27. Dimana Mbak Ulfi?

898 120 2
                                    

Assalamualaikum. Stay semangat terus! Konsistenkan diri dan selalu baca sholawat. Bulan suci akan segera berganti, mari bergegas.. Selamat membaca readers terbaikkkkkk.



"Bisa jadi apa yang kamu benci adalah sesuatu yang terbaik untukmu, juga sebaliknya."

...

Waktu berjalan terasa begitu cepat. Sebulan berlalu. Aku masih belum bertemu Mbak Ulfi. Katanya dia sedang pulang. Aku juga tidak bisa menghubunginya. Setelah menjadi santri reguler, aku resmi menyimpan ponselku. Mematikan untuk waktu yang lama. Akun-akun sosial media-ku kubiarkan saja. Aku bahkan tidak pamit ke siapapun.

Hari ini sebagian santri penghafal sedang keluar bersama Umi dan Abah. Mereka sedang mengikuti rutinan semaan Al-Quran di desa sebelah. Aku tidak ikut karena hafalanku masih baru beberapa juz saja. Sementara yang lain pergi, aku dan yang berada di pesantren melaksanakan deresan.

"Kamu kenapa, Fa?" Aku melihat Rifa yang biasanya cerewet kini banyak diam. Bahkan sekarang matanya embab dan wajahnya murung.

"Nggak apa-apa, Mbak." Dia berusaha menyembunyikan kesedihannya. Baiklah aku tidak akan memaksa orang yang tidak ingin diganggu.

"Kamu boleh cerita kok." Aku duduk di sampingnya. Ikut bersandar di dinding serambi Mushola, sambil membuka lembaran ke dua, juz satu. Aku akan mengulangnya.

"Mbak, Mbak pergi ke sini karena keinginan siapa?" Pertanyaannya menghentikan kegiatanku. Aku bahkan belum selesai membaca ayat pertama.

"Karena Mbak yang ingin." Aku melihat gurat kesedihan di matanya.

"Kalau menghafal itu harus dari hati ya, Mbak? Harus keinginan sendiri?" Aku menutup Al-Quran-ku. Menghadap ke arahnya.

"Biasanya kalau dari hati akan lebih mudah, Fa. Tapi tidak mesti juga, karena kondisi hati itu sering berubah-ubah. Yang penting selalu di-istiqomah-kan. Selalu konsiten untuk terus menghafal.

Tidak harus keinginan sendiri, sekarang banyak anak kecil yang dimasukkan ke pesantren tahfidz. Itu jelas bukan murni keinginan mereka. Orang tua mereka yang menginginkan, tujuannya untuk menjadikan anaknya itu cinta Al-Quran, karena banyak sekali manfaat menjadi penghafal Al-Quran." Rifa mendengarkan jawabanku. Bibirnya kembali bergerak, mungkin akan bertanya lagi.

"Kalau untuk yang sudah dewasa seperti kita?" Dia belum puas dengan jawabanku.

"Menghafal itu sunah, sedangkan menjaga hafalan itu wajib. Mau kamu hafalan karena keinginan sendiri atau atas perintah orang lain, tetap memiliki beberapa persamaan. Bedanya ya tadi, kalau keinginan sendiri kita akan menjalankannya dengan sepenuh hati." Dia mulai tersenyum.

"Tapi kenapa ya, sudah keinginan sendiri tapi nanti di tengah jalan malah males, malah kadang ada yang tidak selesai gitu, Mbak?" Aku tersenyum mendengar pertanyaannya.

"Selalu ada godaan dari setiap tujuan. Apapun itu. Kayak orang yang mau menikah, menjelang hari pernikahan akan ada saja godaannya, mulai dari ragu, merasa tidak cocok ada orang lain yang terlihat lebih baik. Sama juga dengan hafalan, biasanya godaannya teman-teman sudah banyak yang menikah, atau kondisi keluarga, atau malah pacarnya udah ngajakin ke KUA. Godaan itu selalu ada. Makanya agar kita tetap semangat, konsistenkan. Atur waktu hafalannya, tanamkan niat yang kuat dan memotivasi diri."

"Kalau Mbak Nadia gimana?" Kenapa malah bertanya padaku.

"Tidak beda jauh sih, tapi ya itu, Mbak melakukan tiga ritual yang sudah Mbak bilang ke kamu, atur watu, niat dan motivasi."

TEMAN SOSMED (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang