一九/19. The Confession

218 27 59
                                    

Minghao sudah sadar dari komanya. Tapi Ia masih belum sepenuhnya pulih, ia masih harus tinggal di rumah sakit beberapa hari lagi.

Sore ini gadis itu tengah asyik duduk bersandar di kepala ranjang sembari membaca novel. Novel terbaru karya seorang penulis bernama pena Kino yang langsung dikirim sang penulis sendiri untuk Minghao. Ia menikmati bacaan itu hingga tak sadar saat seorang gadis muda berpakaian suster dengan nampan di tangannya masuk ke ruang rawat Minghao. Minghao baru menyadari kehadiran sang suster saat suster itu menyapanya.

"Sore, Hao!"

"Eh? Selamat sore, Suster Lin!"

Suster itu tersenyum sembari meletakkan nampannya di nakas. Nampan itu berisi suntikan dan beberapa obat yang harus diberikan pada Minghao.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Suster Lin tanpa mengalihkan fokus dari kantung infus Minghao yang sedang ia suntikan obat.

"Aku sudah merasa baikan, yah meski badanku masih terasa kaku semua. Aku harap Dokter segera membolehkanku pulang."

Suster Lin tersenyum sembari meletakkan alat suntiknya di nampan dan berujar, "Cepatlah sembuh. Aku sudah bosan melihatmu di rumah sakit ini."

"Huh, suster sudah bosan merawatku ya?" kata Minghao sembari menekuk bibirnya.

"Hahahaha, bukan begitu. Maksudku, lain kali harusnya kita bertemu di tempat lain saja. Bukan di rumah sakit."

"Benar juga. Aku juga sudah bosan dengan aroma rumah sakit."

"Ngomong-ngomong kemana Psikolog Wen? Biasanya dia selalu ada di sini setiap kali aku datang untuk membawakanmu makanan dan obat," ujar suster ramah itu mengalihkan topik.

"Gege sedang pergi membeli makanan di luar," jawab Minghao.

"Ah, begitu ya?"

Minghao mengangguk.

"Kau tahu, Hao? Psikolog Wen menungguimu di sini saat kau masih koma. Ia tidak mau beranjak kecuali hanya untuk panggilan tugasnya."

Minghao membulatkan matanya lucu. "Benarkah?"

"Iya, Minghao. Dia bahkan sepertinya rela mati untukmu," tukas suster itu gemas.

"Sudah ya? Aku harus memberi obat untuk pasien lain."

Setelah berkata begitu Suster Lin pun berlalu membawa nampan obatnya. Meninggalkan Minghao yang melongo di tempatnya sampai ia kehilangan minat membacanya untuk saat ini. Fakta bahwa Junhui menungguinya selama ia tidak sadarkan diri membuatnya cukup terkejut. Di satu sisi ia merasa bersalah karena itu bukan pertama kalinya Junhui ia buat repot. Sementara di sisi lain ada perasaan aneh yang membuat jantungnya berdesir.

"Haohao!"

Belum habis Minghao dengan pikirannya, tiba-tiba sebuah suara yang terdengar riang dan lembut menyapanya. Tak lama Junhui sudah berdiri tepat di sisi ranjangnya dengan membawa rantang plastik warna-warni di tangannya. Wajahnya tampak lesu dengan mata sayu, namun ia tetap memasang senyum terbaiknya untuk Minghao.

"Aku tidak jadi beli makanan karena Mamaku tiba-tiba datang memberiku ini. Onigiri isi tuna dan salmon, kau suka?" kata Junhui.

Minghao mengangguk. "Tentu. Apalagi kalau itu buatan bibi Wen, pasti enak!"

"Baiklah. Tapi apa kau ingin makanan lain? Kalau iya aku bisa pergi lagi untuk membelinya," tawar Junhui.

Minghao menggeleng.

"Tidak usah. Gege tampak lelah, duduklah dulu."

"Aku? lelah?" kata Junhui sembari menunjuk wajahnya sendiri.

Sugar Sweet Nightmare [Seventeen GS : Junhao]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang