14. Harsa (#3)

92 10 0
                                    

Pukul 20.00 aku sudah berada di mobil Venus, ditambah ada Rameyza adik Venus yang duduk di belakang. Venus bilang ia ingin membiarkan kedua orangtuanya bermesraan di acara ulangtahun pernikahannya. Keluarga mereka benar-benar harmonis sekali bukan?

"Kak, gue laper ni," Ucap Ame kepada Venus.

"Celangap aja, nanti lo makan angin."

"Najis! Punya kakak gak perhatian bangat."

"Gapapa, yang penting gue ganteng!"

"Iya ganteng, tapi mirip kecebong."

"Lo bocil berani ngelawan gue?"

"Udah-udah kok jadi berantem," Kataku melerai kakak beradik ini.

"Venusa Auriga buah manggis buah markisa, beruntung lo bisa dapetin kak Marsa!"

"Gak nyambung anjir, ngelawak Lo?"

"Nggak! Lagian kak Marsa, kenapa mau si sama kecebong kaya dia!"

"Eh anak SMP, jangan ikut campur lo. Masih mending gue kecebong lah kalo lo kingkong!"

"Ih kak Marsa, omongan si Venus nggak pernah di jaga, masa adenya sendiri disebut kingkong," Adu Ame padaku.

"Ame ngalah ya, Venus nggak akan mau ngalah, dia emang nyebelin," Kataku berusaha menenangkan emosi Ame.

"Mimpi apa gue, kenapa punya kakak kayak dia!"

"Ganteng bangat ya?" Tanya Venus santai.

"Najis!"

Setelah mendengar perdebatan adik kakak itu, akhirnya kami sampai dirumah Venus. Sudah banyak makanan di meja makan, yang ternyata disiapkan para pembantu di rumah Venus, pembantunya tidak satu ya, tapi lumayan banyak, secara keluarga sultan.

Tante Fiona menghampiriku, lalu memelukku, aku mencium punggung tangannya.

"Lihat calon menantu kita, cantik sekali," Ucap om Erik yang membuat aku blus.

"Iyalah cantik, Mirip Ame kan pah?" Tanya Ame sambil berdiri disampingku.

"Kalo diibaratkan, Mars itu kupu-kupu, kalo lo gorila!"

"Sialan lo amjing!"

"Sudah-sudah, kok kalian bertengkar?" Tanya papah Venus pada kedua anaknya.

"Kak Venus duluan!"

"Ame, kamu harus sopan sama orang yang lebih tua dong," Tegur tante Fiona.

"Iya maaf Bu."

Ame memang gadis yang ceria, di tambah mulutnya yang lemes dan blak-blakan. Tapi siapa sangka gadis itu punya wajah yang cantik.

"Yasudah ayok makan!" Seru om Erik.

Kami berlima segera makan bersama sambil berbincang-bincangng tentang banyak hal, aku senang berada di keluarga ini, sangat senang.

Setelah selesai makan Venus mengantarku pulang, tanpa terasa mobilnya sudah menginjak halaman rumah nenek.

"Makasih Venus," Kataku saat mobil Venus terhenti dirumah nenek.

"Mars, kamu cantik sekali malam ini," Ucapnya yang berhasil membuat aku blush, dan jantungku kembali marathon.

"Makasih,"

"Besok aku akan ambil nilai kelulusan."

Deg. Hancur sudah bahagiaku jika sudah berhubungan dengan ini, bagaimana bisa aku tahan? Jika akhirnya perpisahan tetap jadi jawaban? Aku enggan kehilangan dia semesta, akan adakah sosok Venus yang lain nanti? Tatapan mata paling meneduhkan, wajah tampan sebagai hiasan, dan pelukan paling melegendanya yang tak pernah bisa aku lupakan. Jujur, aku belum bisa berdamai perihal ini.

"Aku mau masuk."

"Mars, kamu belum menerima bagian ini!"

"Aku menerima, aku mendukungmu."

"Aku hanya pergi untuk pendidikanku Mars, semoga kamu mengerti."

"Aku akan menunggumu demi membuktikan janjimu."

"Iya Mars, aku akan selalu bersamamu," Katanya sambil mengacak puncak kepalaku.

Aku turun dari mobilnya, lalu mobilnya pergi, aku masuk kedalam rumah nenek, lalu mengunci pintu dan pergi ke kamarku.

Aku tidak langsung tertidur, aku duduk di kursi, wajahku bertumpu pada meja belajar, aku merutuki diriku sendiri, kenapa sampai saat ini hatiku tidak pernah ikhlas kalau dia akan pergi?

Tujuan.

Aku diam,
Hanya menuruti maunya
Mendukung mimpinya
Aku percaya padanya

Aku tahu, hatinya untukku
Tak apa jika ikatan tak menentu
Karena yang Kumau kehadirannya
Aku terlanjur menyayanginya

Aku manusia yang mencari jalan pulang
Dirinya jadi peta tanpa tujuan,
Tanpa disadari,
Dia adalah rumah tempat aku pulang.

***


"Mars, aku senang sekali!" Ucapnya sambil memelukku.

Senyumannya tidak hilang sejak pertama kita bertemu, dia kerumah nenek dan menemuiku, ia membawa kabar buruk bagiku, ah tidak-tidak, kabar baik maksudku. Dia lulus dengan nilai terbaik di SMA, sudah tidak bisa diragukan lagi kepintarannya, ditambah bakat menggambarnya.

Harusnya aku senang mendapat kabar ini bukan? Tapi hatiku malah sedih, aku takut kehilangannya semesta, apa aku bisa menghentikan waktu untuk sekarang juga? Agar aku tetap bersamanya dan dia tidak akan pergi ke Praha. Ayolah Mars! Jangan egois, kamu bukan segalanya untuk Venus.

"Aku tahu kamu pintar," Kataku sambil tersenyum ramah kearahnya.

"Mars, keberangkatanku akan di percepat."

Hancur sudah hatiku, pondasi yang kubangun dalam hati sudah hancur begitu saja, kenapa menyakitkan sekali.

"Oh bagus kalau begitu," Kataku yang masih tersenyum dan pura-pura senang karena kabar ini. Bagaimana pun aku harus mendukungnya.

"Kapan kamu berangkat?" Lanjutku bertanya.

"Besok."

Air mata yang sejak tadi kutahan sudah tak bisa ku bendung lagi, aku menangis sambil menatap wajahnya lekat. Ia memelukku.

"Semuanya akan baik-baik saja Mars, aku akan pulang untukmu." Tak ada jawaban dariku.

Aku memeluknya erat, aku enggan kehilangan dia semesta, aku mau raganya disini bersamaku, aku senang menghadapi sikapnya yang menyebalkan. Tapi bagaimana pun juga, aku tidak bisa egois, dia cuma mau mengejar mimpinya.

"Hatiku cuma untukmu Mars."

Venusa MarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang