Anna terlihat panik. Ia berjalan dengan tergesa-gesa. Perlahan pintu di buka. Tae terlihat sedang duduk di atas kasur sembari memegang pisau untuk mengupas buah.
"Anna?!" ucap Tae yang terlihat kaget.
"Tae!! Kamu mau ngapain?!" teriak Anna yang langsung mengambil pisau ditangan Tae, namun Tae memegang pisaunya dengan erat. Terjadi perebutan pisau diantara mereka hingga akhinya pisau tersebut menggores tangan Tae dan membuatnya berdarah.
Tae terlihat kesakitan. Anna panik, ia mencoba menghentikan darah yang terus keluar dari tangan Tae dengan baju yang dikenakannya.
"Udah Anna, Tae gakpapa kok." ucap Tae menenangkan Anna yang panik sambil menangis.
Tae tiba-tiba memeluk Anna dan mengelus rambutnya. Anna sangat ketakutan dan menangis histeris. Entah apa yang Anna tangisi. Tidak mungkin ia menangis sehisteris itu hanya karena luka di tangan Tae. Seolah-olah luka yang Tae alami terasa sangat sakit baginya.
"Tenanglah Anna. Jangan seperti ini lagi."
Tae mencoba menghapus air mata Anna.
Sebenarnya apa yang terjadi diantara mereka?"Jangan gini Tae. Gue gak suka lu jadi kayak gini. Berhenti hidup kayak orang lain. Gue sakit liat lu kayak gini." ucap Anna dengan suara lirih sambil terus memukul-mukul Tae.
Tae semakin erat memeluk Anna. Ia tak kuasa melihat Anna menangis sehisteris itu. Dirinya pun tak mengerti apa yang ia lakukan pada Anna hingga membuatnya seperti itu.
Tae melepaskan pelukannya dan memegang kedua bahu Anna, ia terlihat menunduk sambil terus menangis."Lihat ke sini." ucapnya sembari mengangkat dagu Anna agar melihat wajahnya.
"Jangan nangis. Gue gak suka liat cewek nangis." sambung Tae.
Ia terdengar begitu gentle dan dewasa, tak seperti Tae yang kekanak-kanakan.Anna langsung berlari ke luar kamar. Entah apa yang dipikirkannya.
Tak berselang lama dokter pun datang dan mengobati luka ditangan Tae.
Anna hanya berdiri di depan pintu sambil terus menatap Tae. Tae hanya mengangguk dan mengedipkan sebelah matanya.
Anna mulai tersenyum dan berjalan mendekat ke arah Tae sambil menghapus air matanya.Setelah dokter keluar, Anna duduk di samping Tae sambil tersenyum.
"Udah baikan?" tanya Tae seraya merapikan ramput Anna yang berantakan.
"Bisa gak lu jangan nyakitin gue lagi, Tae? Gue udah cukup sakit hati dengan kabar lu nikah sama Erin. Gue gak bisa makan, gak bisa minum, gak bisa tidur sampai akhirnya gue pulang ke Indonesia. Dan ternyata keadaan lu masih kayak gini. Sakit tau gak?"
"Maaf." jawab Tae.
"Maaf doang? Lu gak tau menderitanya gue di sana mikirin lu. Bisa gak lu jangan kayak gini. Berhenti jadi anak kecil. Gue gak suka liatnya."
"Gak bisa." jawab Tae yang bertingkah seperti anak kecil kembali.
"Gue gak tau mau bilang apa lagi. Seengganya lu bertingkah kayak biasa aja di depan gue. Gak usah pura-pura kayak gitu."
"Oke. Gak ada rahasia diantara kita."
Tae menunjukan kelingkingnya. Anna tersenyum dan meraih kelingking Tae dengan kelingkingnya. Mereka saling tersenyum dan tertawa....
"Tae!" panggil seseorang. Tarran menoleh ke arah belakang, terlihat Gia tersenyum kepadanya.
"Apa?"
"Pulangnya bareng yuk." ajak Gia.
"Napa tuh orang? Sawan ya? Ngomong lancar amat. Tadi gue tanya jawabnya kayak orang gagap. Bipolar kali ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Idiot Husband [END]
Teen FictionTAHAP REVISI [Bahasa no baku] "Mukanya sih cakep kagak ketulungan. Kulit putih, idung mancung, tinggi kek tiang listrik, apalagi bibirnya itu loh, ukhhh merah menggoda. Tapi sayang idiot. Idiot dan bikin gue stres. Begitulah bentukan suami gue. Cowo...