Natra

15 0 0
                                    

       Kila mengurai rambut panjangnya. Membiarkannya tergerai tertiup angin di atap rumah sakit. Sudah pukul 10.00 lebih. Operasi Natra sebentar lagi akan berjalan. Tapi Natra sama sekali belum datang. Kila sudah mulai ketakutan. Bagaimana kalau Natra tidak datang dan kemarin adalah waktu terakhir Kila bertemu dengan Natra. Kila menghela napas, matanya memanas siap untuk menumpahkan air mata.

"Jangan nangis" Kila mendengar suara Natra dan berbalik. Dilihatnya Natra sudah berdiri didepannya. Senyum manisnya menghiasi wajah tampan Natra yang entah kenapa hari ini nampak sangat tampan.

Kila berjalan perlahan sambil tersenyum kearah Natra.

"Lo kemana aja si. Panas nih gue nungguinnya". Kila mengerucutkan bibirnya.

"Dirumah La, arwah penasaran juga butuh istirahat kan?" Natra terkekeh membuat Kila ikut tertawa. Kila tau Natra bercanda.

"Duduk yuk Nat" Kila memimpin Natra menuju kursi berupa sofa bed dengan ukuran sedang. Didepannya terdapat meja yang dihiasi vas bunga dengan bunga mawar merah merekah tertata rapi.

"Lo yang nyiapin ini semua?" Natra mendudukkan dirinya dikursi tepat disamping Kila.

"Gue sama Via si, sengaja minta tolong orang gotongin kursi. Selebihnya gue sama Via".

"Makasih La, lo udah mau sayang sama gue" Natra menatap Kila dalam. "Gue mau ngomong sesuatu".

"Ngomong apa?, jangan bilang lo mau ngelamar gue. Nat gue masih sekolah ya". Kila menunjuk Natra.

"Dasar panda, gue mau ngomong penting. Ini tentang hidup gue".

Kila mulai paham arah pembicaraan Natra.

"Lo lagi dioperasi dan gue yakin lo akan berhasil"

"Operasi gue cuma 30 persen kemungkinan bakal berhasilnya".

"Lo bakal sembuh" Kila mengalihkan pandangannya dari wajah Natra. Kila sudah mulai khawatir dan gusar. Sebutir air mata lolos dari mata indahnya.

"Gue tau La, lo bakal sedih. Gue gak tau apa yang akan kita hadapi kedepannya. Tapi yang perlu lo tau. Gue gak butuh kebenaran tentang apapun yang menyangkut kecelakaan gue. Gue sama sekali nggak dendam sama Varo, gue gak mikirin gimana Gilsa karena dia baik-baik aja" Natra tersenyum. Kini Kila sudah menangis tanpa ditahan lagi.

"La, setelah gue tau kalau gue lagi koma, gue bener-bener syok. Tapi gue gak bisa apa-apa. Nggak ada yang liat gue. Gaka da yang peduli ke gue"

Kila hanya diam mendnegarkan setiap perkataan Natra dengan tangisnya yang masih pecah.

"Jangan nangis. Gue gak pernah bilang ini sebelumnya. Tapi gue suka sama lo semenjak kita ketemu dibis. Semenjak lo senyum ke gue. Senyum yang bikin candu, yang bikin gue inget kalau gue punya lo, yang bikin gue selalu pengen deket sama lo"

Natra berusaha meraih pucuk rambut Kila dan mengusapnya pelan.

"Semenjak gue sayang ke lo, gue punya semangat buat hidup. Gue mikirin berbagai cara supaya gue bisa bangun dari koma dan bisa bareng sama lo. Gue bahkan selalu pulang ke tubuh asli gue. Gue mencoba ratusan kali dengan ratusan cara yang akhirnya bikin gue sadar"

Kila meraih tangan Natra namun gagal. Membuat dirinya semakin menangis hingga mata dan hidungnya memerah. Mulutnya sudah tidak mampu lagi mengeluarkan sepatah kata. Dia mendengarkan Natranya. Tidak mau terlewat sedikit katapun.

"La, tujuan gue cuma satu. Bareng sama lo"

Kila tersenyum disela-sela tangisnya. Natra masih mengusap pucuk rambut Kila.

       Didepan ruang operasi Wulan terduduk dalam pelukan Cakra. Keduanya harap-harap cemas menunggu lampu diatas pintu berubah warna. Operasi dijadwalkan selesai dalam waktu 1 setengah jam. Tapi sudah melewati waktu yang ditentukan dokter belum juga keluar. Via yang duduk disamping Varo hanya diam sedangkan Varo terus menggerakkan kakinya gusar.

"Lo mau minum?" Via menyodorkan air minum kepada Varo yang langsung diterimanya tanpa ba bi bu. Diteguknya air mineral itu sampai habis setengah dan meletakkan botolnya tanpa berkata.

"Pah kenapa dokter belum keluar juga?". Wulan terus mengeratkan tangannya kepada Cakra.

"Mamah tenang ya. Natra pasti baik-baik aja".

Keduanya saling mengeratkan tangan menguatkan satu sama lain. Mereka sebenarnya sudah siap dengan segala hasil yang akan didapat.

       Kila masih terduduk dengan Natra yang terus mengusap rambutnya. Natra tersenyum manis. Natra juga sakit dan tidak mau hari ini terjadi. Dimana dia sendiri tidak tau apa yang akan terjadi dengan dirinya.

"La gue butuh bantuan lo". Natra berkata lembut.

"Apa yang bisa gue bantu, gue akan bantu".

"Lo inget fiona?". Natra bertanya membuat Kila melebarkan matanya.

"Fiona? Fiona pemilik galeri mall itu?"

"Iya. Dia bisa liat gue juga"

"Kalau itu gue udah tau Nat, apa yang bisa gue bantu?"

"Inget kalau fiona pernah bilang ke lo kalau gue butuh bantuan?"

"Iya, lo perlu tau kecelakaan lo kan. Biar lo bisa bangun dari koma".

"Lo salah La, bukan bantuan itu yang gue perlu".

"Terus bantuan apa?"

"Bantuan yang gue perlu, gue mau lo ikhlasin gue kaya mamah papah gue" Natra tersenyum. Kila kebingungan dengan apa yang dikatakan Natra.

"Maksud lo apa si Nat?"

"La, operasi gue kemungkinan gak akan berhasil. Dan gue pengen lo ikhlasin gue. Fiona pernah bilang, kalau gue bisa tenang dan balik ketubuh gue kalau semua orang yang sayang sama gue ikhlasin gue". Natra berkata dengan tenang walau hatinya bergemuruh.

"Nggak! Maksud lo? Lo bakal mati Nat?" Kila kembali menangis.

"Gue nggak tau. Tapi plis ikhlasin gue kaya mamah sama papah gue la". Natra memegang kedua bahu Kila.

"Gue nggak bisa". Kila menunduk takut. "Gue sayang sama lo Nat. Maap".

"La kalau minta maap liat orangnya". Natra kembali tersenyum. Entah kenapa Natra begitu tegar. Tidak ada raut kesedihan dalam wajahnya.

Kila mendongak menatap Natra. Kosong.

"Nat, lo dimana". Kila bangkit berdiri dan gelagapan mencari Natra.

"Gue disini. Lo udah gabisa liat gue ya?". Natra terkekeh.

"Nat nggak lucu sama sekali". Kila menangis sejadi-jadinya.

"Gue mohon, Mikailla Dannuar. Satu-satunya cewek yang gue sayang setelah nyokap gue. Ikhlasin gue. Dan terima apapun keputusan Tuhan terhadap gue".

Kila pasrah. Dia sangat takut kehilangan Natra. Kila menenangkan diri dan mulai berucap.

"Nat, gue pernah bilang kalau gue bakal bantu lo, karena gue sayang sama lo". Kila tersenyum dengan air mata yang masih mengucur. Hatinya terasa sesak sekali.

"Gue ikhlas lo pergi. Entah untuk tetap berada didunia ini bareng gue, atau lo deket sama Allah". Kila mengusap air matanya.

"Apapun yang Allah gariskan gue ikhlas. Gue akan biarin lo pergi". Kila mulai gelagapan. Kata-katanya tertahan ditenggorokan. Hanya isak tangis yang keluar dari bibir mungilnya.

"Natra. Gue ikhlass". Kila membekap mulutnya untuk menahan tangis. Menunggu jawaban Natra. Nihil. Kila langsung terduduk lesu. Tangisannya tidak dapat terbendung lagi. Kini Kila hanya dapat menangis sambil memeluk lututnya. Natra sudah pergi, entah untuk tetap berada didunia bersama Kila. Atau pergi menemui Tuhannya.

Haloo..
Ini bukan part akhir ya, masih ada part berikutnya nih.

Jangan lupa Vote dan Komen ya

NATRA (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang