20. Jejal

74 7 4
                                    

Udara pagi di kota Bandung tak pernah mengecewakan, aku sedang duduk bersama laki-laki yang sejak lama aku rindukan, yang raganya selalu aku harapkan datang, aku sedang makan bubur khas Bandung di pinggir jalan, Venus bilang ia sangat merindukan makanan Bandung, Hari ini kita akan menghabiskan waktu bersama sambil menyusuri sudut kota Bandung yang indah dengan suasana bahagia, karena besok kami akan terbang ke Praha, untuk liburan akhir tahun, bayangkan saja! Betapa bahagianya aku.

Berbagai macam ucapan ulang tahun dari teman-temanku sudah ku terima, banyak pesan dari mereka yang ku baca, lalu aku membalasnya, namun tak ada ucapan dari manusia yang mengajariku tentang kesabaran, sejak hari ketika ia mengungkapkan perasaannya, ia hilang begitu saja, aku mengharapkan ucapan darinya, aku ingin mendengar suaranya untuk sekali saja semesta! Apa mungkin ia kecewa karena perasaanku tak pernah untuknya?

Aku terus menatap layar ponselku dengan sendu, pikiranku berkelana ntah kemana, sebenarnya aku ini kenapa.

"Kau kenapa?" Tanya Venus membuatku menoleh kearahnya.

"Baik-baik saja,"

"Satu tahun Mars."

"Maksudnya?"

"Satu tahun aku sudah mengenalmu."

"Lalu?"

"Aku selalu mencintaimu, perasaanku tak pernah berubah sejak pertama aku membaca nametagmu hari itu."

Aku terpaku mendengar ucapannya, bagaimana bisa dengan mudahnya ia membuat jantungku marathon?

Kami menyelesaikan kegiatan makan kami, lalu membayarnya. Setelahnya kami kembali pada sepeda kesayangannya, sepeda yang selalu beriringan dengan kisah aku dan Venus.

Aku memegang bahunya dengan kuat, mencium aroma tubuhnya yang memabukkan, aku selalu suka apapun tentangnya.

"Jangan berhenti ceria ya Mars, jangan berhenti tersenyum, karena senyummu berharga untukku," katanya membuka pembicaraan.

"Tidak akan, aku akan selalu bahagia karena selalu ada kamu!"

"Kalau aku tidak ada, kamu harus tetap bahagia ya?" Aku diam, aku tertohok dengan ucapannya, kenapa ia bicara begitu?

"Kok bicara begitu?"

"Aku cuma mau kamu selalu bahagia Mars, Tanpaku, aku takut jika semesta punya rencana yang berbeda, kamu jangan menggantungkan bahagiamu padaku, aku takut kamu terluka Mars."

Rasanya mataku terasa panas sekali, bulir air mata sudah menetes, hatiku terasa sakit, menjadi sangat resah.

"Berhenti!" Kataku, Venus memberhentikan sepedanya, aku turun lalu berlari sambil menangis tanpa henti.

Venus menyadari bahwa aku menangis, ia mengejarku, dan sesekali mengucapkan kata-kata dari bibir paling indahnya itu.

"Mars, maafkan aku!"

"Aku cuma takut semesta punya rencana yang berbeda, karena aku merasakan firasat buruk Mars, aku cuma cemas."

Aku terus berlari tanpa menoleh kebelakang, hatiku sakit sekali, aku tak menggubris ucapan Venus, aku hanya terus berlari dan menangis. Hingga akhirnya;

BRAKKK!

Suara keras itu membuatku menoleh ke belakang, aku tak percaya dengan kejadian di depan mataku, tidak mungkin semesta, apa ini firasat buruk yang Venus rasakan? Kenapa bukan aku saja yang di posisinya! Kau jahat semesta! Kau melukai seseorang paling kucinta.

"VENUS!" Teriakku sambil berlari kearahnya, aku menangis, merutuki diriku sendiri, harusnya tadi aku tak berlari.

Aku tersungkur disebelah tubuhnya yang bergeletak lemah, aku mohon beri ia kesempatan hidup semesta.

Venusa MarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang