50. Pulang Bareng Alden

6.8K 373 10
                                    

Sekarang sudah pukul 23:00 WIB. Semua sudah kembali ke rumah masing-masing, hanya tersisa orang tua Bisma dan Resti saja.

Kali ini, kerabat diperbolehkan masuk lebih dari satu, tapi tidak boleh membuat gaduh ataupun bersuara keras.

Resti masih menggunakan seragam sekolahnya, bahkan ia tak keluar-keluar, hanya di dalam ruangan saja memperhatikan Bisma yang sedang tak sadarkan diri. Sesekali, ia berbicara pada Bisma walau lelaki itu tak akan mendengarkannya.

"Sayang, kamu pulang aja nggak apa-apa, biar Tante sama Om yang disini. Ini udah malem lho, besok sekolah. Biar supir Tante yang anter" Iren mengusap kepala Resti yang sedang menelungkup di samping Bisma tidur.

Resti mendongak"Nggak usah Tante, aku mau nunggu Bisma sampai sadar"

"Re pulang sekolah kamu kesini lagi. Sekarang pulang aja, ya. Supir Om udah di depan mau ngantar kamu, nanti kamu ikutan sakit kalo di sini terus." Kini Alex yang menyahut.

"Tapi Om,Tante, Resti masih mau liat Bisma" ujar Resti sembari menangis. Entahlah, hari ini Resti sangat lemah, mudah sekali mengeluarkan air mata.

"Jangan nangis dong. Jelek tahu! Hehe. Sekarang pulang, kamu beres-beres. Bau kamu nggak mandi tadi sore," canda Iren menghibur Resti.

"Yuk, Om anter sampai depan. Besok pulang sekolah, Om tunggu kamu disini, ya."

"Yaudah Om, Tante, Resti pamit pulang ya. Kalo ada apa-apa, Om sama Tante bisa hubungin Resti" kata Resti sambil menyalami Iren dan Alex.

"Ayuk, Om anter" Alex mengantar Resti sampai ke depan pintu.

"Sampai sini aja Om, hehe. Makasi, Resti pamit ya Om."

"Yaudah, kamu harus ikut supir ya di parkiran. Awas kalo enggak."

"Hehe, iya Om."

Resti berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Bau obat-obatan menyeruak masuk kehidung sedari tadi.

Jujur, Resti tak menyukai bau rumah sakit. Jika bukan orang yang ia sayang yang berada di sini, tak mungkin ia akan masuk ke rumah sakit.

"Eh, Non Resti ya? Saya Rudi, supir Den Bisma. Ayok Non, saya antar." Rudi langsung menyambut Resti yang baru keluar dari rumah sakit dan berjalan melewati parkiran.

"Oh Bapak supir Bisma? Nggak usah Pak, saya bisa pulang sendiri" tolak Resti halus.

"Nggak bisa Non, saya harus ngantar Non Resti ke tempat tujuan. Kalo saya nggak nganter nanti saya dimarahin" ucap lelaki yang memakai baju serba hitam itu, baju khas supir pada umumnya.

"Gini aja, Bapak bilang ke keluarga Bisma kalo Bapak udah nganter saya gitu. Saya masih ada urusan, Pak."

"Aduhh, yaudah deh Non. Non hati-hati ya, udah malem. Non teh anak gadis."

"Iya, Pak. Yaudah, saya permisi ya Pak."

Dengan masih menggendong tas gendong miliknya, Resti berjalan keluar dari halaman rumah sakit. Ia berjalan menyusuri trotoar yang sepi karena sekarang sudah larut malam, hanya ada kendaraan yang berlalu lalang.

Resti tak tahu ia akan pulang menaiki apa. Tak ada taksi, apalagi angkot di jam segini. Resti tak tahu mengapa ia menolak diantar oleh supir Bisma tadi. Yang pasti, ia hanya ingin menghabiskan waktu lebih lama di jalanan.

Jika tak ada kendaraan yang bisa mengantarkannya ke apartemen, Resti tak keberatan berjalan kaki.

Silau lampu motor dari arah yang berlawanan menyorot tepat di wajah Resti. Ia yang kesilauan pun menutup wajahnya menggunakan tangan sembari memperhatikan motor itu.

RESTI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang