Setelah semuanya pulang, kini hanya ada Salsa, Juna, dan Satya yang setia menunggu Sasa sadar. Hingga ketiganya mengantuk dan terlelap, di situlah Sasa mulai mendapatkan kesadaran. Dia membuka mata dan memandang sekitarnya. Tempat ini tak asing, bau-bau obat yang menyengat dan selang infus menancap di tangan kanannya. Tiga orang berada di ruangan yang sama dengannya. Satu laki-laki dan satu perempuan ada di samping kanan dan kirinya. Sementara satu laki-laki lainnya berbaring di atas sofa yang ada di ruangan itu.
Isak tangis mulai terdengar, membuat perempuan di sebelah kiri bangkar terbangun. "Sasa, kamu sadar nak. Gimana keadaan kamu? Apa yang kamu rasakan? Masih ada yang sakit? Mana yang sakit, sayang? Bilang sama Mami." Salsa senang anak perempuannya sadar.
"Jangan nangis, sayang. Mami di sini, Mami ada sama kamu. Ada Papi sama Abang juga, kami semua ada di samping kamu." Salsa mengusap air mata putrinya.
"Sasa takut, Mi hiksss." Ditariknya tubuh Salsa mendekat padanya, lalu dipeluknya erat-erat.
"Jangan takut, sayang. Mami di sini jagain kamu." Salsa mengerti betul apa yang saat ini dirasakan putrinya. Dia pasti masih sangat syok dengan kejadian beberapa jam lalu.
Arjuna Megantara merasa terusik, akhirnya dia membuka mata dan menemukan anak dan istrinya tengah berpelukan diselingi isak tangis.
"Sa, kamu gak apa-apa, nak? Are you fine, honey?" Giliran Juna mendekap erat putrinya.
"Aku masih suci, Pi. Papi percaya kan? Hikss aku masih suci, Pi." Tubuhnya bergetar hebat sembari mengucap kalimat itu.
"Iya sayang, kamu semua suci, Satya penuh dosa." Candanya membuat Satya bangun, merasa dirinya terpanggil.
"Juna, bisa gak sih gak bercanda sehari aja? Anakmu itu masih syok, bukannya ditenangin malah dibercandain." Tegur Salsa.
"Papa gak ada akhlak emang, Ma." Ucap Satya sambil mengucek matanya dan berlalu mendekati mereka.
"Sa, dengar Papi." Juna menelangkup wajah anaknya dan berkata, "ingatan itu pasti selalu ada. Pahit, manis, apapun itu, kita semua gak akan mudah lupa. Tapi satu kuncinya jika kamu mau bahagia, jangan diputar dan dinikmati lagi. Terkadang memori itu terputar dengan sendirinya, tapi kalau kamu cuek dan tak ambil pusing, Papi yakin kamu bahagia. Jadi Papi minta sama kamu, apapun yang sudah terjadi tadi, biar itu menjadi masa lalu yang sudah terlewati. Abaikan, karena hidup kamu adalah tentang hari ini dan hari-hari yang akan datang. Jangan terus-menerus terpaku dalam masa lalu kelam, jika kamu ingin masa depan gemilang. Katakan bye untuk hari kemarin, hi untuk hari ini, and wait me untuk hari esok. Kamu mengerti?"
Sekali lagi Sasa menangis dan memeluk Papinya erat. "Papi tanya, apa kamu siap membalik lembar yang baru?" Sasa tak menghiraukan pertanyaan Juna, dia hanya memeluk dan bersandar di bahu papinya.
"Beri dia waktu." Saran Salsa sambil mengelus rambut putrinya.
"Mereka sudah di penjara, Sa, jangan khawatir. Mulai detik ini, gue akan semakin siaga jagain lo. Gue gak akan ngebiarin lo sendiri dalam bahaya. Sebisa mungkin gue selalu ada di sisi lo." Ucap Satya.
"Gak usah bacot lu, mending ke luar beliin kita makan." Celetuk Juna.
"Padahal gak ada susahnya loh bilang minta tolong. Kenapa lu nyolot sih, Pa?" Satya kesal setengah mati, baru bangun tidur, ada aja ulah papanya.
"Oke, help me please, honey."
"Honey honey, najis!" Satya keluar ruang inap dan berlalu keluar area rumah sakit untuk membeli makanan. Sejujurnya ada kantin rumah sakit, tapi sejak dulu Satya tak pernah suka. Menurutnya, kantin rumah sakit cuma itu-itu saja. Tak ada ayam geprek, nasi bebek, rendang, krengsengan, gulai, dan lain-lain penyebab kolesterol dan asam urat.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABCD GENERATION [Sequel Of Arjuna]
RomanceArjuna, Bayu, Candra, Dandi, Dimas Generasi mereka datang