Kila merenggangkan tubuhnya perlahan, melirik jam tangan putih ditangannya. Sudah pukul 9 lebih tapi Gilang belum juga menjemputnya. Kila berdiri mematung didepan lobby Rumah Sakit sambil merapatkan jaket rajutnya. Sesekali melirik kekanan dan kekiri berharap mobil Gilang datang.
Tiinn tinnn
Suara klakson mengagetkan Kila, seorang lelaki dengan kemeja birunya keluar dari mobil dan berjalan menuju kearah Kila. Kila kaget setelah cahaya lampu rumah sakit menerangi dan memperlihatkan pemilik tubuh gagah yang menghampirinya.
"Pak Faiz?".
"Maaf saya lihat kayanya kamu udah lama nunggu disini. Belum dijemput?".
"Belum pak". Kila tersenyum ramah. Bingung.
"Mau bareng saya?".
"Gausah pak, saya nunggu adik saya saja".
"Kamu bisa ngabari adikmu suruh gausah jemput".
"Saya gapapa pak beneran".
"Saya tidak menerima penolakan". Faiz menjauh menuju mobilnya dan membuka pintu penumpang bagian depan. Menatap Kila dan menginstruksikannya untuk masuk.
Kila ragu-ragu dan akhirnya menuruti Faiz masuk ke mobilnya.
Dalam perjalanan keduanya nampak diam. Tidak ada yang berbicara selain Faiz yang fokus menyetir. Kila tidak enak hati dan bekerja keras untuk mencari topik pembicaraan.
"Kamu biasanya sama pacarmu". Belum Kila membuka mulut untuk berbicara. Faiz sudah menanyainya duluan.
"Pacar? Siapa pak?".
"Itu yang nempel terus kaya perangko sama kamu. Heran saya". Faiz berbicara serius tapi masih fokus dengan kemudinya.
"Oh maksud bapak Varo?. Dia bukan pacar saya pak, tadi dia pulang duluan karena harus jagain mamanya". Kila tersenyum kearah Faiz yang masih fokus menyetir.
"Oh".
Kila mendengus. Hanya itu saja? Kila kembali bingung mencari topik pembicaraan.
"Terimakasih pak sudah mengantar". Kila gagap dan langsung lega ketika bisa menyelesaikan perkataannya.
"Belum nyampe kok sudah terimakasih".
Deg.
Kila kembali mendengus, laki-laki disampingnya benar-benar menyebalkan. Selama sebulan dirinya magang, Faiz terlihat ramah dan sangat baik pada saat menjelaskan maupun membimbing mahasiswa magang. Sekarang 360 derajat berbeda. Dingin dan menyebalkan.
"Umur kamu berapa?". Kila yang masih melamun kaget dengan pertanyaan Faiz.
"Iya pak?".
"Umur kamu?".
"Saya pak?".
"Bukan, kakek kamu".
Haaaaaaa Kila benar-benar ingin mencakar Faiz sekarang.
"Saya dua puluh satu tahun bulan depan pak".
"Saya dua puluh lima tahun, saya rasa saya tidak terlalu tua dan tidak cukup tua untuk kamu panggil bapak".
"Eh?"
"Faiz saja, kalau masih enggak enak panggil mas Faiz. Cukup".
"Ehmm iya pak, eh maksud saya mas Faiz".
Faiz menyunggingkan sedikit senyum dibibirnya. Kila malah merutuk dalam hati. Malas dan ingin cepat-cepat sampai dirumah.
Mobil hitam Faiz sudah tepat berada didepan gerbang rumah Kila. Kila keluar dari mobil tanpa menunggu Faiz. Mobil Gilang masih ada didepan rumah. Kila mendengus, adiknya pasti lupa menjemputnya. Kila yang ingin berterimakasih tiba-tiba kaget. Mobil Faiz tiba-tiba menjauh dari depan rumah Kila. Meninggalkan Kila dengan mulut menganga.
Apa-apaan si tuh dokter gila! Batin Kila.
Paginya Kila kelabakan mencari dimana handphonenya berada. Seingatnya tadi malam Kila sudah memasukkannya didalam tas saat akan masuk kedalam mobil Faiz. Tapi pagi ini Kila sudah mencarinya kemana-mana masih tidak ketemu, bahkan sang mama sudah menghubunginya tapi tidak aktif.
Kila berangkat kerumah sakit dengan muka masam. Varo yang melihat hal itu kebingungan, Kila hanya menjawab tidak enak badan. Sepanjang bertugas Kila agak kepikiran dengan handphonenya sehingga beberapa kali lalai saat mengerjakan tugas. Kila memang sangat sayang dengan handphone tersebut, karena handphone itu adalah milik almarhum Natra, kedua orang tua Natra memberikannya pada Kila karena mereka yakin Kila lebih membutuhkannya, untuk mengingat Natra.
"Kamu kurang fokus". Kila terlonjak kaget, Faiz sudah berada disampingnya dengan jas dokternya lengkap. Kila memilih istirahat makan siang di atap Rumah Sakit, tempat terakhir kali dirinya berkomunikasi dengan Natra.
"Maap pak".
"Ada masalah?".
"Tidak pak".
"Kalau gitu kenapa sedih?".
"Engg anu pak, enggak apa-apa".
"Sekali lagi kamu panggil saya pak diluar jam kerja, saya keluarkan kamu dari tim".
Kila mendekik, Kila benar-benar lupa.
"Eh iya mas Faiz".
"Kamu kenapa, jadi dokter itu sesedih apapun harus bisa tahan, profesional".
"Iya mas, hape saya ilang. Jadi agak kepikiran".
"Handphone kamu?".
"Iya, eh bukan. Gimana ya".
Kila bingung, itu memang handphone Natra, tapi sudah beberapa lama dipakai olehnya. Mau dibilang milik Kila juga bukan. Bukan milik Kila tapi dipakai olehnya. Kila semakin bingung.
"Handphone Natra?".
Kila mendelik, Faiz masih lurus menatap kedepan, kearah gedung-gedung tinggi didepan rumah sakit. Fikiran Kila berisi ribuan pertanyaaan.
Darimana dia tau Natra?
Siapa sebenarnya Pak Faiz?
Apa hubungannya dengan Natra?
"Yang pergi terkadang tidak selamanya pergi, mungkin dia berubah atau berpindah. Kamu cuma perlu peka buat merasakannya".
Faiz menatap Kila, tatapannya? Sama dengan seseorang yang pernah mengusik perasaannya hingga jatuh cinta begitu dalam.
Bukan, dia bukan Natra!
Selesaaaiiii🎉🎉🎉
Mohon maap endingnya memang aku bikin ngegantung gituuuu..Akhir-akhir ini menulis jadi hal yang susah karena pendemi mempengaruhi banyak hal.
Oh iya, rencana aku mau bikin part 2 nya, taoi masih rencana.
Terimakasih yang sudah membaca, sehat selalu kalian.
Maap selama menulis mungkin banyak typo dan ceritanya absurd😅
@ekatyaseee
KAMU SEDANG MEMBACA
NATRA (Complete)
FantasiaAda sesuatu pada diri Natra yang membuat Kila penasaran. "Merelakan apapun takdir Tuhan terhadap ornag yang kita sayang emang susah, tapi itu harus". -Kila "Aku harus tau, dan kamu tidak boleh tau. Cinta kadang rumit"- Natra.