Alhamdulillah.. Big trims buat @Crystallbooks yang sudah mengadakan event menyenangkan ini. Buat kak @Azizahazeha yang sudah mebimbing dengan sabar. Buat mentor Kak@Ikko Wiliams dan Kak@Cepty Brown yang telah memberi ilmunya. Teman2 PWO dan semua Readers..
See you di cerita selanjutnya😊😊😊Lima bulan berlalu, Aku dan Gus Al masih menempati rumah Abah dan Umi. Setiap pasangan pasti menginginkan untuk mempunyai rumah sendiri, begitupun dengan kami. Tapi keinginanku tidak akan terwujud, karena Gus Al mempunyai tanggung jawab untuk meneruskan Abah memimpin pesantren.
Hari ini hari pertamaku mengajar di sebuah sekolah dasar. Awalnya Gus Al tidak memberiku izin untuk mengajar di luar, dia akan membolehkan jika sekolah yang didirikan yayasan pesantren milik Abah sudah berdiri. Namun karena permohonanku akhirnya dia mengijinkan dengan syarat saat aku mulai hamil aku sudah harus berhenti.
Uwek! Uwek!
Perutku rasanya mual sekali. Sudah beberapa hari ini saat pagi hari aku akan merasakan mual dan muntah. Aku terpaksa melepas kembali sepatu yang sudah aku kenakan demi menuju kamar mandi yang ada di kamarku. Perutku rasanya masih dikocok-kocok.
"Nduk, kamu sakit?" Umi tiba-tiba saja berdiri di belakangku. Mengusap punggungku perlahan.
"Tidak, Umi. Hanya mual saja." Aku mencoba berbalik, namun perutku kembali mual. Umi memegangi pundakku agar tidak terkulai. Umi berlalu meninggalkanku, tidak lama lalu kembali.
"Oleskan ini, Nduk!" Umi menyerahkan sebuah freshcare. Aku mengoleskannya.
"Terimakasih, Umi." Aku berjalan perlahan menuju tempat tidur. Hari pertama mengajar, haruskah aku membolos? Bagaimana nanti predikatku sebagai guru baru.
"Sudah sarapan?" Umi memberikan segelas air putih kepadaku.
"Belum, Mi. Tapi Nadia udah nyiapin bekal untuk makan nanti jam istirahat di sekolah." Aku tersenyum menatap Umi yang terlihat khawatir.
"Kamu akan tetap berangkat? Kamu sedang sakit." Umi memegang kedua lenganku.
"Nadia tidak apa-apa, Mi. Lagian ini hari pertama Nadia mengajar, masak mau bolos. Nggak enak Mi sama kepala sekolah." Umi terlihat tidak rela. Aku kembali menyerahkan sebuah senyuman. Freshcare tadi sudah membuatku lebih baik.
"Al dimana?" Umi mengedarkan pandangan karena mendapati hanya aku yang berada di sini.
"Sudah berangkat, Mi. Katanya ada visitasi dari tim asesor Akreditasi sekolahnya Mas, Mi. Jadi Nadia berangkat naik motor sendiri. Lagian juga dekat, Mi." Umi terlihat lebih tenang.
"Kalau ada apa-apa telpon Umi, ya." Aku mengangguk cepat. Meraih punggung tangannya dan menciumnya.
"Nadia berangkat, Mi. Assalamualaikum."
Aku berlalu meninggalkan Umi yang masih duduk di tempat tidur kamarku dan Gus Al. Memakai sepatu dan mengambil kunci motor matic yang tergantung di dinding dekat televisi.
Pagi yang menyenangkan. Aku sempat berpikir jika aku sedang hamil, tapi beberapa saat yang lalu aku mengeceknya menggunakan test pack dan hasilnya masih negatif. Kali ini aku tidak mau berharap. Terlalu takut kecewa, karena seberapa besar harapku, sebesar itu pula aku harus menampung kecewa.
Pagar berwarna hijau membatasi jalan besar dengan gedung yang berwarna hijau juga. Langit biru turut memberi kesan asri di lingkungan hijau ini. Saatnya petualanganku dimulai. Sebenarnya aku masih grogi saat berhadapan dengan anak-anak kecil, namun tekatku untuk mengaplikasikan tri dharma perguruan tinggi.
"Assalamualaikum. Selamat pagi, Bu," sapaku pada seorang wanita mengenakan seragam guru. Rosita. Itu yang tertulis di name tag-nya.
"Waalaikumussalam. Bu Nadia, guru baru'kan?" tanyanya padaku. Tangan kanannya terulur menyalamiku. Aku menyambutnya dengan hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
TEMAN SOSMED (COMPLETE)
SpiritualSatu tahun berlalu setelah Nadia menemukan satu akun Facebook dengan face yg tampan. Berulang kali chat dan akhirnya saling kenal, walaupun Bintang sangat dingin. Hingga satu hari Nadia men-chat dan dibalas dengan kata kasar. Setelah itu dia berjan...