Kita Teman [6]

32 2 0
                                    

“Ada apa sih Lex? Ini kita udah jauh banget dari lapangan,” ujar Gwen heran. Alex langsung  menghentikan langkahnya menghadap pada Gwen dengan sorot mata yang tajam.

“Buat apa lo ke rumah kemarin gue?” Tanya Alex sinis. “Gue cuman mau main aja kok. Gue kan udah lama nggak main ke rumah lo,” ujar Gwen memberikan penjelasan. “Terus ini apa?” Tanya Alex mengeluarkan sebuah jepit rambut dengan hiasan mutiara di atasnya.

“Itu....”

“Ngapain lo ke kamar gue?” Tanya Alex mulai menaikkan nada suaranya. Gwen yang mulai ketakutan pun hanya terdiam sambil menundukkan kepalanya. “Jawab!” Teriak Alex membuat Gwen tersentak kaget.

“Gue cuma liat-liat doang kok. Gue nggak nge lakuin apa-apa kok,” ujar Gwen membela diri. “Gue nggak pernah ya kasih lo izin buat masuk ke kamar gue. Jadi ngapain lo masih masuk ke kamar gue!”

“Tapi tante Tasya...”

“Dia bukan ibu gue! Dia nggak berhak atur hidup gue!” Potong Alex kesal. “Lo jangan bilang kaya begitu. Dia ibu lo Lex. Dia orang yang mengorbankan hidupnya demi kehidupan lo,” ujar Gwen membenarkan. “Ibu mana yang mempermainkan hidup anaknya?”

“Dan ini. Gue nggak mau lihat lo ada di rumah gue lagi,” ujar Alex melempar jepit rambut milik Gwen ke tanah lalu menginjaknya dan pergi berlalu begitu saja. Gwen menatapi jepit rambutnya yang sudah berada di tanah. Ia berusaha menahan tangisnya namun tetap saja ia seorang perempuan yang mudah menangis jika hatinya tersakiti.

Gwen menghela napasnya sambil menyusut air matanya. Ia ambil jepit rambut lalu ia masukkan ke dalam tas selempangnya. “Gue nggak tau apa salah gue sampai-sampai lo benci sama gue. Tapi gue janji gue bakal bikin lo kaya dulu lagi, Alex yang penyayang.”

Gwen memutuskan untuk kembali ke lapangan sebelum Risha dan Iqbal mulai khawatir. “Gwen! Lo dari mana aja?” Tanya Iqbal saat Gwen baru saja sampai di tempat duduk mereka.

“Gue tadi habis bicara sama Alex tadi,” ujar Gwen langsung duduk di sebelah Iqbal. “Oh ya, Risha mana?” Tanya Gwen menyadari tak ada Risha di antara mereka. “Dia pindah tempat duduk sama cewek lainnya. Ya lo mengerti lah maksud gue.”

Gwen pun mengangguk mengerti, ia tau betul betapa banyak siswi yang mengidolakan seorang Nathan karena ia memiliki tubuh yang bisa dibilang sempurna dan juga seorang pewaris tunggal dari FC, belum lagi ibunya seorang sosialita yang sangat terkenal.

Gwen tak terlalu menikmati pertandingan kali ini, ia masih saja memikirkan ucapan Alex tadi. Entah ia merasa itu bukanlah Alex yang ia kenal seperti saat kecil dulu. Ia sangat mengenal Alex sejak umur mereka 6 tahun.

Pertandingan telah usai dan dimenangkan oleh sekolah mereka, seperti biasa semua siswi akan mengerumuni Nathan sambil sesekali ada yang menawarkan minum maupun yang lainnya.

Nathan berjalan menghampiri Fanny, Sheza dan juga Fathur membuat siswi lainnya terheran. “Fanny, ada yang mau gue omong in  ke lo,” ujar Nathan pada Fanny yang sedang berdiri sambil menatap ke arah bawah karena takut.

“Apa Nathan akan mempermalukannya lagi?” Tanya seorang siswi berbisik. “Mungkin aja. Lagi pula Fanny siswa beasiswa di sini,” balas siswi lainnya.

“Lo mau jadi pacar gue?” Tanya Nathan membuat semua orang yang berada di sana terkejut. Fanny mengangkat kepalanya tak percaya menatap Nathan, “Pacar?”

Nathan mengangguk membenarkan. “Ya lo mau kan jadi pacar gue?” Tanya Nathan lagi. “Apa Nathan sudah gila? Dia mengajak siswa beasiswa itu pacaran?” ujar seorang siswi tak terima. “Apa kepalanya terkena bola tadi sampai dia nggak bisa berpikir dengan baik?” ujar siswi lainnya.

“Lo jawab, atau gue yang putuskan,” ujar Nathan karena Fanny masih tetap terdiam. “Baiklah, mulai sekarang kita pacaran,” ujar Nathan memutuskan sepihak. “Nathan lo nggak salah bicara kan? Dia kan...”

“Apa lo ada masalah sama keputusan gue?” Tanya Nathan. Tak ada yang berani menjawab begitu pun Risha. “Nggak ada yang masalah kan.”

Nathan pun pergi begitu saja dan sebuah senyum pada Fanny lalu beralih menatap Sheza yang berada di sebelah Fanny.

“Gwen, gue nggak salah dengar kan? Nathan tembak Fanny?” Tanya Iqbal tak percaya. Tak mendapatkan respons dari Gwen Iqbal pun melirik Gwen namun malah mendapatkan Gwen yang tengah melamun.

“Gwen, lo dengar gue ngomong nggak sih?” Tanya Iqbal menyadarkan Gwen dari lamunannya. “Maaf Bal, gue nggak fokus tadi,” ujar Gwen meminta maaf. “Lo pikirin apa sih sampai nggak fokus kaya begitu?” Tanya Iqbal.

“Bukan apa-apa kok. Oh ya tadi lo ngomong apa ke gue?” Tanya Gwen balik. “Tuh lihat. Ini terlalu gila tau nggak,” ujar Iqbal sambil menunjuk pada kerumunan siswa yang tak jauh dari mereka.

“Memangnya ada apa?” Tanya Gwen lagi. “Lo sih melamun segala. Nathan tadi tembak Fanny buat jadi pacarnya,” ujar Iqbal membuat Gwen terbelalak.

“Yang benar? Lo nggak bohong kan?” Tanya Gwen tak percaya. “Buat apa juga gue bohong. Bahkan Nathan sendiri yang memutuskan kalau mereka resmi pacaran,” ujar Iqbal. “Kok bisa sih?”

Iqbal mengangkat bahunya tak tau. “Mending sekarang kita aman in  Risha sebelum dia bikin ribut lagi,” ujar Iqbal yang langsung mengangguk menyetujui.

“Dasar murahan. Lo kira lo siapa bisa pacaran sama Nathan, pewaris dari keluarga Frans,” ujar Risha sinis. “Lo nggak usah kecentilan deh jadi cewek. Lo di sini juga karena dapat beasiswa dari yayasan keluarga Nathan,” timpal Dinda.

“Kenapa lo diam? Lo bisu? Oh atau harus gue bantu lo biar bisa bicara?” Tanya Risha semakin mendekat pada Fanny. Fanny tetap terdiam menatap ke bawah karena takut. “Son, ini tugas lo,” ujar Risha melirik pada Sonya.

Sonya tersenyum licik lalu mendekati Fanny dan mulai melayangkan tangannya. “Berhenti,” ujar Sheza menatah tangan Sonya yang akan melayangkan tamparan pada Fanny. “Lo apa-apaan sih? Lo nggak usah ikut campur. Ini urusan kita sana Fanny,” ujar Yura mendorong bahu Sheza.

“Kalau kalian berurusan sama Fanny, berarti kalian berurusan juga sama aku,” ujar Sheza lalu pergi menarik lengan Fanny untuk menjauh dari mereka semua. Fathur yang sedari tadi hanya diam pun langsung menyusul keduanya.

“Hai! Kita belum selesai ngomong ya!” Teriak Risha kesal. “Tenang aja. Kita bakal kasih perhitungan media,” ujar Dinda tersenyum licik.

☁️☁️☁️


“Fan kamu kenapa diam aja tadi? Kenapa kamu nggak tolak Nathan?” Tanya Sheza saat mereka sudah menjauh dari lapangan. “Aku nggak bisa,” ujar Fanny. “Kenapa nggak bisa?” Tanya Sheza lagi.

Fanny tak berani menjawab, ia malah menundukkan kepalanya. “Jangan bilang kamu suka sama Nathan?” Tanya Sheza menebak. “Fan jawab! Kamu nggak benaran suka ke Nathan kan?”

“Ya. Aku suka ke Nathan. Sejak kita masuk ke sekolah ini aku udah suka sama dia,” ujar Fanny membuat Sheza terkejut. “Putus in dia. Kamu nggak akan bisa sama dia,” ujar Sheza.

Fanny menatap Sheza dengan mata yang sudah mulai berkaca-kaca. “Aku pikir kamu akan selalu dukung aku, tapi ternyata kamu sama aja kaya mereka,” ujar Fanny. “Bukan begitu. Tapi kamu nggak tau siapa Nathan yang sebenarnya.”

“Memangnya kamu sangat mengenal Nathan sampai kamu bilang kau aku nggak kenal siapa dia?” Tanya Fanny. Sheza hanya terdiam tak bisa menjawab. “Aku salah udah anggap kamu sebagai sahabat aku.”

Fanny pun pergi meninggalkan Sheza yang masih terdiam tak berkutik. “Za, kenapa kamu marah sama Fanny? Seharusnya kamu bicarakan dengan baik sama dia,” ujar Fathur mengingatkan.

“Tapi Fanny bakal dapat banyak masalah kalau dia sama Nathan,” ujar Sheza menjelaskan. “Kalau memang itu yang akan terjadi seharusnya kamu menjelaskan ke Fanny pelan-pelan. Fanny bilang dia suka kan sama Nathan? Itu malah membuat dia merasa kalau kamu nggak menghargai perasaan dia kalau kamu suruh dia putus tiba-tiba tanpa alasan.”

Sheza menatap Fathur bersalah. “Minta maaf ke Fanny. Kamu nggak mau kan persahabatan kalian hancur cuma karena masalah ini?” Sheza pun mengangguk lalu tersenyum pada Fathur.

“Makasih Mas udah nasihati Sheza,” ujar Sheza. “Kewajiban mas buat ingati kamu kalau kamu berbuat salah. Udah sana kamu susul Fanny, mas tunggu kalian di taman sekolah.”

Sheza pun mengaguk lalu mengejar Fanny yang entah pergi kemana.
“Fan! Tunggu!” Teriak Sheza sambil berlari. Fanny pun berhenti dengan wajah yang ditekuk. “Fan maafin aku. Aku nggak bermaksud bentak kamu tadi. Aku...”

Belum selesai berbicara Fanny sudah memeluknya membuat Sheza langsung membalas pelukan Fanny menyesal. “Kamu nggak salah. Aku yang salah kok,” ujar Fanny masih tetap memeluk.

“Nggak aku yang salah. Seharusnya aku nggak ikut campur urusan pribadi kamu. Maaf ya,” ujar Sheza tersenyum melepaskan pelukan mereka. “Udah kita berdua yang salah. Jadi kita baikkan?” Tanya Fanny. Gwen mengangguk lalu memeluk Fanny lagi.

A Secret [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang