Aku mengacak surai cokelat madu milik Minghao sembari menahan sesak di dada. Harusnya ia marah dan menekuk bibir lucu saat aku merusak tatanan rambutnya. Tapi tidak kali ini. Bibir tipisnya yang selalu pucat tanpa pemerah bibir masih terkatup rapat. Tak ada suara nyaring terdengar dari sana, melainkan bunyi-bunyi aneh dari alat-alat yang tidak kutahu namanya, yang ditata oleh Yan An sedemikian rupa sehingga terhubung ke tubuh kurus itu.
"Jangan terlalu lama kau tidur, Hao. Nanti badanmu pegal-pegal," ujarku entah pada siapa, karena Minghao sendiri sama sekali tidak merespon.
"Biar aku yang menjaganya. Kau harus pulang, pengantin baru!"
Aku tersentak kaget. Tapi aku tak perlu repot-repot menoleh karena pemilik suara sudah berdiri di hadapanku, terpisah oleh Minghao dan ranjangnya. Tak lama kemudian aku merasakan ada sebuah tangan yang merangkulku, membawaku ke dalam pelukan hangatnya.
"Biarkan Minghao tertidur seperti bayi, mungkin ia lelah. Dia akan bangun, percayalah," ujar seseorang yang baru saja resmi menjadi pendamping hidupku itu sembari mengurai pelukan kami.
Aku menyeka titik air mata di sudut mataku. Lalu kupandangi Junhui dan Minghao bergantian.
"Kabari aku kalau dia bangun nanti," ujarku pada Junhui
Junhui mengangguk. "pasti."
"Ayo, kita pulang."
Dengan begitu Minkui menuntunku keluar dari kamar Minghao. Selama berjalan di lorong rumah sakit, tangannya tidak pernah lepas dari pundakku. Huh, rasanya masih saja mendebarkan, kau tahu?
"Eum.. Minkui?"
"Ya, sayang?"
"Itu... nanti kita mampir sebentar ke rumah lamaku, ya? Ada beberapa barang penting yang masih tertinggal di sana."
"Oke."
***
Minkui menunggu di ruang tengah sementara aku naik ke atas ke kemarku. Huh, kemarin akan jadi malam terakhirku tidur di kamar ini. Masih segar di ingatanku Minghao menggodaku habis-habisan semalam.
*
"Ini berarti hari terakhir Jiejie tidur bersamaku di kamar ini, ya?" kata Minghao sembari berbaring dan menatap langit-langit kamarnya.
"Jangan bilang begitu. Aku masih bisa kok sering-sering menginap kalau kau mau," balasku.
"Ih, jangan! Setelah kau menikah harusnya kau lebih sering bersama suamimu. Nanti, buatkan keponakan-keponakan yang lucu, ya?"
"Ah, kau ini!"
"Hahahaha."
*
SRAAAK.
Aku membuka laci meja saat aku teringat ada benda penting seperti beberapa flashdisk kerjaku di sana. Awalnya hanya itu yang akan kuambil. Tapi aku melihat sebuah buku yang terlihat menarik dengan sampul ungu. Penasaran, aku pun mengambilnya untuk kemudian kubaca.
Halaman demi halaman, kubaca dengan seksama. Ini buku diary Minghao. Tapi ia nampaknya tidak rutin menulisnya setiap hari, terlihat dari tanggal yang tertera di sana.
Isinya hanya kisah percintaannya saat masih remaja. Harusnya ini tidak menarik bagiku, hingga aku menemukan sebuah nama yang membuatku ingin membacanya sampai akhir. Jin Minkui, tertulis jelas di situ.
Aku penasaran, mungkinkah ia lelaki yang sama dengan yang mengucapkan sumpah pernikahan denganku beberapa jam yang lalu? Kalau iya, kenapa Minghao tidak pernah bilang padaku? Kubaca terus untuk mencoba mencari jawabannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar Sweet Nightmare [Seventeen GS : Junhao]✔
Romance"Ge, aku bermimpi buruk semalam." "Mimpi apa?" "Di dalam mimpiku aku melihat seorang pemuda. Dia sangat tinggi dan tampan dengan balutan setelan jas putih. Sementara aku mengenakan gaun cantik dengan warna senada. Di dalam mimpi itu, kami berdansa d...