17. Hujan Rindu

97 8 2
                                    

Happy reading.😉

Rintik gerimisnya membuat rindu dalam hati, ia membuat kenangan terputar diingatan, ingin rasanya menghilang, lalu meninggalkan kenangan itu sendirian. Apa ada seseorang yang betah berlama-lama menahan rindu tanpa kepastian?

Pagi ini Kota Cibiru sedang diguyur hujan, sejujurnya aku suka main hujan-hujanan, tapi suara petir yang membuatku tak berani melakukan itu. Pagi diselimuti awan gelap, suasana yang dingin, aku sudah rapih dengan seragam sekolahku, ditambah jaket levis berwarna army sudah menempel ditubuhku.

"Ini pakai payungnya," Kata nenek memberikan payung kepadaku.

"Nenek, Marsa nggak mau sekolah!"

"Terus Marsa maunya apa?"

"Mau Venus!" Nenek terkekeh sambil mengusap puncak kepalaku.

"Marsa, sudah lima bulan kau tidak bertemu dengannya, pasti rindu bukan?" Aku mengangguk bersemangat.

"Disekolah sepi nggak ada dia! Kelas yang ia tempati dulu sudah punya suasana baru, bangku yang ia duduki sekarang sudah punya penghuni baru, nenek Marsa mau ke Praha! mau ketemu Venus!" Ucapku Dramatis.

"Sudah jangan bicara lagi! Cepat berangkat nanti hujannya semakin lebat!"

Aku menyalimi tangan nenek, dan segera menerobos hujan, tapi bukan hujan-hujanan, aku memakai payung. Sejujurnya hari ini aku malas sekolah! Sungguh benar-benar tidak bersemangat. Tanpa disadari kakiku tidak melangkah menuju arah sekolah, aku juga tidak naik angkutan umum, aku berjalan ke suatu tempat yang inginku tuju sekarang.

Aku berjalan sambil sesekali bermain hujan, tersenyum riang seakan aku manusia paling bahagia. Hingga akhirnya aku terlonjat kaget, kilat Silangit terlihat, badanku gemetar, aku takut sekali pada petir. Mungkin ini karma kerena aku bolos sekolah.

Aku terduduk di pinggir jalan, memeluk kedua lututku sambil terisak, aku takut semesta. Sejak tadi petir tak mau berhenti bersuara, seakan menghukumku yang nakal ini. Aku terus menangis, beberapa isakan terus aku keluarkan.

Andai Venus disini, ia pasti sudah menenangkanku, membawa tubuhku kepelukannya, dan menghentikan aku menangis. Kenangan bersamanya seakan terputar diingatanku. Kini bukan rasa takut yang datang menyergapku, tapi rasa sakit! Aku menangis sambil mengingat dia, rasanya sesak sekali. Sekarang ia jadi sulit dikabari, bahkan pesan dariku cuma ia baca. Apa mungkin ia sudah menemukan penggantiku disana? Wanita yang lebih sempurna dariku? Ah membayangkannya saja sudah membuat hatiku matirasa dan sesak di dada.

"Venusa! Aku rindu kamu," Kataku lirih.

Sebuah motor klx yang tak asing kulihat akhirnya menghampiriku, ia memberikan jaketnya yang masih agak kering dan menyelimuti tubuhku, aku tidak mempedulikan dia, aku masih menangis sejak tadi.

"Marsa kita pulang ya!" Aku diam.

"Aku kasih kopi gratis untukmu, tapi kita pulang dulu ya?" Tak ada jawaban dariku.

"Marsa, nanti kamu sakit!"

"Marsa, kalau Venus tau pasti dia marah melihat kamu seperti ini!" Ucapnya tegas.

Aku menatapnya, lalu mengangguk menyetujui, bagaimana bisa aku seceroboh ini. Aku naik keatas motornya, dan motor ia melesat kejalanan membelah rintik hujan.

"Jangan pulang kerumah Marsa kak."

"Kenapa?"

"Pokoknya jangan!"

"Tapi kamu harus ganti baju!"

"Tapi jangan kak, nanti nenek marah."

Tak ada jawaban dari kak Arkan, ia diam tak bersuara, aku tidak tahu ia membawaku kemana, hingga akhirnya ia berhenti disebuah rumah yang cukup besar, aku hanya mengikuti dibelakangnya, aku hanya menurut saja, lagi pula ia orang yang baik. Ditambah usianya lebih tua dariku. Jadi ibaratkan saja dia omku.

Venusa MarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang