HAPPY READING 📖
-----------------------------------------
"Kemasi barang-barangmu. Aku juga akan mengemasi barang-barangku dan kita akan cepat pergi. Aku sudah muak dengan semuanya." Zach melepas pelukannya dan wajah bingung Selena yang ia dapat.
"Kita akan tinggal di mana, Zach?"
"Di rumah temanku. Tenang saja, kau aman di sana dan setiap aku sekolah, kau ikut denganku."
"Yeay! Aku tidak sendiri lagi!" Selena bersorak girang lalu memeluk leher Zach erat. "Aku sudah menunggu waktu ini, Zach! Aku tak sabar untuk terus bersamamu!"
"Hahaha! Sekarang kemasi barang-barangmu." Zach memberikan kecupan di kening Selena lalu menjauhi ranjang. Ia keluar dari kamar Selena sembari mengambil ponsel di saku celana untuk menelpon Charlie.
Dalam beberapa detik setelah mendekatkan ponselnya ke telinga, Charlie menjawab panggilannya dan ia pun tak bersusah payah untuk menelpon berkali-kali.
"Ada satu kamar kosong di rumahmu?" sambarnya.
"Ada. Kenapa?"
"Aku dan Selena akan ke sana."
"What?"
"Nanti aku jelaskan." Mendengar deheman Charlie, ia mematikan sambungan telepon dan memasukkannya kembali ke saku celana.
***
Kylie menghela napas untuk mengembalikan semangatnya. Ia tidak boleh begini. Ia harus mengatakan semuanya pada Tory besok. Sekarang ia harus bekerja dengan bersungguh-sungguh. Kalau tidak, kinerjanya bisa sangat buruk di masa depan. Ini yang ia takutkan, semua masalah pribadi akan menghantuinya saat bekerja.
"C'mon, Kylie! Besok kau harus selesaikan semuanya!" gumamnya lalu berdiri dari kursi.
Ketika ia mulai menghibur anak-anak di taman, suara anak kecil yang terdengar nyaring mengalihkan perhatian hingga ia membalikkan badan untuk mencari asal suara. Gadis kecil berambut cokelat dengan pipi chubby dan berponi depan, berlari-lari di sekitaran taman. Yang mengejutkannya adalah, Zach berdiri di belakang gadis kecil itu sembari tersenyum lebar hingga garis rahangnya tampak.
Ia kembali ke posisi semula, salah tingkah apalagi Zach sempat melirik ke arahnya. Sial, ia tidak suka situasi ini. Ia teringat dengan kata-kata Zach akan membawa adiknya bermain dan sekarang Zach benar-benar melakukannya. Ia pikir itu hanya sekadar gurauan atau bualan semata agar pembicaraan mereka tidak berakhir.
Mencoba tak menggubris Zach, ia bermain bersama anak-anak lainnya dan membagikan brosur yang tinggal tiga lembar lagi kepada orang-orang.
"Hei, Dora!" tepukan di bahunya benar-benar membekukan tubuh. Sialan, kenapa ia grogi begini? Pikiran-pikiran tentang Zach mengetahui wujudnya di dalam sini semakin membuatnya takut.
Ia membalas dengan melambaikan tangan lalu kembali bermain lagi dengan anak-anak kecil yang kini memegangi tubuhnya. Ada beberapa anak-anak yang ingin berfoto dengannya hingga Zach menyingkir untuk sementara. Ia tidak mau menggubris Zach sekarang. Ia masih kesal dan tidak mau berhadapan dengan Zach. Karena Zach-lah ia bertengkar dengan Tory. Dan yang membuatnya marah, wajah Zach sama sekali tidak menimbulkan raut penyesalan. Itu yang membuatnya muak.
Pekerjaannya mengalihkan semua ketakutan. Kini ia malah terkesan tak memedulikan Zach untuk sementara waktu. Beberapa kali ia melirik Zach yang tersenyum lebar sembari menunjuk-nunjuk sekeliling kepada adiknya.
Ia kasihan. Entah mengapa ia kasihan pada Zach versi sekarang. Ia tidak tahu kenapa ia kasihan. Dari raut Zach, ia membaca air muka itu tidak bersemangat. Wajah yang biasanya tampak cerah, kini pucat. Satu lagi, mata Zach yang membengkak. Baru ia sadari mata itu membengkak dan disamarkan dengan senyuman agar mata bengkak itu tak telihat jelas. Bukannya ia tidak tahu, Zach malah beberapa kali juga meliriknya dengan senyum polos tanpa dosa layaknya anak bayi yang diberi mainan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silver Lining ✅
Novela JuvenilPertama kali publish : 24 April 2020 [PRIVATE ACAK] . Masuk ke sekolah barunya di Igleas High School, salah satu sekolah terfavorit di New York, Amerika serikat, Kylie Minoque, gadis pendiam dan berperawakan sederhana mendapat bencana di hari pertam...