18. Berharap Kasih

94 8 5
                                    

Aku, Ara, Talita, Farhan dan Dimas sedang berada dikantin, sambil melahap siomay kami masing-masing. Sebenarnya aku agak canggung sekarang, ditambah tidak nyaman juga, karena ada Dimas yang sejak tadi memperhatikanku.

"Ra, kalo makan hati-hati dong," Kata Farhan.

"Ini udah hati-hati kok," Jawab Ara.

Farhan mendaratkan jarinya ke sudut bibir Ara yang terlihat ada bumbu kacang disana, karena Ara sedang makan siomay.

"Dunia berasa milik berdua doang, yang lain ngontrak!" Ucap Talita yang membuat aksi romantis mereka berhenti.

"Sialan lo Lita! Gue Ama Farhan jarang romantis-romantisan, sekalinya romantis Lo malah ganggu."

Aku hanya tertawa melihat mereka, begitu juga Dimas.

"Marsa, nanti pulang bareng aku ya gimana?" Tawar Dimas.

"Nggak usah, gue ada urusan pulang sekolah."

"Gue anter kalau gitu?"

"Gue bilang nggak usah Dim, gue bisa pulang sendiri."

"Nanti kapan-kapan aja Dim, masih bisa besokkan pulang barengnya," Sambung Lita.

"Yaudah kalau gitu, nanti lo hati-hati Mars," Aku mengangguk.

"Farhan gue cantik gak?" Tanya Ara.

"Jelek kek batu kali!"

"Enak banget tu mulut!"

"Gue ngomong apa adanya."

"Nyesel gue punya pacar rongsokan kaya lo!" Ucap Ara langsung berlalu pergi dengan menghentakkan kakinya.

Setelah itu kami semua tertawa.

"Lo nggak romantis bangat Han jadi pacar," Kataku yang masih tak bisa menghentikan tawa.

"Lagian, mimpi apa gue bisa punya pacar modelan kayak dia."

"Cabut ke kelas yuk," Lanjut Farhan.

Lalu kami pun mengangguk sebagai tanda persetujuan, dan kami pergi meninggalkan kantin.

***

Sejak pulang sekolah aku langsung ke kedai kak Arkan, dan kebetulan ia tidak ada jam kampus katanya, jadi kita bisa mengobrol dan berbincang.

"Marsa, terkadang perasaan memang harus tersesat dulu."

"Kenapa begitu?"

"Semesta akan mendewasakan kita dengan luka."

"Bagaimana bisa? Harusnya kita tumbuh dewasa dengan bahagia bukan dengan luka kak," Jawabku tak terima dengan argumennya.

"Semua manusia berharap seperti itu, tapi kenyataannya banyak manusia yang di dewasakan oleh luka bukan bahagia."

"Termasuk kakak?"

"Iya termasuk saya."

Aku tak menjawab, aku hanya menatapnya, kulihat ada luka yang bersembunyi dibalik kelopak matanya, dia manusia baik, tapi ia tidak bisa menerima luka dengan baik. Tunggu dulu, memangnya ada manusia yang menerima luka dengan baik? Mungkin ada, tapi hanya sebagian kecil dari berjuta-juta jiwa.

"Kakak pernah jatuh cinta?" Tanyaku membuka pertanyaan.

"Pernah," jawab kak Arkan seadanya.

"Siapa orangnya?"

"Gadis yang datang kesini dengan isak tangis."

"Siapa kak? Ayo kasih tau Marsa!"

"Namanya Marsa, tapi aku tak akan menuntut apapun darinya, karena hatinya bukan untukku, aku hanya akan mencintainya tanpa berharap apa-apa," Lanjutnya.

Venusa MarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang