Weekend telah tiba.
Saatnya bersenang-senang dengan keluarga bukan?
Sebenarnya itu juga bagian rencana dari keluarga baru ini, besenang-senang bersama dengan orang tersayang di pagi hari dengan semilir angin yang menyejukkan sembari makan bersama dan tertawa bersama, sungguh menyenangkan bukan?
Tapi apa yang terjadi?
Seisi apartemen Krist dan Singto sejak pagi tidak ada tanda-tanda ketenangan di sana. Tangisan Bebel lah yang menghiasi hari minggu mereka sejak pagi. Berulang kali Bebel terus meneriakkan "atitt yaaahh atitt paaa" dengan air mata yang tidak berhenti turun dan badannya yang tidak bisa diam membuat Krist kualahan dan hanya bisa menenangkan anaknya dengan kata-kata dan menghapus air mata Bebel yang terus keluar itu.
Sementara Singto mencoba pelan-pelan untuk memberi obat merah pada luka di lutut dan dahi Bebel yang berdarah dan membersihkan beberapa pasir yang menempel dilukanya. Sejujurnya Singto pun juga tidak tega apalagi setiap ia menyentuh lukanya Bebel pasti langsung teriak dan mengalihkan kakinya untuk menjauh dari sang Ayah. Tapi mau bagaimana lagi, jika tidak segera diobati yang ada lukanya menjadi infeksi dan akan lebih menyakitkan dari ini.
"Tahan sayang ya, Bebel liat papa aja oke? Biar lukanya cepet hilang dan ga sakit lagi", Bebel seperti tak mau dengar ucapan sang Papa, yang ada dipikirannya lutut dan dahinya yang sakit.
Krist yang tidak tau lagi harus berbuat apa mengambil tindakan untuk memeluk erat Bebel, mendekapnya untuk meminimalisir pergerakan Bebel. Singto yang melihat itu pun langsung mengambil kesempatan untuk segera memegang kaki Bebel dan mengobati nya.
"Yayaaahhhh!!!!", entah apa kabar dengan tenggorokan Bebel yang berteriak terus menerus akibat luka nya, tapi Bebel rasanya ingin menunjukkan betapa menyakitkan ya ini.
Dengan segala upaya yang dilakukan akhirnya Singto selesai memberikan obat pada kedua luka Bebel dan Bebel yang melihat ayahnya sudah tidak menyentuh lukanya lagipun mulai mereda tangisannya.
"Tidak begitu sakit kan waktu di obati?", Singto mengambil Bebel dari pangkuan Krist dan memangkunya. Membersihkan bekas air mata di pipi Bebel dan membenarkan baju serta rambut Bebel yang berantakan.
Bebel mengangguk dengan masih sesenggukan.
"Ayah boleh tanya sesuatu pada Bebel?", Bebel mengangguk lagi.
"Apa tenggorokan Bebel sakit?", Bebel tidak mengangguk seperti tau apa yang Ayah nya akan bicarakan, yang ada mulut Bebel semakin turun kebawah seperti menahan untuk menangis lagi.
"Sakit kan?" Singto mencoba untuk lembut kepada anak perempuannya ini, ia hanya ingin Bebel tau bahwa perilakunya berteriak-teriak seperti tadi tidaklah benar. Sedangkan Bebel yang di tanya kembali pun akhirnya mengangguk.
"Itu bisa sakit karna apa?"
"Bebel tiyak tiyak (teriak-teriak)", Suaranya masih sesenggukan.
Singto tersenyum, anaknya memang pintar. "Jadi Bebel tau kan kalau teriak-teriak itu tidak baik?" Bebel mengangguk.
"Setelah ini jangan di ulang lagi, bisa?"
"ya yayah"
"Ayah tau Bebel kesakitan, tapi jangan sembari berteriak seperti tadi Ayah hanya takut tenggorokan Bebel jadi sakit. Jadi boleh katakan pada Ayah apa yang Ayah katakan tadi?"
"Bebel janan tiyak tiak nanti tenggolokannya atitt (Bebel jangan teriak-teriak nanti tenggorokannya sakit)"
"Pintar anak ayah, okey karena lutut Bebel masih sakit Bebel istirahat ya, ayah Gendong sampai kamar, okey?"
"Heum!", Dan akhirnya Singto menggendong Bebel untuk menuju kamarnya yang sebenarnya masih satu ruangan dengan kamar Krist dan Singto hanya dibatasi satu skat agar Bebel terbiasa untuk tidur sendiri tapi masih dalam pengawasan orang tuanya.
Sementara Krist dari tadi hanya memperhatikan Singto dan Bebel, kali ini ia tidak banyak bicara atau lebih tepatnya tidak berani untuk ikut menimbrung percakapan Bebel dan Ayahnya tadi. Karena Krist tau, saat ini Singto masih marah dengannya dan berujung tidak mengajaknya bicara setelah tau Bebel terluka.
Setelah melihat Singto mengantar anaknya tidur, Krist langsung membersihkan kekacauan tadi, perlengkapan mereka untuk acara berenang-senang tadi sudah berantakan karena asal menaruh karena panik serta mengembalikan obat merah tadi pada tempat yang seharusnya, baru setelahnya ia kembali ke kamar untuk membersihkan diri.
Dream Telepathy
"Krist, sini", sambutan untuk Krist yang baru saja keluar dari kamar mandi. Suara tegas Singto tadi semakin membuatnya menciut, dengan langkah pelan ia menuju tempat yang ditunjuk Singto untuk ia duduki.
"Maaf"
"Kau tau harus dengan siapa kau meminta maaf kan?", Krist hanya menunduk dan mengangguk, ia sadar ia salah disini.
"Sudah kau lakukan?", dan ingatkan panggilan Singto kepada Krist menggunakan kata 'Kau', bukan panggilan dari biasanya.
"Sudah"
"Ceritakan padaku kenapa kau melakukan kesalahan ini?", Sebenarnya Singto sangat ingin sekali berteriak didepan Krist bahwa kesalahan Krist tadi benar-benar membuat Singto takut setengah mati tapi ia urungkan karena anaknya yang sedang tidur dan juga ia baru saja mengajarkan anaknya untuk tidak berteriak-teriak.
"A-aku tau aku salah phi, aku terlalu asik dengan handphone ku dan tidak menyadari Bebel sudah bersepeda menuju jalan turunan itu, a-aku bahkan tidak tau ia sudah terjatuh dari turunan itu, maaf aku tidak mengikuti perkataan mu untuk menjaganya, maaf", Krist menangkupkan tangannya dan menunduk untuk meminta maaf, ia masih menghargai Singto menjadi kepala keluarga disini.
"Apa begini cara mu menjaga anakmu? Padahal baru aku tinggal membeli donat dan menyuruhmu untuk menjaga anakmu sendiri, ini anakmu sendiri loh, Krist"
"Aku janji ini yang terakhir phi Sing, maaf maafkan aku"
"Kamu tidak tega kan melihat Bebel seperti itu?"
"Iya, aku tidak melihat ia seperti ini lagi, aku janji ini yang terakhir maaf, maaf"
Singto menghela nafas ya kasar dan mengusap wajahnya guna menenangkan egonya, jangan sampai ia mengeluarkan amarahnya yang ada akan memperburuk keadaan.
"Lihat tanganmu!", nada memerintah dengan nada kesal Singto meminta Krist untuk menunjukkan kedua tangannya, setelahnya Krist mengulurkan kedua tangannya yang menelungkup. Singto segera meraih kedua tangan tersebut dan membuat tangannya mengadah. Setelahnya ia ambil obat merah tadi dan mengoleskannya pada telapak tangan Krist.
"Dan kau juga harus berhati-hati, kau pikir aku suka melihatmu begini?"
"sshh" Krist menahan perih saat luka ya tersentuh obat merah, "Aku terlalu panik saat tau Bebel jatuh, jadi sampai tidak sadar aku juga tersandung batu jadi ya..." Krist menjawab pelan karna masih takut dengan Singto, karna sampai sekarangpun raut wajahnya masih tidak bersahabat dan aura kemarahannya yang menyuat keluar.
"Diam disini dan tunggu aku selesai mandi setelah itu kita makan, telapak tanganmu masih belum bisa memegang alat makan dengan benar", Setelah mengucapkannya Singto langsung bergegas menuju kamar mandi dengan raut wajah yang masih kesal.
Krist hanya bisa terkekeh setelah perkataan Suaminya itu, ia terlihat marah tapi tidak bisa untuk tidak memperhatikannya dan ini sungguh terlihat lucu untuk Krist, rasa takutnya tadi entah menguar kemana.
"Oke, Ayah".
AN.
aku benci disaat otakku penuh ide untuk fanfic tetapi kerjaan kantor dan Skripsi seperti tidak menyetujui. Aku sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Telepathy [ Singto X Krist ]
FanfictionAku tidak tau pasti apa maksud di mimpi itu. Aku tidak tau bagaimana urutan ceritanya. Aku tidak tau kenapa semua mimpi itu tersambung. Dan aku tidak tau bersama siapa aku disana? Bisa bantu aku mengurutkan puzzle puzzle mimpiku? -- Krist