Hidup Baru

8 1 0
                                        

Kila berlari kecil menuruni anak tangga sambil tergesa. Pakaiannya sudah rapi, tinggal mengenakan sepatu yang kini sudah dibawanya ditangan. Tas kecil hitam terlihat dipunggungnya.

"Natraaaaa". Kila berteriak cukup keras. Membuat mamanya yang berada didapur harus menutup kupingnya dengan kedua tangan.

"Kila, kamu jangan teriak-teriak dong sayang. Kuping mama jebol ini". Mamanya tersenyum lucu. Kila hanya tertawa cekikikan.

"Iya mamaku sayang, maapin Kila. Eh iya mana Natra mah?". Kila mengambil roti lapis yang disodorkan oleh mamanya dan memakannya dengan cepat.

"Udah didepan sama Varo, kamu si mandinya lama. Varo sama Natra jadi nunggu dimobil". Mamanya menuangkan susu.

"Iya maap ma, bunganya dimana?" Kila terlihat melihat sekeliling.

"Udah dibawa Varo didepan. Kamu tuh ya". Kila memakan potongan roti terakhirnya. Meneguk habis susu murni kesukaannya.

"Alhamdulillah, yaudah mah Kila mau pergi dulu, gaenak udah tungguin". Kila memeluk mamanya dan mencium pipi mamanya lembut.

"Yaudah ati-ati, maap ya mama gabisa nemenin ke depan, mamah masih harus bangunin adik kamu".

"Iya mah gapapa, dah mah, assalamualaikum"

"Alaikummussalam La, ati-ati ya sayang".

Kila berjalan keluar rumah dan mendapati mobil Varo didepan gerbang. Kila berlari kecil dan melihat dibagian kemudi Varo sudah duduk manis, Kila memilih duduk dibagian jok belakang bersama Natra.

"Yaelah gue kaya supir dong". Varo nampak bersungut kecil. Kila melihatnya dan tertawa.

"Ih gue kan mau sama Natra. Lo mending fokus nyetir aja"

Kila mendengus membuat Varo semakin gemas. Varo menjalankan mobilnya pelan menjauh dari rumah Kila menuju tempat kesukaan Kila selama 1 tahun ini.

Mobil berwarna hitam Varo terparkir rapi disamping mobil merah Via. Ternyata Via dan Mimi sudah sampai tempat tujuan lebih dulu. Via membawa seikat bunga mawar berwarna merah seperti yang dibawa Kila.

"Yaelah kalian lama banget ya, jamuran nih". Via bersungut sambil berjalan menuju mobil Varo.

"Tuan putrinya lama. Ngurusin pangerannya dulu". Varo tersenyum melihat Kila yang siap meledak.

"Ini kan masih libur, kalian nggak ngapa-ngapain juga kenapa mesti pagi si?". Yoga yang sedari tadi diam dipojokan ikut berbicara.

"Biar nggak kesiangan, yaudah buruan yuk. Kayanya mendung". Kila menarik Natra keluar mobil dan berjalan diikuti teman-temannya.

Pemandangan pagi ini cukup teduh. Dengan pohon hijau yang semakin menguning, awan yang menunjukkan awan abu-abu. Matahari bahkan malu-malu terlihat hanya semburat tak berniat muncul.

Kelima orang itu berjalan menelusuri jalanan setapak yang masih basah rumputnya. Daun kering terlihat jatuh rapi dibagian sisi. Kila berhenti ditempat yang sudah satu tahun ini dia kunjungi. Kila duduk dan terlihat memegang sesuatu dan mengelusnya pelan. Nisan.

Danatra Adicakra
Bin
Bramantyo Adicakra
Lahir : 7 Agustus 2002
Wafat : 6 Februari 2020

"Halo Natra, apa kabar hari ini? Gue dateng lagi nih". Kila mengelus sesuatu dipangkuannya. Matanya kini memerah menahan air mata.

"Udah satu tahun lebih ya Nat kita pisah. Sekarang lo udah nggak dateng lagi ke gue". Kila tersenyum. Mimi sudah meneteskan air mata.

Kila menaruh bunga dan mengusap nisan Natra lembut.

"Nat, gue bawa Natra nih. Lo inget kucing kecil yang kita temuin di taman kan?. Liat nih Nat. Gue kasih nama Natra, jailnya kaya lo Nat". Kila menurunkan kucing kecil yang dipanggilnya Natra. Kucing tersebut mengeong seakan memanggil seseorang yang sudah terkubur dibawah nisan tersebut.

"Nat, lo tau nggak? Lo udah bahagia dan gue rasa gue udah bisa nerima kepergian lo, Kila juga. Kita bakal doa in lo Nat". Varo menaruh bunga diatas gundukan tanah yang sudah ditumbuhi rumput dan tersenyum.

Air mata Kila jatuh. Buru-buru diusapnya perlahan seakan takut ketahuan sedang menangis.

"Sori Nat, gue selalu gini. Padahal gue udah janji nggak akan nangis lagi. Maap ya". Kila tersenyum ramah.

Satu-satu dari mereka mulai berbicara. Bahkan Natra, kucing Kila ikut mengeong seakan tau apa yang sedang mereka bicarakan. Angin semilir mulai terasa. Rintik air mulai turun perlahan. Kila memutuskan untuk pulang. Cukup untuk hari ini. Kila pasti akan datang lagi.

2 Tahun Kemudian

Kila memakai jas putih dan mengalungkan name tag dilehernya. Ini hari pertamanya magang di Rumah Sakit besar milik keluarga Adicakra. Keluarga Natra. Bukan karena koneksi Kila bisa magang dirumah sakit ternama tersebut, tapi karena IPK Kila yang lebih dari cukup untuk bisa masuk di Rumah Sakit bergengsi yang terkenal di Asia. Tiga tahun setelah kematian Natra, Kila tidak ingin terpuruk. Kila bangkit dan berjuang untuk masuk ke Fakultas Kedokteran di Universitas ternama di Jakarta. Kila memang belum bisa melupakan Natra, tapi Kila sudah sepenuhnya mengikhlaskan kepergian Natra. Lelaki yang entah kenapa spesial untuknya.

"Hari pertama dan lo terlambat? Bagus banget lo Var". Kila bersungut melihat Varo yang dengan gugup menaruh barangnya diloker rumah sakit dan buru-buru bersiap. Varo baru sampai dan menyuruh Kila menunggunya di depan loker.

"Lo tau kan? Nyokap gue bener-bener cerewet banget La, dia kira gue udah mau kemana aja. Masa gue harus ini itu, sarapan dulu, siap-siap didepan dia. Kaya anak TK gue".

"Nyokap lo manjain lo juga karena sayang, buruan ah kita harus kumpul sama yang lain". Kila keluar terlebih dahulu diikuti Varo yang sedang mengalungkan name tag nya.

Ketujuh mahasiswa dari dua Universitas sudah berkumpul. Setiap tahun memang hanya tujuh mahasiswa yang diterima magang di Rumah Sakit Yayasan Cakra Grup. Bukan sembarang mahasiswa, tapi mereka yang kompeten dibidang kedokteran. Sayangnya, pada saat tes hanya Kila dan Varo yang diterima, Via dan Mimi harus menerima magang di Rumah Sakit Swasta lain yang jaraknya tidak terlalu jauh dari kampus.

"Baik semuanya, hari ini kalian hanya perlu untuk memperkenalkan diri, mencatat tugas, dan akan ditunjukkan proses kerja kalian di Rumah Sakit ini. Waktu magang kalian dimulai pukul delapan pagi sampai pukul lima sore". Seorang dokter wanita muda dengan jas putihnya masih menjelaskan dengan teliti.

"Kalian sekarang berada di bagian Dokter bedah, saya akan kenalkan kepada pimpinan dokter bedah di Rumah Sakit ini. Lima menit lagi beliau akan sampai. Silahkan kalian bisa duduk untuk menunggu". Dokter itu keluar ruangan diikuti satu dokter lainnya. Para mahasiswa termasuk Kila dan Varo duduk melingkar diruang rapat bagian bedah.

Beberapa saat kemudian pintu terbuka dan masuklah seseorang diikuti beberapa orang dibelakangnya. Semuanya bangun dan menunduk sopan kepada dokter tersebut.

"Kalian pasti bingung, kenapa saya yang berada didepan kalian. Pimpinan dokter, mungkin kalian kira seseorang yang sudah tua. Silahkan duduk". Dokter lelaki yang masih muda dan tampan tersebut tersenyum ramah.

"Baik, perkenalkan. Saya Anan Faiz Aswara. Pimpinan dokter bedah di Rumah Sakit ini".

Semua orang nampak syok, orang didepan mereka adalah Faiz Aswara, salah satu dari dokter muda berbakat yang terkenal.

"Silahkan kalian bisa memperkenalkan diri, dimulai dari kamu. Iya, kamu. Yang rambutnya kuncir kuda".

Kila membelalak. Kuncir kuda katanya?.

Masih ada satu part terakhir ya.
Terimakasih yang sudah membaca.

NATRA (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang