Nadia come back. Happy reading yaa. Vote and vote
Dua hari sebelum hari pernikahan. Mas Dani datang bersama Mbak Rara dan princess mereka, Shahila. Hanya sebentar, Mas Dani langsung beranjak pergi lagi. Mbak Rara datang membawa sebuah paperbag berukuran lumayan besar. Aku tahu isinya. Itu adalah gaun berwarna putih yang akan aku kenakan saat pernikahan nanti.
"Belum dicoba, kan?" katanya sambil mengangsurkan paperbag kepadaku. Aku menerimanya.
"Nggak sempat, Mbak."
Aku bukan belum sempat sebenarnya. Hanya belum ingin saja. Malu juga sih kalau ketahuan sedang mencoba gaun itu. Berasa udah pengen banget menikah.
"Halah, Kayak pegawai saja kamu. Nggak sempat."
Mbak Rara menimpukku dengan tisu yang ada di depannya. Dia memang iseng sekali. Aku menangkapnya. Membuangnya ke tempat sampah yang ada tidak jauh dariku.
"Aku sarjana ya, Mbak." kataku sambil menepuk dadaku sombong. Mbak Rara mendecih.
"Sarjana menganggur." Dia mengibaskan tangannya ke udara. Lalu tersenyum meremehkan.
"Nggak apa-apa. Orang yang pegawai saja suruh libur kok. Kenapa yang menganggur repot repot cari kerja. Kapan lagi coba ada moment sarjana menganggur bisa tenang seperti ini."
Mbak Rara geleng-geleng mendengar jawabanku. Aku benar, kan? Semenjak pandemi covid 19. Semua siswa diliburkan. Pembelajaran diganti dengan sistem online. Kalau perkantoran aku tidak tahu. Jurusanku pendidikan. Yang aku pahami hanya tentang itu saja.
Kalaupun aku mendaftar dan di terima. Tetap saja aku stay at home. Hanya bedanya ada kegiatan lain selain tidur dan menonton tv. Semoga virus itu segera hilang sih. Kasihan juga para tenaga medis. Berjuang sekuat tenaga. Pasti mereka lelah.
"Jangan ngelamun! Nanti kesambet."
Mbak Rara mengagetkanku. Dia berteriak tepat telingaku. Kakak iparku ini benar-benar unik. Aku bukan akan kesambet. Mohon maaf. Setan jelas nggak tertarik sama aku. Yang ada aku bakalan kena serangan jantung karena ulahnya tadi. Eh, nggak mau ding.
"Biasa aja kali, Mbak. Nggak sekeras itu aku masih bisa denger kok." Aku mengelus telingaku. Kok bisa gitu Mas Dani tahan sama tingkahnya.
"Nah kamu diem aja. Udah cepetan pakai. Takut nggak muat nanti malah repot."
Aku mengambilnya. Menatapnya lama. Membayangkan mengenakan kebaya berwarna putih ini. Mbak Rara mendekatiku. Mengambil kebaya yang aku pegang sedari tadi. Dia membuka satu persatu kancingnya. Memasukan kepalaku ke kebaya itu. Aku hanya diam menurut. Mbak Rara menarik tanganku menuju cermin. Aku melihat diriku di cermin. Cantik.
"Dari tadi gini. Pas sekali. Cocok sama kamu. Beneran nggak mau pakai jasa salon?" Mbak Rara mengulangi pertanyaan yang sudah berkali-kali dia lontarkan.
"Nggak, Mbak. Sama Mbak Rara saja. Lebih hemat dan bisa protes kalau nggak bagus." Aku tersenyum. Mbak Rara malah memutar bola matanya.
"Ini hari spesial loh, Nad. Masak kamu nggak pengen sih jadi ratu sehari?" Dia masih tidak mau menyerah.
"Semua hari itu spesial, Mbak. Aku tetep nggak mau pakai salon." Aku melepas kebaya putih ini perlahan. Mbak Rara masih terlihat berpikir.
"Kalau Mbak nggak mau dandanin kamu. Gimana?" Pertanyaan pancingan ini. Pasti Mbak Rara berharap aku akan bilang, 'ya pakai salon'.
"Ya udah. Dandan seadanya saja,"jawabku sambil megedikkan bahu.
Mbak Rara melotot ke arahku. Merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja aku ucapkan. Aku juga agak mikir sih kalau beneran dandan seadanya. Tapi nggak papa juga kan. Nggak pernah ada yang mewajibkan menikah harus memakai jasa salon.
KAMU SEDANG MEMBACA
TEMAN SOSMED (COMPLETE)
SpiritualSatu tahun berlalu setelah Nadia menemukan satu akun Facebook dengan face yg tampan. Berulang kali chat dan akhirnya saling kenal, walaupun Bintang sangat dingin. Hingga satu hari Nadia men-chat dan dibalas dengan kata kasar. Setelah itu dia berjan...