16. Mengeja Rindu

107 6 5
                                    

Rindu bertamu, ia datang tanpa mengetuk pintu, hari-hari semu tanpa kamu disisiku, pelupuk mata basah, hati seperti berdarah, ah ternyata rindu bertumpah ruah.
-Sdhilaa

Aku bangun karena sinar matahari menembus gorden kamarku, aku bangun dari tidurku, lalu berdiri di depan cermin, sungguh mataku bengkak sekarang, karena semalaman aku menangis hingga tanpa sadar aku terlelap menjelajah alam mimpiku.

Aku menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, aku berlama-lama dibawah rintikan air shower yang mengguyur tubuhku, kenapa rasa sakit itu masih ada? Ku kira setelah minum kopi akan hilang begitu saja, tapi nyatanya tidak. Lagipula aku ada-ada saja, mana bisa luka hilang dengan kopi? Ini hanya teoriku yang gila.

Aku sudah rapih dengan seragam sekolah, hari ini adalah hari pertamaku di kelas 12. Aku datang menghampiri nenek yang sedang mengoleskan selai coklat ke roti tawar yang nenek pegang, aku datang menghampirinya. Nenek memberikan aku roti lalu aku melahapnya dengan rakus. Ternyata menangis semalam membuat perutku sangat lapar.

"Makan yang banyak, biar badanmu cepat besar," Aku melotot, nenek terkekeh melihat reaksiku.

"Badanmu masih mungil seperti dulu Marsa, sampai sekarang nenek juga tidak yakin kalau kamu sudah dewasa," Lanjut nenek.

"Nenek meremehkanku! Nanti lihat kalau badan Marsa besar!"

"Sudah-sudah, dihabiskan rotinya."

Setelah menghabiskan roti akhirnya aku berpamitan untuk berangkat ke sekolah, aku naik angkutan umum sekarang. Karena mulai hari ini tidak ada pangeran yang akan menjemputku lagi, ah tidak maksudku Venus. Memangnya zaman sekarang ada pangeran? Aku ini melantur. Tapi tunggu dulu, Venus itu akan selalu jadi pangeran di hatiku. Jadi bagiku pangeran masih ada.

Sungguh aku merindukan laki-laki paling menyebalkan sekaligus menakjubkan itu. Kalian ingat tidak pertemuan aku dengannya? Sangat menyebalkan bukan? Bisa-bisanya dia melukai hatiku dengan omongannya dan teman-temannya. Biasanyakan kalau di film-film pertemuan dilambangkan dengan bertabrakan. Tapi tunggu dulu! Bukannya pertemuanku dengan dia juga seperti itu? Baiklah! Jangan pikirkan kata-kataku, aku ini sedang mengeja rindu. Baru sehari tanpanya aku sudah seperti manusia kehilangan teori dalam hidupku.

Aku sedang berdiri di lapangan, sambil menghormat ke bendera merah putih, ini adalah tradisi setiap hari Senin, yaitu upacara bendera.  Kepalaku terasa pusing  sekali, bulir keringat terus membasahi wajahku, bahkan wajahku saja sepertinya sekarang sudah memerah karena paparan sinar matahari, hinggak akhirnya aku tumbang, semuanya gelap.

"Aduh Marsa, lo ini baru ditinggal sehari udah pingsan," Samar-samar aku mendengar suara Ara yang berada di sampingku.

***

Bau minyak angin aromatherapy masuk ke Indra penciumanku, aku membuka mataku perlahan-lahan, lalu kutemukan gadis berambut panjang, serta berkacamata. Aku berusaha bangun dari brangkar, namun ia menahannya. Ia membawakanku satu gelas air hangat, aku meminumnya, aku tahu kalau dia anak PMR disini. Tapi aku tak ingat namanya.

"Pasti Lo lupa nama gue?" Tanyanya yang mengerti isi kepalaku.

"Gue Talita, lo bisa manggil gue Lita," Lanjutnya.

"Iya, Lo kenal gue?"

"Kenal dong, Marsa Rinjani yang baru saja patah hati," Aku terkekeh.

"Kok bisa tahu?" Tanyaku penasaran.

"Gue sama Ara itu temen pas zaman SMP, kalau sekarang-sekarang gue jarang main sama dia."

Venusa MarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang