HAPPY READING 📖
---------------------------------------
Kylie yang masih bekerja di malam hari, terkejut mendapati Zach duduk di bangku taman dengan kepala yang didongakan dan mata terpejam. Ia bahkan menghentikan langkahnya untuk pergi ke tempat sepasang anak muda untuk membagikan brosur. Handsfree di telinga Zach mungkin membuat Zach menyelami dunianya sendiri hingga tertidur. Ia tersenyum sinis. Zach tidak akan tahu bahwa ia Kylie Minoque, bukan? Dengan rencana licik di otaknya, ia ingin menganggu Zach sebelum Zach mengganggunya di sekolah besok.
Ia mendekati Zach dengan kostum badut Doraemon bersama brosur yang berada di genggaman. Baru ia sadari pakaian Zach ternyata tidak diganti. Pemuda itu bahkan masih memakai pakaian yang jelas ia lihat di sekolah. Kaos biru dan celana jeans hitam.
Di belakang Zach, ia mengamati bagaimana Zach bersenandung. Ah, pemuda ini terlalu keenakan dan ia ingin mengerjainya lebih dulu. Ia yakin Zach tidak akan menyadari kehadirannya dan menganggap ia adalah orang lain yang menggunakan kostum ini.
Ia menutup mata Zach menggunakan tangannya hingga pemuda itu tersentak kaget.
"Shit! Apa-apaan kau?!" bentaknya kasar. Zach mencoba melepaskan sesuatu yang menghalangi penglihatannya. Bersentuhan dengan benda itu, ia merasa geli. Berbulu halus dan lembut.
Kylie pula tak peduli. Ia ingin membuat amarah Zach sampai ke ubun-ubun agar Zach cepat tua. Jika bisa, ia ingin membunuh Zach agar tidak membuat perkara bodoh. Sayangnya, ia tidak mau mendekam di penjara.
Zach menggeram dan Kylie yang mulai merasakan dorongan kuat dari tangan Zach, segera menjauhkan tangannya dari wajah Zach. Damn! Ia sama sekali belum puas mengganggunya.
Zach membuka mata dengan terpaksa. Wajahnya langsung berhadapan dengan boneka badut yang entah berasal dari mana. Ketenangannya terganggu karena maskot idiot ini.
"Apa-apaan kau, hah?" pekiknya dan langsung terduduk tegak. "Weirdest doll!" umpatnya dan hampir pergi jika Kylie tidak menahan bahunya untuk memberikan brosur itu.
"Fuck off! I don't fucking care about your brosure!" Zach mendorong boneka itu agar tidak menghalangi jalannya. Ia cukup muak berurusan dengan siapa pun hari ini. Muak dan rasanya ia ingin pergi ke suatu tempat yang sepi, di mana tidak ada orang yang mengusik ketenangannya. Ia bangkit kemudian berjalan cepat ke mobil. Kenapa selalu saja ada yang menganggu ketenangannya? Di mana pun, ada saja yang membuatnya jengkel.
Kepergian Zach membuat Kylie mengepalkan tangan. Tidak di sekolah, sifatnya sama saja. Rencananya gagal total ingin membuat Zach menjadi budaknya hari ini. Ia kesal. Perlakuan Zach harus dibalas dengan perlakuannya. Zach telah sesuka hati bertindak, dan ia juga harus sesuka hati memperlakukannya. Impas, bukan? Namun, ia harus menelan mentah-mentah semuanya. Rencananya gagal.
"Jerk!" umpatnya lalu memberikan brosur itu pada orang yang berlalu-lalang. Jika tidak hari ini, pasti ada hari lain membuat Zach di bawah kuasanya.
***
Seperti biasa, ia harus tepat waktu berangkat ke sekolah. Rasanya tubuh kurusnya ini terlalu malas untuk bangun. Rebahan adalah hal terbaik di antara yang terbaik. Ia kelelahan karena semalam ia lembur kerja. Sesudah menjadi maskot, kebetulan salah satu waitress harus pulang karena sakit. Akhirnya ia yang membantu dan sialnya harus pulang larut. Jika sebelumnya ia pulang jam sembilan malam, semalam ia pulang jam 11. Alhasil, ia tidak mandi dan langsung merebahkan diri di ranjang saking lelah.
Ia benar-benar malas untuk bersiap-siap ke sekolah. Ingin bolos, tapi sayang uang. Argh! Semuanya serba salah. Ia beranjak dari kasur dan membanting beberapa barang untuk meluapkan emosinya. Akhir-akhir ini memang ia sering emosi. Maklum, melihat tanggal, ia sudah yakin tamu bulanannya akan datang.
Ia menaiki bus sekolah dan memilih tempat duduk di dekat jendela. Ia suka duduk di tempat begini. Selain bisa bersandar, ia juga bisa melihat pemandangan luar tanpa dihalangi orang-orang. Oh, dan satu hal lagi. Ia hanya berangkat ke sekolah menaiki bus. Saat pulang, ia lebih baik jalan kaki. Hitung-hitung menghemat uang.
Handsfree ia lekatkan ke telinga dan mendengarkan musik seperti biasa. Musik kesukaan yang menjadi penyemangatnya di pagi hari. Six Degrees of Separation, karya The Script yang memang menjadi candunya. Lagu itu ia putar berulang-ulang karena ia menyukainya. Makna lagu yang begitu dalam. Lagu yang pernah dinyanyikan Miguel dan lagu ini pula yang mengingatkannya pada Miguel. Sebelum lelaki itu pergi, masih teringat jelas di otaknya bagaimana Miguel menyebutkan sederet kalimat dari lagu itu.
'And the third, is when your world splits down the middle.'
Membutuhkan waktu lima menit untuk sampai ke sekolah dan ia harus bertahan di dalam bus yang berisik ini. Ah, ia kesepian. Ia melihat langit cerah dan tersenyum lembut. Jika ia kesepian, ia selalu berharap Miguel duduk di sampingnya dan menggenggam tangannya lalu mengatakan bahwa dia ada. Sayang sekali, teramat mustahil.
"I miss you, Miguel."
***
Ketika bus berhenti di halaman sekolah, ia mengembuskan napas dan dengan berat hati turun. Bukan semangat membara ia ke sekolah, melainkan kondisi lesu dan menguap sepanjang perjalanan.
Bertemu dengan orang-orang ini membuatnya muak. Bolehkah ia berteriak di telinga mereka dan mengatakan ia sangat muak? Jika ia bukan anak baru, mungkin saja ia yang akan menguasai sekolah ini dan menghadapi para gadis yang sibuk bersolek. Shit! Bahkan di depannya mereka terang-terangan merias diri. Oke, ia mencoba tidak peduli. Namun, kenapa itu sangat menganggu?
"Kylie!" Sosok yang memanggil namanya membuat ia menoleh. Tory, gadis itu tersenyum dan melambaikan tangan. "Hai!"
Kylie mengernyit dan balas tersenyum. Tumben saja Tory menyapanya.
"Hey, Tory. What's wrong?"
"Hm, nothing. Oh, kau akan masuk kelas mana?"
"Kelas sejarah. Kau?"
"Same!" Kylie tertawa kecil. Ternyata Tory tidak seburuk yang ia kira. Bahkan Tory tampak bersemangat pagi ini. Berbeda dengannya yang loyo.
"Ayo, kita ke sana bersama." Tory mengangguk lucu, namun sebelum ia sempat pergi, ada sesuatu yang membasahi kepala hingga ke tubuhnya.
Ia terkejut setengah mati. Pagi-pagi dibuat begini semakin menambah amarahnya. Dadanya naik-turun. Tanpa diberitahu pun ia sudah tahu siapa dalangnya.
Ia mendongak dengan wajah memerah dan mendapati Zach yang telah berjalan menjauhinya sembari tersenyum miring. Masih sempat Zach mengejeknya dengan menunjukkan botol minum yang sudah kosong itu dari jauh. Sialan! Zach benar-benar keterlaluan! Ia berdiam diri di tempatnya dan mengepalkan tangan. Bagaimana bisa Zach membuat kekacauan di pagi hari?
"Kylie, you okay?" Ia ingin marah. Sangat. Tapi percuma. Marah kepada siapa pun tidak akan ada guna. Ini semua sudah terjadi dan ia benci kenyataan bahwa ia tidak bisa membalas perlakuan Zach.
"Dia sialan!" desisnya. Ia mulai meratapi bajunya yang basah.
"Kebetulan aku ada membawa baju ganti. Aku akan meminjamkanmu bajuku. Kita bisa membuat alasan pada Mr. Cowell nanti kalau terlambat. Lagi pula masih ada 10 menit sebelum masuk." Kylie mengangguk. Ia sudah tidak ada pilihan untuk menolak. Ia tidak mau menjadi bahan tertawaan di kelas bila penampilannya berantakan.
Argh! Ia ingin berteriak kencang, berteriak ia membenci Zach! Lelaki itu membawa bencana di sekolah ini dan ia benci kenyataan bahwa ia belum bisa melawan.
Sabar. Itu yang ia tanamkan untuk sementara. Ini belum waktunya ia membalas Zach. Belum. Dan jika sudah waktunya, ia akan membuat Zach merasakan apa yang ia rasakan.
.
.
.
TO BE CONTINUED
KAMU SEDANG MEMBACA
Silver Lining ✅
Fiksi RemajaPertama kali publish : 24 April 2020 [PRIVATE ACAK] . Masuk ke sekolah barunya di Igleas High School, salah satu sekolah terfavorit di New York, Amerika serikat, Kylie Minoque, gadis pendiam dan berperawakan sederhana mendapat bencana di hari pertam...