuah minimarket.

Gilsa makin meracau. Varo tau dia tidak mau diantar supir. Yang dia mau hanya Natra.

"Enggak! Enggak bisa! Gue gak mau dianter supir. Jangan berenti. Tetep kebandara. Enggaaakkk!" Gilsa berteriak semakin menjadi. Bahkan sekarang tangannya sudah memukuli pahanya yang tertutup rok selutut.

"Stop sini aja Nat, kayanya Gilsa butuh obatnya"

"Nggaaakk jangan stop, gue gamau dianter supir!"

"Udah Gilsa lo tenangin diri dulu"

NATRA (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang