"Nona Jeon, tolong beri waktu ya. Saya sewa disini sudah lama saat masih ada almarhum Tuan Jeon. Kondisi bisnis saya sedang surut. Dan kalau untuk pindah sekarang ini, kami butuh dana besar untuk mengurus kepindahan alamat perusahaan. Saya juga sudah bayar separuh harga sewa. Mohon di mengerti."
Wonwoo terdiam, ada rasa tidak tega. Alasan yang dikemukakan oleh penyewa gedung miliknya masuk akal.
"Kalau urusan Notaris, kami ada kenalan dan bisa merundingkan biayanya. Pasti bapak diberi harga bagus." Mingyu berusaha untuk nego. Dia tidak tega melihat sang istri terus murung karena sudah ingin bergerak mengambil alih warisan orang tuanya.
"Iya saya paham, tapi... untuk pindah mencari kantor baru, kami... belum dapat yang cocok. Begitu anak muda..."
Mingyu menarik nafas, ia sudah merasa pembahasan akan berlangsung lambat. Wonwoo pun sudah terlihat kesal dan malas berbicara, sejak tadi Mingyu yang berusaha meyakinkan penyewa gedung itu.
Belum ada titik temu, Mingyu pamit bersama Wonwoo setelah si penyewa terus meminta keringanan.
"Seharusnya kamu bisa lebih tegas."
"Oppa, aku pusing!"
"Makan dulu ya, sudah lewat jam makan siang."
"Mau pulang saja, kasihan Minjun."
"Minjun tak apa, ada Ibu yang menjaga. Kita makan dulu ya, nanti kamu sakit." Mingyu terus membujuk dengan lembut. Saat istrinya kesal seperti ini, ia harus bersikap lemah lembut agar amarah sang istri mereda.
Mingyu membawa ke restoran milik keluarganya dimana ia saat ini yang memimpin. Seorang pegawai datang mendekat dan mencatat apa yang ingin dipesan oleh atasannya itu.
"Menu spesial hari ini apa?"
"Chef Jun membuat sup iga sapi."
"Ya sudah bawakan ya."
"Baik, pak. Permisi..." ucapnya ramah dan segera berlalu menuju ke staff bagian dapur untuk segera membuat pesanan.
Wonwoo hanya menunduk dengan memijat kepalanya yang sudah merasakan sakit sejak tadi. Mingyu meraih telapak tangan mungil itu dan memijatnya secara perlahan.
"Pelan-pelan saja ya, bulan depan yang di lantai satu akan pindah. Kita urus pembukaan cafe dulu ya."
Wonwoo terdiam merasakan nyaman saat tangannya dipijat, perlahan sakit kepalanya berangsur sembuh.
"Lagipula, membuka bisnis serentak itu juga terlalu buru-buru. Kamu tekuni dulu mengelola cafe, baru bertahap ke bisnis yang lain."
Wonwoo menarik nafas dengan dalam. "Oppa..."
"Kenapa?"
"Aku mau menangis...."
"Kenapa menangis? Ada aku, tenang saja..." Mingyu segera berpindah duduk. "Mau makan di ruanganku saja?"
Wonwoo langsung memeluk lengan yang selalu menjadi favoritnya itu, menenggelamkan wajahnya di balik tubuh suaminya merasa malu karena pelayan mengantar peralatan makan dan makanan pembuka ke mejanya. Pelayan itu terkesan buru-buru meletakkan piring karena tak ingin mengganggu.
"Kenapa?" Tanya Mingyu lembut setelah pelayan itu pergi.
"Aku tak tahu kalau Pak Jang ada bayar sewa, sebelumnya ia telat membayar lalu ternyata ia membayar separuh."
"Lalu?"
"Aku kira oppa yang transfer, saat aku menerima pesan dari bank."
"Lalu?" Mingyu semakin bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Good Oppa
FanfictionMingyu, pemuda tampan berusia 20 tahun. Selama ini hidupnya berjalan normal, lurus dan biasa saja, namun sejak Jihoon sahabatnya meramalkan sesuatu maka kehidupan Mingyu mulai berubah. Orang tuanya mulai berubah, dengan kehadiran orang baru dalam ke...