Semua santri telah berdiri di lapangan pesantren. Letaknya di depan halaman pesantren putri yang berada di luar pagar. Barisan berbaju putih dan berjilbab hitam berbaris rapi mengahadap ke utara. Sedangkan barisan berbaju putih dengan peci hitam memenuhi sisi timur, mengahadap ke barat. Sisi utara di isi oleh petugas upacara yang mengenakan selempang bertuliskan santri. Sedangkan sisi barat ditempati oleh tamu undangan, dewan ustadz dan pembina upacara.
Upacara hari santri. Tanggal 22 Oktober menjadi hari spesial bagi kami. Bagaimana tidak? Seorang yang sedang menimba ilmu dengan segala kerumitan dan kesulitan, mempunyai hari istimewa. Seperti pahlawan. Menyenangkan sekali.
Acara berlangsung selama dua jam. Lalu dilanjutkan dengan pentas seni santri yang memang sudah disiapkan sebelumnya. Aku berdiri menonton drama yang berjudul 'Perang Khandak'. Perang yang dilakukan Nabi dan para sahabatnya dengan pasukan kafir. Perang yang akhirnya dimenangkan oleh pihak Nabi ini tidak lepas dari ide cemerlang seorang sahabat bernama Salman Al-Farisi.
Perbedaan jumlah pasukan membuat pasukan muslim sempat minder. Namun kecerdikan Salman Al-Farisi membuat nyali yang tadinya menyusut, menjadi segar kembali. Aku jadi membayangkan dulu betapa sulitnya perjuangan Baginda Nabi menyebarkan agama islam. Sedih.
"Mbak," sapa seseorang yang tiba-tiba saja ikut berdiri di sebelahku.
"Iya, ada perlu?" aku tidak mengenalnya sama sekali.
"Ini ada titipan buat Mbak," katanya sambil menyerahkan sebuah kotak kado berwarna biru. Titipan?
"Dari siapa?" tanyaku.
"Katanya Mbak bakalan tahu kalau sudah membukanya, gitu, Mbak." Itu ucapan gadis berjilbab hitam di depanku. Aku menerimanya dengan ragu. Takut kalau ternyata isinya tikus mati yang masih berdarah atau bom bunuh diri. Ngeri. Oke, aku mulai berhayal. Terlalu banyak membaca novel membuatku seperti ini.
Aku belum sempat berkata lagi. Si gadis pemberi surat sudah hijrah entah dimana. Cepat sekali perginya. Aku membuka kotak biru perlahan. Mengintip isinya. Apakah sama dengan ekspektasiku? Ternyata tidak. Isinya hanya amplop. Syukurlah. Aku jadi tidak perlu melaporkan ke polisi.
Amplop itu hanya berisi satu lembar kertas berwarna putih. Isinya hanya tulisan 'stay'. Apa sih maksudnya. Kotak sebesar ini hanya berisi amplop yang tulisannya sependek itu? Menyebalkan. Aku pikir akan mendapat surat cinta macam Starla.
Aku bergegas pulang. Tidak ingin terus-terusan memikirkan tulisan 'stay' lagi. Aku ingat akan ada acara makan bersama tamu undangan di rumah Abah. Pasti Mbak Ulfi sedang repot. Tadi dia tidak mau ikut upacara. Katanya harus menemani Umi di rumah.
......
Acara makan bersama yang dihadiri oleh tamu undangan peringatan hari santri hari ini tidak terlalu banyak. Hanya sekitar lima belas orang. Itu sudah berikut aparatur pemerintah yang ikut mengawal jalannya upacara. Adzan dhuhur berkumandang. Para tamu satu persatu keluar dari rumah Abah untuk mengikuti sholat dzuhur berjamaah.
"Mbak, ada surat buat Mbak," katanya sambil menyerahkan sebuah amplop berwarna coklat muda. Surat lagi?
"Dari siapa Dek?" perempuan berhijab yang ada di depanku memang masih remaja. Mungkin berusia delapan belas tahun.
"Tadi Pak Pos yang antar, Mbak. Itu ada nama pengirimnya. Saya permisi, Mbak." Aku mengangguk. Surat dari siapa lagi? Apakah dari orang yang sama dengan isi yang sama pula? Penasaran. Aku berjalan menuju kamar. Mengunci pintunya.
M. Rohman. Ini kan, yang kata Umi Salma mau dijodohkan denganku. Kok aku jadi deg-degan ya. Kertas berwarna biru dengan tulisan tangan yang rapi terpampang di depanku. Tulisannya beda dengan yang berada di kotak biru tadi. Aku perlahan membaca surat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
TEMAN SOSMED (COMPLETE)
SpiritualSatu tahun berlalu setelah Nadia menemukan satu akun Facebook dengan face yg tampan. Berulang kali chat dan akhirnya saling kenal, walaupun Bintang sangat dingin. Hingga satu hari Nadia men-chat dan dibalas dengan kata kasar. Setelah itu dia berjan...