21. Mata indahnya

55 5 0
                                    

Kupilih melanjutkan ini, aku enggan cerita ini mati, dan kalian kecewa karena dari dulu aku tak pernah konsisten dengan tulisanku, cerita yang selalu berhenti ditengah jalan, dan aku harus menerima pertanyaan "endingnya gimana ka?"
Maka kupuskan melanjutkan cerita yang sudah berdebu, yang dulu hampir kelabu, hampir mati karena dua tokoh utamanya pergi kelain hati.

Pagi-pagi sekali aku mengunjungi venusa, seperti biasa, aku memegang erat tangannya, menatap wajah tampannya yang membuat hatiku nyaman, ia benar-benar manusia paling sempurna, bagaimana bisa ia berhasil membawa seluruh perasaanku untuknya, bahkan aku lebih menyayanginya lebih dari aku menyayangi diriku sendirii.

Ruangan yang hening, suara detakan jam dinding yang terdengar bising, sebuah kesedihan yang hampir menikam tubuhku yang merindukan sosok pangeran dihadapanku.

Aku melotot tak percaya, tangisku pecah saat itu juga, aku melihat dan merasakan tangannya bergerak pelan-pelan, kulihat matanya yang perlahan terbuka, sunggu aku tak menyangka, ia menatapku lekat, mengelus tanganku lembut. Lidahku kelu, aku tak mampu mengelurkan kata-kata dari mulutku.

"Aku menyayangimu," ucapnya angkat bicara dengan nada lemah yang membuat hatiku merintih kesakitan.

Aku mencium tangannya, tangisku tak henti melihat kejadian ini, Venusaku kembali, Tuhan terimakasih.

Ternyata semesta berbaik hati, ia membuat Venus kembali, dua hari melihatnya terbaring, akhirnya hari ini kudengar suaranya, kulihat mata indahnya terbuka, menunjukan bola mata yang menyimpan ribuan mimpi didalamnya.

***

Malam hari sudah menyapa, kini Venus sudah pindah, ia dipindahkan diruang rawat biasa, kata dokter besok juga ia sudah boleh pulang kerumah.

"Kau tahu tidak alasanku bisa cepat membuka mata?" Katanya tiba-tiba.

"Tidak, memangnya apa?"

"Kamu, tubuhku kaku, pikiranku entah membisu, mataku tak melihat apa-apa, bahkan detak jantungku seakan melemah, namun hatiku bersemangat mengingatmu, hanya kamu Marsa, ia masih ingin melihatmu tertawa."

Sungguh aku diam, air mata bahagia sudah kuteteskan, kupeluk tubuhnya yang terbaring, mencium bau tubuhnya yang seakan menjadi candu untuk indra penciumanku. Aku melepas pelukan itu, kemudian duduk disamping tempat tidur sambil menatapnya.

"Akan kuputuskan menyudahi beasiswaku di Praha, aku punya cita-cita tapi aku punya cinta, akan kulanjutkan pendidikan ku di Bandung saja, agar aku terus bersamamu, dekat denganmu, selalu. Selalu."

"Jang------" ucapku yang langsung ia potong dengan cepat.

"Aku tahu kamu tidak bisa jauh dariku Marsa, sedihmu jadi beban untukku, dan bahagiamu jadi alasan bahagiaku."

Benarkan? Bagaimana bisa ia membuatku merasa istimewa, ia korbankan mimpinya dan cita-citanya? Sepenting itukah aku untuk dirinya?

"Dirimu sangat penting, aku enggan kehilanganmu," katanya yang menyadarkan lamunanku.

Padah tidak perlu aku tanyakan, tapi sepertinya dia sangat mengerti pikiranku.

"Karena kamu mudah ditebak, ketika kamu betfikir, pasti kamu diam."

"Kamu menyebalkan!" Kataku mulai angkat bicara.

"Aku mengenal dirimu Mars."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 14, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Venusa MarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang