HAPPY READING 📖
--------------------------------------
Zach menghisap rokoknya di belakang sekolah sendirian. Selepas membututi Kylie yang melewati toilet, ia mendengar suara tangisan dan ia sudah tahu siapa gerangan.
Tujuan utamanya ke belakang sekolah, meresapi kelakuannya yang selama ini membuat resah. Ia memang selalu membully, tapi tak pernah ada seorang korbannya yang meninggalkan sekolah. Jujur saja, ia merasa bersalah. Awalnya untuk kesenangan, malah menjadi penderitaan dan ia kurang menyukai kelakuannya. Jika mau berubah, itu cukup sulit karena sudah tiga tahun ia mengganggu orang dan jika tidak mengganggu, ia merasa kesepian.
Kepalanya terasa pusing. Memikirkan keburukannya membuat segala macam sisi negatifnya bermunculan. Apa tidak ada yang menginginkannya? Tidak adakah yang menyayanginya? Kenapa kehadiranya seperti membawa petaka? Inikah yang akan dialami Selena nantinya? Inikah yang akan diterima Selena jika sudah besar nanti? Atau, inikah nasib sial yang diterima anak dari Enrique Igleas dan Merida Igleas?
Dari keluarga inti, mereka sudah tak diinginkan. Dari masyarakat pun sepertinya mereka tak terlihat.
Ia berteriak keras. Kepalanya mulai sakit, menusuk-nusuk dari segala sisi otaknya. Matanya berair sekaligus memerah. Tepukan di bahu mengalihkan kesakitannya untuk sementara. Sayangnya didapat lagi perih di pipinya.
"Puas kau merusak pertemananku?! Puas?!" Ia mengarahkan maniknya ke sosok itu. Ia sudah tahu siapa pelakunya, hanya sosok ini yang berani menampar dan tidak takut ancamannya, malah ia yang dapat ancaman. Ia tak melawan, membiarkan Kylie melakukan apa yang ingin dilakukan. Menerima kemarahan membabi buta Kylie. Tidak seperti yang pernah berlalu ia akan memberikan perlawanan, kini ia menerima pukulan-pukulan di tubuhnya.
"Kau bajingan, Zach! Kau membuat Tory pergi dari hidupku! Kau tak tahu aku menyayanginya, hah?! Sudah puas menghancurkan hidupku?!" Kylie mendorong Zach, terus mendorongnya hingga Zach jatuh dan terduduk di tanah. "Seandainya kalau aku memiliki banyak uang, tak perlu berlama-lama aku sudah keluar dari sekolah ini!"
Napasnya tak beraturan. Maki-makian ia lontarkan agar Zach semakin merasa tak berguna. Ia sudah malas berurusan dengan manusia semacam ini lagi.
"Tory tidak salah apa-apa! Dia tidak pernah mengganggu kalian, tapi kenapa kalian tega mempermalukannya, mengganggunya seperti bajingan gila!" teriak Kylie frustrasi. Rambutnya berantakan. Wajahnya begitu sembab. Selepas dari toilet, yang di kepalanya hanya melampiaskan emosinya pada Zach. Hanya itu dan nama Zach terus berputar-putar di kepala, tak sabar untuk melayangkan omongan kasar agar semakin menyakiti pria itu.
Ia menendang tubuh Zach, sekeras yang ia bisa dan terus memukulinya. Ia tidak mau diganggu, tapi dengan mudah cowok ini mengganggunya. Ia ingin Zach mengerti kalau sikapnya sudah keterlaluan. Selama ini mungkin tidak ada yang berani menegur Zach seperti ia menegurnya. Untuk menegurnya sedikit saja sudah membuat nyali menciut apalagi memukuli Zach. Kalau tidak ada yang berani, maka ia yang harus melakukannya agar tidak ada lagi korban. Semua ini harus dihentikan. Zach tidak boleh semena-mena pada orang lain.
"Maaf." Zach menunduk lemas. Tak berani melihat Kylie karena ia akui ia salah. Sekilas melihat Kylie dalam keadaan kacau, ia sudah tahu Kylie marah besar apalagi tangisan itu terngiang-ngiang di kepalanya.
"Kau pikir maafmu bisa mengembalikkan keadaan seperti semula? Kau pikir kata maafmu bisa membuat Tory kembali ke sini? Tidak, Zach! Maafmu sama sekali tak berguna! Seharusnya semua ini tidak terjadi dan maafmu tidak sia-sia keluar dari mulut busukmu!" Kylie benar. Maafnya tidak berarti. Maafnya tidak dapat mengembalikan keadaan seperti sedia kala. Ia terlalu kelewat batas hingga maafnya pun tak diterima.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silver Lining ✅
Teen FictionPertama kali publish : 24 April 2020 [PRIVATE ACAK] . Masuk ke sekolah barunya di Igleas High School, salah satu sekolah terfavorit di New York, Amerika serikat, Kylie Minoque, gadis pendiam dan berperawakan sederhana mendapat bencana di hari pertam...