Tok tokk!
"Assalamualaikum" ucap Resti sambil membuka kenop pintu rumah sakit.
"Wa'alaikumussalam"jawab semuanya.
Resti menyalami kedua orang tua Bisma dahulu sebelum menghampiri Bisma.
Resti berdiri di samping tempat tidur Bisma, ternyata Bisma belum sadar juga. Resti kira ketika ia pulang sekolah sudah di sambut senyuman oleh Bisma.
Resti memandang wajah Bisma sambil tersenyum, padahal baru sehari tanpa Bisma, tapi ia benar-benar merasa kehilangan.
Resti meraih jari-jemari Bisma yang digenggamnya erat. Air mata Resti kembali terjatuh. Ia merasa bersalah melihat Bisma seperti ini.
"Re, bentar lagi Bisma sadar kok. Lo jangan sedih gitu, dong" ucap Nadia tak tega melihat Resti yang selalu menangis di hadapan Bisma.
"Bisma, cepet bangun dong. Lo nggak cocok tidur terus kayak gini. Lo cocoknya jahilin gue tau nggak, lo ga cocok jadi kalem" Resti mengeratkan genggaman tangannya pada Bisma.
Iren tersenyum melihat Resti merasa benar-benar sedih melihat putranya seperti itu, bahkan Iren sudah tak terlalu merasa sedih. Tapi Resti? Bahkan hanya melihat wajah Bisma saja, ia sudah meneteskan air mata.
"Gue kangen suara lo."
Tes! Air mata Resti jatuh tepat di genggamannya dan Bisma. Tak lama kemudian, jari jemari Bisma bergerak. Melihat itu, Resti refleks menghentikan tangisannya dan memperhatikan tangan Bisma.
"Tangan Bisma bergerak!" ucapnya.
Bisma membuka matanya perlahan. Matanya langsung disuguhkan langit-langit ruangan yang serba putih serta bau obat obatan. Bisma tahu dimana dirinya sekarang, pasti di rumah sakit.
"Bisma, lo udah sadar?" tanya Resti antusias dan membuat semua orang berdiri mendekati tempat tidur Bisma.
"Panggil dokter Lan!" perintah Satria. Alan mengangguk dan langsung berlari keluar ruangan untuk memanggil dokter.
"Sayang, kamu udah sadar?" Iren tersenyum bahagia. "Kamu mau apa? Ada yang sakit? Mana yang sakit?"
Bisma meringis saat merasakan kepalanya sangat nyeri.
Senyum Resti digantikan raut khawatir saat melihat Bisma menahan sakit di kepalanya.
"Bisma, lo—"
"Caramel mana Ma?"
Ucapan Resti ditelan kembali ketika Bisma menanyakan Caramel pada Mamanya. Ia memandang teman-temannya satu persatu meminta penjelasan, tapi temannya hanya diam saja.
"Gue disini, Bis!"
Seorang gadis tinggi semampai dengan rambut yang di-curly datang dari arah pintu dan terlihat ngos-ngosan. Di lehernya ada syal dan memakai kacamata persis seperti orang barat.
Resti memandang gadis itu aneh. Siapa gadis itu? Apa dia yang ditanyakan Bisma? Resti melihat teman-temannya, mereka juga sama dengan dirinya yang terlihat syok dan terkejut, terutama Satria. Ia terlihat sangat amat terkejut.
"Caramel! Aww...." Bisma berusaha duduk, tapi kepalanya sakit.
"Bis, hati-hati. Jangan bangun dulu, kepala lo lagi sak—"
"Lo siapa?" tanya Bisma.
Resti semakin tak berdaya mendengar ucapan Bisma. Bagaimana mungkin Bisma tak tahu dirinya? Selama berbulan-bulan terakhir ini, Bisma dengan dirinya tiap saat. Mengapa dirinya tak tahu?
KAMU SEDANG MEMBACA
RESTI
Teen Fiction[REVISI] #1 Pengkhianat 11/10/2020 #1 Sosiopat 24/11/2020 #1 Dendam 04/10/2020 #1 Kesal 04/10/2020 #1 Emosi 04/10/2020 #1 Pengecut 24/11/2020 #2 Watty2020 22/12/2020 #25 Kejam 28/10/2020 #49 Psikopat 23/11/2020 #14 Persahabatan 26/11/2020 #49 Baper...