12. Calon Suami

1K 148 4
                                    

Semoga pagi kalian menyenangkan.. Update terbaru 'Teman Sosmed'. Selamat membaca... Jangan lupa tinggalkan Vote dan komentar

Semilir angin sore membelai lembut jilbabku. Membawanya melambai sesaat. Aku sedag duduk di bangku kayu. Dibelakang rumahku ada sebuah bangunan yang terbuat dari batang bambu. Dinding-dindingnya terdiri dari bambu yang sudah dibelah selebar dua jari. Di dalamnya terdapat beberapa baris rak yang berisi tumbuhan jamur. Ayahku yang mengurusnya.

Aku terpejam mengingat perpisahanku tadi siang. Tentang wajah sedih Abah, senyum Umi di sela-sela tangis dan yang paling histeris adalah Mbak Ulfi. Dia bahkan menahanku selama satu jam. Aku terharu tapi juga tertawa melihat kelakuan Mbak Ulfi yang unik itu.

"Sering-sering main ya, Mbak!"Pesan Roya.

"Sampai jumpa pas liburan pondok ya, Mbak." Suara Farah. Gadis berkulit putih yang pendiam akhirnya bersuara.

"Kalau ke sini jangan lupa bawa makanan ya, Mbak." Pesan Rifa. Perempuan yang pernah menggandeng bahuku saat aku hendak mengikuti hafalan. Perkataan dia ini yang merusak suasana. Beberapa mata yang sedih saat aku berpamitan, langsung menatap horor ke arah Rifa yang hanya dibalas dengan cengiran tanpa dosa.

Aku juga merasa aneh saat tidak melihat Gus Al. Kata Umi Gus Al sedang ada pertemuan di Kota Malang. Kami tidak bertemu sampai aku melangkahkan kaki dari halaman pesantren. Aku bahkan sempat berpikir kalau dia sengaja menghindariku. Tapi untuk apa? dia tidak mungkin melakukannya. Dia juga tidak mengabariku sampai sore ini. Berharap sekali sih aku.

Ting! Like dari postingan puisi yang aku tulis. Akun bernama 'Bintang'. Dia sudah melihatnya. Puisi abal-abal yang aku buat tadi pagi. Apakah dia mengerti maksudnya? Ah, sudahlah. Tidak perlu dipikirkan.

"Nduk, Nanti malam Rohman sama keluarganya mau ke sini. Kamu sudah tahu, kan?" Ayah bertanya sambil mengamati kondisi jamur-jamurnya. Aku sudah pindah mengikuti Ayah.

"Sudah, Yah." Ibu sudah memberitahuku.

"Persiapkan dirimu, Nduk! Hidup berumah tangga itu banyak cobaannya. Ibarat kapal, akan ada badai yang kapanpun bisa menghantamnya."Ayah sudah duduk di bangku kayu yang terbuat dari batang bambu. Aku mengikutinya, lagi.

"Iya, Ayah." Aku hanya bisa menjawab ya dan ya.

"Jangan lupa juga! Ombak meskipun tidak seberapa besarnya, tapi dia yang ada di setiap waktu. Bersabarlah!" Ayah berhenti berucap. Menyesap teh pahit buatanku perlahan, "terlepas dari semua cobaan itu. Menikah adalah setengah dari agama. Kamu akan bisa disebut sebagai wanita sholihah jika sudah menikah dan mampu melewati cobaannya dengan ikhlas." Aku masih memperhatikan ucapan Ayah. Mencernanya satu persatu.

"Bolehkah aku sering ke sini, Yah?" Aku sedih. Karena setelah menikah nanti. Seluruh hidupku harus aku baktikan pada suamiku.

"Boleh, lah. Asal dengan suamimu, dengan izinnya. Karena setelah ijab qobul selesai. Surgamu bukan lagi di telapak kaki ibumu, tetapi berpindah ke telapak tangan suamimu, ridhonya lah yang harus terus kamu peroleh." Ayah tersenyum ke arahku.

Dia melanjutkan, "Perempuan itu adalah makhluk istimewa. Saat masih kecil dia menjadi pembuka surga bagi ayahnya, saat sudah menikah dia menjadi penyempurna agama suaminya, dan saat menjadi ibu, surga berada di telapak kakinya." Aku harus semangat. Masih ada dua fase kehidupan yang harus aku lalui. Menjadi istri dan ibu.

Ayah mengelus puncak kepalaku pelan. Lalu beralih menemui anak-anaknya yang lain, mereka jamur-jamur peliharaan ayah. Menyedihkan sekali aku dan Mas Dani punya saudara jamur.

Aku mengecek akun instagram-ku. Aku jarang membuat posting-an di instagram. Aku lebih sering melihat tentang makanan, artis korea dan juga foto pemandangan. Hanya ingin memanjakan mata. Berkeliling dunia secara gratis dan sehat dengan rebahan.

TEMAN SOSMED (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang