13. Harsa (#2)

115 9 0
                                    

Aku sudah diantar pulang oleh Venus sejak tadi, tidak lupa juga Venus membelikan nenek eskrim sesuai pesanan nenek.

Di toko eskrim tadi, venus berhasil membuat jantungku marathon. Bagaimana mungkin aku bisa benar-benar luluh oleh laki-laki itu.

***

Hari ini matahari enggan menampakkan cahayanya, buktinya pagi-pagi sekali cuacanya sudah mendung, gerimis sudah menyapa sejak pukul lima pagi.

Sekarang aku sedang duduk disebelah kursi kemudi, menatap ke orang yang duduk tenang disebelahku, ah pemandangan paling menenangkan, bagaimana bisa, laki-laki disebelahku ini terlihat sangat sempurna? Mungkin ini hanya efek jatuh cinta mungkin ya?

Mobil Venus terus melaju menembus rintik hujan, yang sejak tadi enggan berhenti menetes seperti itu. Hingga tujuan kami adalah ke Kedai kopi milik kaArkan, karena aku bilang, aku ingin beli flat white.

Mobil Venus berhenti, menandakan sudah sampai, ia turun duluan sambil membuka payung untuk ia gunakan agar tidak kehujanan, lalu kemudian membukakan pintuku dan mengajakku keluar.

Kami masuk ke kedai kopi ini, sudah kulihat ada kaArkan yang sibuk meracik kopi untuk para pelanggan, aku berlari kecil menghampirinya, lalu ia menyadari kehadiranku dan berkata;

"Pesan apa nona cantik?"

"Kopi paling enak yang paling aku suka."

"Flat white," Ucap kami bersamaan.

Kulihat wajah Venus terlihat masam, entah kenapa, aku tidak mau terlalu memikirkan.

"KakArkan, kenalin ini Venus," Kataku ramah.

"Arkan," Ucap kakArkan sambil menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan.

"Venusa," Jawab Venus langsung pergi mencari kursi kosong. Aku segera menghampirinya dan duduk dihadapannya.

Aku memesan dua kopi flat white, bodo amat Venus suka atau tidak, toh sejak tadi ia hanya diam saja. Mungkin sedang puasa bicara.

"Ini pesanannya," Kata kakArkan sambil membawakan dua cangkir kopi yang sudah ku pesan.

"Makasih kak," Ucapku yang diberikan acungan jempol.

Aku lihat Venus masih diam saja, mukanya terlihat datar, dingin dan flat, ah tapi tetap tampan.

"Venus," Dia hanya melirikku dan menaikan satu alisnya sebagai tanda jawaban 'apa?'

"Diminum."

"Cepat habiskan, setelah ini pulang!"

"Kok pulang?"

Ia tak menjawab hanya menatapku masam, Sebenernya kenapa sih? Dia yang ngajak keluar, tapi malah dia yang seperti ini.

Ia tak menyentuh secangkir kopi miliknya, ia masih setia pada posisinya tadi, masih dengan muka masam. Aku segera menghabiskan secangkir kopiku, setelah habis Venus membayarnya, dan langsung melangkah pergi lebih dulu.

Diluar sudah tidak hujan, kulihat matahari mulai datang, sudah berani menampakkan cahayanya ternyata.

Mobil Venus sudah melaju di tengah-tengah jalanan Bandung, dan aku merasakan ia masih diam, tak bicara sedikitpun.

"Venus," Tak ada jawaban.

"Venus!" Teriakku, namun masih tak ada jawaban.

"Venus, kenapa si?" Tanyaku sambil menggoyangkan tangannya yang sedang bergulat dengan stir mobilnya.

Masih tak ada jawaban, akhirnya aku melepaskan safety belt yang aku gunakan.

"Kenapa dilepas, pakai Mars!" Ucapnya datar.

Venusa MarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang