29. Memilih

45.6K 3.3K 152
                                    

 Bismillah

Semoga ada manfaat yang bisa di ambil dari cerita ini.

JANGAN LUPA JADIKAN AL-QURAN SEBAGAI BACAAN UTAMA.

.
.

        Setelah Rayhan mengucapkan kata ' Saya tidak peduli' tadi, setelahnya Rayhan langsung pergi dari rumah, entah pegi kemana yang Erina tau Rayhan seolah menghindarinya. Erina masih bingung dengan sikap Rayhan yang semakin dingin ditambah suaminya itu seperti mengghindarinya.

Erina takut dengan posisi ini, apa kesalahanya yang membuat Rayhan semakin dingin, bahkan dinding es itu kini semakin membeku. Suaminya nampak biasa saja tapi dari sikap dan tatapan matanya seolah menunjukan hal yang berlawanan.

Erina menghembuskan napasnya berat dan hal itu membuat Niken yang sedang makan menatap Erina yang hanya bengong dimeja makan.

"Kenapa Kak?" Tanya Niken, Erina mendongakkan kepalanya menatap Niken yang juga sedang menatapnya. Niken bisa melihat wajah sedih dari Erina, tapi wanita itu coba menutupinya dengan tersenyum.

"Nggak papa kok," jawab Erina. Niken yang masih kecilpun tau Erina benar-benar sedang sedih dan hal itu membuatnya, tersenyum mengibur Erina lewat senyum dibibinya.

Selesai makan Erina membereskan makanannya, setelah itu berjalan kearah Bi Hani yang sedang menyapu diruang dapur. Erina duduk dikursi dapur sambil memperhatikan Bi Hani.

"Eh Mbak," ucap Bi Hani sambil mendekat, Erina tersenyum.

"Mbak kenapa?" Tanya Bi Hani melihat Erina yang nampak sedih dari tatapanya, walau bibirnya coba tersenyum.

Erina tersenyum menatap Bi Hani lagi, selanjutanya menggeleng pelan "nggak papa Bi," ucap Erina. Selalu saja nggak papa dijadikan penutup untuk sesuatu yang sebenarnya kenapa-kenapa.

Bi Hani mendekat kearah Erina mengelus lembut punggung Erina, tanpa bertanya atau mengucapkan apapun lagi. Bi Hani hanya diam, memberikan kekuatan lewat usapan lembut tanganya, walau Bi Hani tak tau apa yang sebenarnya Erina sedang pikirkan.

"Bibi sebelum tinggal disini tinggal dimana?" Tanya Erina coba menghilangkan situasi ini dengan mengalihkanya. Bi Hani menatap Erina memberhetikan gerakan tanganya, selanjutnya Bi Hani akan duduk dilantai.

Erina mendekat kaget langsung memegang pundak Bi Hani menuntunua untuk duduk disampingnya.

"Jangan duduk dibawah lagi Bi, Aku lebih muda dari bibi, jadi nggak enak deh," ucap Erina. Bi Hani tersenyum Erina selalu saja menghargai siapapun bukan karena statusnya tapi Erina menghargai semua. Itu yang membuat Bi Hani selalu melihat ada yang spesial dalam diri Erina.

"Dulu Bibi itu dari kampung, tapi memang sudah kenal dengan Pak Rayhan. Pak Rayhan dulu pernah menolong kami," ucap Bi Hani, sambil tersenyum dengan pandangan seperti membayangkan apa yang terjadi.

Erina menatap Bi Hani, Rayhan? Suaminya itu pernah menolong Bi Hani?.

"Pak Rayhan baik." Bi Hani tersenyum lagi, sambil memegang pundak Erina. Erina sempat melamun, tapi langsung tersadar menatap Bi Hani yang seperti menyakinkan sesuatu.

Baru saja Erina ingin bertanya lagi, tapi suara bel rumah terdengar.

"Biar Bibi yang buka Mbak." Bi Hani sudah akan beranjak dari duduknya, tapi Erina dengan cepat berdiri.

"Biar aku aja Bi." Bi Hani mengangguk, Erina berjalan kearah puntu rumahnya untuk membuakan pintu, tumben sekali ada tamu, pikir Erina.

Dengan perlahan Erina membuka pintu rumahnya, Erina siap tersenyum menyambut siapa yang datang. Pintu terbuka dan di sana seorang pria berdiri menghadap kearah luar ruamah. Erina menyerit bingung, bahkan Erina masih terdiam.

Erina #LMLY2 [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang